Guru dan Urgensi Pendidikan Kreatif
A
A
A
Irma Suryani
Peminat Masalah Pendidikan
SUKA atau tidak, kualitas pendidikan di negara kita saat ini masih tertinggal dari sejumlah negara. Setidaknya hal ini terlihat dari hasil survei Program for International Assesment (PISA) beberapa waktu lalu, hasilnya Indonesia untuk bidang sains menempati peringkat 64, untuk bidang membaca menempati peringkat 66 dari 72 negara yang disurvei.
Ini tentu saja memprihatinkan karena, bagaimanapun, kunci kemajuan sebuah bangsa terletak pada dunia pendidikannya. Jika pendidikannya maju dan bermutu, bangsa itu bakal semakin maju dan berkualitas sehingga menjadi yang terdepan dan mampu mengungguli bangsa-bangsa lain dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam konteks pendidikan formal, guru adalah ujung tombak terdepan dalam dunia pendidikan. Sebuah masyarakat, sebuah bangsa, sebuah negara bisa berubah drastis karena guru-guru yang dimilikinya. Itu dimungkinkan karena guru termasuk ke dalam kelompok agen perubahan (agent of change) . Maka, baik-buruk sebuah masyarakat, baik-buruk sebuah bangsa, baik-buruk sebuah negara ikut ditentukan oleh seberapa bagus dan seberapa hebat kualitas guru-gurunya.
Selain sebagai sebuah profesi mulia, guru menjadi sebuah profesi yang sesungguhnya tidak mudah. Tidak semua orang dapat menjadi guru, apalagi guru yang benar-benar bagus dan hebat. Kenapa? Karena tugas guru bukan hanya sebatas mengajar, tetapi harus mampu pula mendidik, menjadi teladan, dan menjadi inspirasi bagi siswa-siswanya. Kalau hanya mengajar, setiap orang kemungkinan dapat dengan mudah melakukannya.
Sistem pendidikan sendiri dituntut untuk selalu selaras dengan perkembangan dan tantangan zaman sehingga hasil pengajaran di sekolah dapat berkontribusi secara nyata bagi munculnya solusi-solusi atas berbagai persoalan kehidupan di sekeliling kita.
Tujuan ideal pendidikan, lebih-lebih pendidikan pada tingkat dasar, adalah menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan kreativitas anak-anak kita. Dengan demikian, sekolah, baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta, harus menjadi lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya potensi dan kreativitas anak.
Seperti kita ketahui, kehidupan kita tidak pernah terlepas dari aneka fenomena dengan aneka persoalan yang mendampinginya. Fenomena sendiri adalah fakta atau situasi yang ada dan teramati yang menuntut sebuah penjelasan.
Kehidupan dan peradaban kita tidak pernah stagnan. Ilmu dan teknologi terus berkembang. Pada saat yang sama, tantangan dan persoalan kehidupan yang kita hadapi juga kian beragam dan semakin kompleks. Semua itu adalah fakta yang harus kita terima.
Pendidikan menjadi salah satu aspek mahapenting untuk membuat setiap individu mampu mengerti, memahami, dan mencari solusi-solusi yang mungkin atas berbagai fenomena serta persoalan di sekelilingnya. Dengan demikian, idealnya setiap institusi pendidikan dituntut untuk selalu mampu menjawab tantangan dan persoalan zaman.
Berbagai tantangan ke depan yang dihadapi bangsa ini bakal semakin sulit. Tantangan-tantangan itu membutuhkan solusi. Hanya di tangan-tangan mereka yang kreatiflah berbagai solusi dengan mudah ditemukan. Kreativitas ditandai oleh kemampuan dalam melihat fenomena dan persoalan di sekeliling kita dalam pandangan yang baru dan sekaligus mencari solusi-solusinya. Kreativitas biasanya melibatkan dua proses, yaitu proses berpikir dan proses berkarya.
Pendidikan, dari tingkat yang paling dasar hingga tingkat pendidikan yang paling tinggi, seharusnya mendorong setiap pesertanya untuk menjadi lebih kreatif. Pada dasarnya, setiap orang lahir membawa potensi kreativitasnya yang berbeda-beda. Pendidikan mestinya mengasah potensi kreativitas setiap individu hingga kreativitas itu terbentuk dengan baik. Jika pendidikan malah mematikan potensi kreativitas individu, maka pendidikan itu telah gagal. Lalu, di mana akar masalahnya?
Menurut James Joseph Heckman, guru besar Universitas Chicago, Amerika Serikat, sistem pendidikan kita saat ini cenderung lebih menekankan aspek kognitif dan lebih bersifat mekanistik. Dengan lebih menekankan aspek kognitif, sukses tidaknya pendidikan lebih banyak diukur lewat tes-tes atau ujian-ujian terstruktur di atas kertas, yang jawabannya sudah disediakan antara A, B, C dan D.
