Mendagri Minta Kepala Daerah Tambah Dana Camat
A
A
A
JAKARTA - Kepala daerah didorong untuk meningkatkan dana untuk camat. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan peran camat dalam pembinaan dan pengawasan untuk kelurahan/desa.
Saat ini peran camat dinilai masih kurang maksimal salah satunya karena minim anggaran di kecamatan. “Aspirasi camat meminta agar disampaikan kepada gubernur maupun bupati/wali kota supaya anggarannya ditambah. Itu dari yang di luar Jawa ya,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, kemarin.
Tjahjo mengatakan, saat ini camat sering dilewati terutama oleh desa. Dengan ada dana desa, para kepala desa (kades) cen derung langsung ke kabupaten/ kota bahkan tataran kementerian.
“Fungsi camat apa? Nah, ini kita fungsikan untuk pengawasan dan pendampingan. Kita minta dana APBD itu disisihkan lah. Camat di Jawa banyak tidak mau pindah karena camat diJawa besar sampai Rp3miliar,” ujarnya.
Mengenai besaran anggaran yang harus dialokasikan pemerintah daerah (pemda), Tjahjo mengatakan terserah daerah. Menurutnya, hal tersebut disesuaikan dengan keuangan masing-masing daerah. “Anggarannya terserah disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” tuturnya.
Pihaknya telah membuat petunjuk tentang tugas dan fungsi camat. Dalam hal ini, selain sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) ada fungsi lain.
Dalam hal ini mengelola kawasan dalam forum komunikasi pimpinan di kecamatan. Sebelumnya Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK Untung Wicaksono juga mengungkapkan bahwa peran camat belumlah maksimal dalam pengawasan dan pendampingan dana desa.
Pada hal, sebenarnya camat memiliki peran yang strategis melakukan pendampingan karena paling dekat dengan desa. “Peran camat ini kurang kuat dari sisi pendampingan desa, baik dalam menyusun RKPDes, RPJMDes, dan pengawasan,” ungkapnya.
Padahal pada saat yang sama kerawanan penyimpangan dana desa masih terus ada. Untung menyebut dari sisi perencanaan masih banyak yang tidak sesuai peraturan.
Sementara dalam pelaksanaan masih ada proyek-proyek yang dibiayai dana desa dilakukan dengan penunjukan langsung. Di mana ujungnya pihaknya ditunjuk dekat dengan perangkat desa. “Lalu, pengadaan barang dan jasa. Banyak yang di-markup. Laporan dibuat fiktif. Sistem yang dibuat pusat banyak yang tidak menggunakan. Laporan dibuat secara formalitas, sementara camat terlambat mendeteksi bahwa ada korupsi di situ,” ujarnya.
Untung mengakui lemahnya peran camat bukan tanpa alasan. Camat memang tidak diberikan amunisi dari kabupaten/kota. Dari penelitian yang dilakukan KPK, banyak yang kebingungan bergerak di lapangan.
“Camat itu juga kepanjangan tangan bupati/wali kota. Banyak yang harus disiapkan untuk memaksimalkan peran camat,” tuturnya.
Dia menilai camat perlu menyiapkan SDM yang paham mengenai pengelolaan keuangan desa. Sementara dari sisi anggaran, Untung mengakui tidak banyak alokasi untuk melakukan pengawasan. “Kami pahami camat tidak dapat bergerak karena tidak didukung anggaran yang memadai. Lagi-lagi kami harapkan ada arahan dari pusat agar ada anggaran untuk pengawasan dana desa,” jelasnya. (Dita Angga)
Saat ini peran camat dinilai masih kurang maksimal salah satunya karena minim anggaran di kecamatan. “Aspirasi camat meminta agar disampaikan kepada gubernur maupun bupati/wali kota supaya anggarannya ditambah. Itu dari yang di luar Jawa ya,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, kemarin.
Tjahjo mengatakan, saat ini camat sering dilewati terutama oleh desa. Dengan ada dana desa, para kepala desa (kades) cen derung langsung ke kabupaten/ kota bahkan tataran kementerian.
“Fungsi camat apa? Nah, ini kita fungsikan untuk pengawasan dan pendampingan. Kita minta dana APBD itu disisihkan lah. Camat di Jawa banyak tidak mau pindah karena camat diJawa besar sampai Rp3miliar,” ujarnya.
Mengenai besaran anggaran yang harus dialokasikan pemerintah daerah (pemda), Tjahjo mengatakan terserah daerah. Menurutnya, hal tersebut disesuaikan dengan keuangan masing-masing daerah. “Anggarannya terserah disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah,” tuturnya.
Pihaknya telah membuat petunjuk tentang tugas dan fungsi camat. Dalam hal ini, selain sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) ada fungsi lain.
Dalam hal ini mengelola kawasan dalam forum komunikasi pimpinan di kecamatan. Sebelumnya Tim Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK Untung Wicaksono juga mengungkapkan bahwa peran camat belumlah maksimal dalam pengawasan dan pendampingan dana desa.
Pada hal, sebenarnya camat memiliki peran yang strategis melakukan pendampingan karena paling dekat dengan desa. “Peran camat ini kurang kuat dari sisi pendampingan desa, baik dalam menyusun RKPDes, RPJMDes, dan pengawasan,” ungkapnya.
Padahal pada saat yang sama kerawanan penyimpangan dana desa masih terus ada. Untung menyebut dari sisi perencanaan masih banyak yang tidak sesuai peraturan.
Sementara dalam pelaksanaan masih ada proyek-proyek yang dibiayai dana desa dilakukan dengan penunjukan langsung. Di mana ujungnya pihaknya ditunjuk dekat dengan perangkat desa. “Lalu, pengadaan barang dan jasa. Banyak yang di-markup. Laporan dibuat fiktif. Sistem yang dibuat pusat banyak yang tidak menggunakan. Laporan dibuat secara formalitas, sementara camat terlambat mendeteksi bahwa ada korupsi di situ,” ujarnya.
Untung mengakui lemahnya peran camat bukan tanpa alasan. Camat memang tidak diberikan amunisi dari kabupaten/kota. Dari penelitian yang dilakukan KPK, banyak yang kebingungan bergerak di lapangan.
“Camat itu juga kepanjangan tangan bupati/wali kota. Banyak yang harus disiapkan untuk memaksimalkan peran camat,” tuturnya.
Dia menilai camat perlu menyiapkan SDM yang paham mengenai pengelolaan keuangan desa. Sementara dari sisi anggaran, Untung mengakui tidak banyak alokasi untuk melakukan pengawasan. “Kami pahami camat tidak dapat bergerak karena tidak didukung anggaran yang memadai. Lagi-lagi kami harapkan ada arahan dari pusat agar ada anggaran untuk pengawasan dana desa,” jelasnya. (Dita Angga)
(nfl)