Institusi-institusi pendidikan dan para pelaku pendidikan akhirnya hanya sibuk memfokuskan energi mereka dalam rangka menghadapi ujian-ujian serupa itu. Alokasi dana dan waktu secara besar-besaran dicurahkan agar setiap peserta didik sukses menghadapi ujian-ujian sekolah.
Pandangan pun akhirnya menjadi kompak dan seragam, yakni mereka yang lulus ujian sekolah adalah individu-individu yang berhasil, sedangkan mereka yang gagal ujian sekolah adalah mereka yang tidak berhasil. Kehidupan menjadi sangat simpel karena hanya dinilai dan ditentukan melalui angka-angka di atas kertas yang diraih setelah menempuh serangkaian ujian sekolah.
Padahal, realitas kehidupan yang kompleks tidak bisa hanya dihadapi oleh angka-angka di atas kertas. Realita kehidupan hanya bisa dihadapi sebaik-baiknya oleh kreativitas. Pada titik ini, institusi pendidikan harus menjadi garda paling depan dalam mendorong lahirnya individu-individu kreatif. Karena itu, fokus utama dunia pendidikan kita sebaiknya diarahkan kepada tumbuh dan berkembangnya pendidikan kreatif.
Salah satu jalannya adalah dengan mempraktikkan sistem pendidikan yang tidak terlalu memberat ke ujian-ujian formal seperti yang selama ini dipraktikkan dan hanya membuat para peserta didik kita menjadi semakin stres dan senewen. Pendidikan seharusnya membuat para peserta didiknya senang dan bahagia.
Selain itu, para guru sebaiknya diberikan keleluasaan lebih besar dalam mengembangkan materi ajar di luar kurikulum. Selama ini guru-guru kita seolah disandera oleh kurikulum. Mereka pontang-panting dikejar-kejar target kurikulum. Padahal, sesungguhnya banyak hal di luar kurikulum yang bisa diajarkan oleh guru dan boleh jadi sangat bermanfaat bagi kehidupan para peserta didik.
Hal lainnya adalah soal fasilitas sekolah kita. Bukan rahasia lagi, masih banyak sekolah kita yang minim fasilitas. Ini pun harus segera dibenahi. Semakin lengkap fasilitas sebuah sekolah, maka semakin memungkinkan para guru untuk bisa mengajar secara lebih kreatif dan variatif, yang pada gilirannya bakal pula memicu daya kreativitas para peserta didik.
Peminat Masalah Pendidikan
SUKA atau tidak, kualitas pendidikan di negara kita saat ini masih tertinggal dari sejumlah negara. Setidaknya hal ini terlihat dari hasil survei Program for International Assesment (PISA) beberapa waktu lalu, hasilnya Indonesia untuk bidang sains menempati peringkat 64, untuk bidang membaca menempati peringkat 66 dari 72 negara yang disurvei.
Ini tentu saja memprihatinkan karena, bagaimanapun, kunci kemajuan sebuah bangsa terletak pada dunia pendidikannya. Jika pendidikannya maju dan bermutu, bangsa itu bakal semakin maju dan berkualitas sehingga menjadi yang terdepan dan mampu mengungguli bangsa-bangsa lain dalam berbagai bidang kehidupan.
Dalam konteks pendidikan formal, guru adalah ujung tombak terdepan dalam dunia pendidikan. Sebuah masyarakat, sebuah bangsa, sebuah negara bisa berubah drastis karena guru-guru yang dimilikinya. Itu dimungkinkan karena guru termasuk ke dalam kelompok agen perubahan (agent of change) . Maka, baik-buruk sebuah masyarakat, baik-buruk sebuah bangsa, baik-buruk sebuah negara ikut ditentukan oleh seberapa bagus dan seberapa hebat kualitas guru-gurunya.
Selain sebagai sebuah profesi mulia, guru menjadi sebuah profesi yang sesungguhnya tidak mudah. Tidak semua orang dapat menjadi guru, apalagi guru yang benar-benar bagus dan hebat. Kenapa? Karena tugas guru bukan hanya sebatas mengajar, tetapi harus mampu pula mendidik, menjadi teladan, dan menjadi inspirasi bagi siswa-siswanya. Kalau hanya mengajar, setiap orang kemungkinan dapat dengan mudah melakukannya.
Sistem pendidikan sendiri dituntut untuk selalu selaras dengan perkembangan dan tantangan zaman sehingga hasil pengajaran di sekolah dapat berkontribusi secara nyata bagi munculnya solusi-solusi atas berbagai persoalan kehidupan di sekeliling kita.
Tujuan ideal pendidikan, lebih-lebih pendidikan pada tingkat dasar, adalah menumbuhkan dan mengembangkan potensi dan kreativitas anak-anak kita. Dengan demikian, sekolah, baik itu sekolah negeri maupun sekolah swasta, harus menjadi lahan subur bagi tumbuh dan berkembangnya potensi dan kreativitas anak.
Seperti kita ketahui, kehidupan kita tidak pernah terlepas dari aneka fenomena dengan aneka persoalan yang mendampinginya. Fenomena sendiri adalah fakta atau situasi yang ada dan teramati yang menuntut sebuah penjelasan.
Kehidupan dan peradaban kita tidak pernah stagnan. Ilmu dan teknologi terus berkembang. Pada saat yang sama, tantangan dan persoalan kehidupan yang kita hadapi juga kian beragam dan semakin kompleks. Semua itu adalah fakta yang harus kita terima.
Pendidikan menjadi salah satu aspek mahapenting untuk membuat setiap individu mampu mengerti, memahami, dan mencari solusi-solusi yang mungkin atas berbagai fenomena serta persoalan di sekelilingnya. Dengan demikian, idealnya setiap institusi pendidikan dituntut untuk selalu mampu menjawab tantangan dan persoalan zaman.
Berbagai tantangan ke depan yang dihadapi bangsa ini bakal semakin sulit. Tantangan-tantangan itu membutuhkan solusi. Hanya di tangan-tangan mereka yang kreatiflah berbagai solusi dengan mudah ditemukan. Kreativitas ditandai oleh kemampuan dalam melihat fenomena dan persoalan di sekeliling kita dalam pandangan yang baru dan sekaligus mencari solusi-solusinya. Kreativitas biasanya melibatkan dua proses, yaitu proses berpikir dan proses berkarya.
Pendidikan, dari tingkat yang paling dasar hingga tingkat pendidikan yang paling tinggi, seharusnya mendorong setiap pesertanya untuk menjadi lebih kreatif. Pada dasarnya, setiap orang lahir membawa potensi kreativitasnya yang berbeda-beda. Pendidikan mestinya mengasah potensi kreativitas setiap individu hingga kreativitas itu terbentuk dengan baik. Jika pendidikan malah mematikan potensi kreativitas individu, maka pendidikan itu telah gagal. Lalu, di mana akar masalahnya?
Menurut James Joseph Heckman, guru besar Universitas Chicago, Amerika Serikat, sistem pendidikan kita saat ini cenderung lebih menekankan aspek kognitif dan lebih bersifat mekanistik. Dengan lebih menekankan aspek kognitif, sukses tidaknya pendidikan lebih banyak diukur lewat tes-tes atau ujian-ujian terstruktur di atas kertas, yang jawabannya sudah disediakan antara A, B, C dan D.
Institusi-institusi pendidikan dan para pelaku pendidikan akhirnya hanya sibuk memfokuskan energi mereka dalam rangka menghadapi ujian-ujian serupa itu. Alokasi dana dan waktu secara besar-besaran dicurahkan agar setiap peserta didik sukses menghadapi ujian-ujian sekolah.
Pandangan pun akhirnya menjadi kompak dan seragam, yakni mereka yang lulus ujian sekolah adalah individu-individu yang berhasil, sedangkan mereka yang gagal ujian sekolah adalah mereka yang tidak berhasil. Kehidupan menjadi sangat simpel karena hanya dinilai dan ditentukan melalui angka-angka di atas kertas yang diraih setelah menempuh serangkaian ujian sekolah.
Padahal, realitas kehidupan yang kompleks tidak bisa hanya dihadapi oleh angka-angka di atas kertas. Realita kehidupan hanya bisa dihadapi sebaik-baiknya oleh kreativitas. Pada titik ini, institusi pendidikan harus menjadi garda paling depan dalam mendorong lahirnya individu-individu kreatif. Karena itu, fokus utama dunia pendidikan kita sebaiknya diarahkan kepada tumbuh dan berkembangnya pendidikan kreatif.
Salah satu jalannya adalah dengan mempraktikkan sistem pendidikan yang tidak terlalu memberat ke ujian-ujian formal seperti yang selama ini dipraktikkan dan hanya membuat para peserta didik kita menjadi semakin stres dan senewen. Pendidikan seharusnya membuat para peserta didiknya senang dan bahagia.
Selain itu, para guru sebaiknya diberikan keleluasaan lebih besar dalam mengembangkan materi ajar di luar kurikulum. Selama ini guru-guru kita seolah disandera oleh kurikulum. Mereka pontang-panting dikejar-kejar target kurikulum. Padahal, sesungguhnya banyak hal di luar kurikulum yang bisa diajarkan oleh guru dan boleh jadi sangat bermanfaat bagi kehidupan para peserta didik.
Hal lainnya adalah soal fasilitas sekolah kita. Bukan rahasia lagi, masih banyak sekolah kita yang minim fasilitas. Ini pun harus segera dibenahi. Semakin lengkap fasilitas sebuah sekolah, maka semakin memungkinkan para guru untuk bisa mengajar secara lebih kreatif dan variatif, yang pada gilirannya bakal pula memicu daya kreativitas para peserta didik.
(wib)