Disabilitas
A
A
A
Dinna Wisnu PhD
Pengamat Hubungan Internasional
@dinnawisnu
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) membuka Asian Para Games 2018 hari Minggu lalu. Peristiwa olahraga ini berbeda dengan ajang perlombaan pada umumnya karena diikuti oleh para penyandang disabilitas dari seluruh Asia.
Ajang olahraga ini juga tidak menargetkan untuk melakukan kompetisi dengan ketat seperti memecahkan rekor olahraga dunia, tetapi lebih mendorong para penyandang disabilitas untuk berprestasi sesuai dengan keterbatasan mereka.
Ada dua peluang yang kita dapatkan sebagai tuan rumah ajang olahraga untuk para penyandang disabilitas ini. Pertama adalah sebagai sarana diplomasi meningkatkan citra negara yang peduli disabilitas dan penyadaran kepedulian tersebut kepada masyarakat yang lebih luas.
Kedua, hal tersebut membuka peluang menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan accessible tourism (artinya turisme yang ramah disabilitas).
Olahraga pada saat ini sudah melampaui fungsinya dan tidak hanya sebagai sarana untuk menyehatkan jasmani, tetapi juga menjadi pasar dan alat diplomasi antara negara. Cabang-cabang olahraga tertentu sudah menjadi industri yang mendunia.
Teknologi informasi membantu menghubungkan para pemain dengan para pendukungnya di berbagai belahan dunia. Olahraga melampaui batas-batas ideologi, nasionalisme, dan politik.
Oleh sebab itu, olahraga menjadi alat atau sarana yang paling efisien dan efektif untuk mempromosikan nilai-nilai universal seperti kesetaraan, hak asasi manusia (HAM), dan nilai-nilai lokal seperti keramahtamahan, sistem adat, sistem kepercayaan, kearifan lokal, dan sebagainya. Olahraga tidak lagi sekadar kompetisi, tetapi juga menjadi sarana untuk mengatur perilaku manusia untuk menjadi lebih baik.
Fair Play misalnya pada 1997 meluncurkan kampanye “different color, one game”. Kampanye ini diluncurkan untuk mengatasi perilaku diskriminatif terhadap para pemain asing yang mendapatkan tindak perundungan dari para pendukung.
PBB juga memasukkan olahraga ke dalam agenda untuk pembangunan dan perdamaian pada 2001. Sekjen PBB pada 2003 membangun sumber dan platform online sportanddev.org untuk memajukan misi PBB dalam mencari “bagaimana olahraga dapat digunakan sebagai alat untuk mengatasi beberapa tantangan yang muncul dari krisis kemanusiaan hingga konflik dan pengaturan pascakonflik. ”
Ajang Para Games juga memiliki semangat yang sama. Perlombaan olahraga untuk para difabel lebih bertujuan untuk memberdayakan sekaligus mempromosikan sportivitas dan nilai-nilai perdamaian. Kompetisi Para Games mendorong agar para atlet mencapai keunggulan olahraga dan menginspirasi dan membangkitkan dunia.
Perlombaan ini juga mendorong agar warga difabel di seluruh dunia dapat lebih berpartisipasi, terbuka, dan terlibat dengan yang lain untuk saling menguatkan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah populasi disabilitas di dunia saat ini sekitar 1 miliar orang atau 15% dari populasi dunia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang mengalami beberapa bentuk disabilitas.
Jumlah disabilitas di negara berkembang lebih besar karena masalah kemiskinan. Seperlima dari perkiraan total global, atau antara 110 juta hingga 190 juta orang, mengalami disabilitas yang signifikan. Mereka terpapar akan risiko lebih tersingkirkan akibat kemiskinan dibandingkan kelompok yang lain karena umumnya memiliki pendidikan yang kurang, akses kesehatan yang lebih buruk, dan tingkat penghasilan yang lebih rendah.
Beberapa penelitian menemukan bahwa ada banyak hambatan untuk inklusi sosial dan ekonomi penuh penyandang disabilitas. Bahkan istilah “disabilitas” muncul karena masyarakat di sekitarnya gagal memberikan suasana inklusif yang memenuhi kebutuhan khusus mereka itu.
Hambatan-hambatan itu termasuk sulitnya mendapatkan akses-akses dari lingkungan fisik seperti transportasi, sanitasi umum, dan fasilitas publik lainnya. Mereka belum mendapat bantuan secara maksimal dari kemajuan teknologi atau pendidikan, masih terjadi kesenjangan dalam pemberian layanan, prasangka diskriminatif, dan stigma dalam masyarakat.
Beberapa penelitian menemukan bahwa Ajang Olahraga Disabilitas lebih banyak bermanfaat di negara penyelenggara. Manfaat yang penting adalah meningkatkan kesadaran disabilitas di antara kaum muda.
Mereka belajar tentang perbedaan yang jumlahnya sangat bervariasi di tengah masyarakat dan saat menerima perbedaan itu maka kaum muda menjadi lebih sadar dan berpeluang untuk menjadi agen perdamaian di masa depan (Ginger Smith, 2008).
Kesadaran yang kuat akan disabilitas dalam sebuah negara juga dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi negara. Satu di antaranya menciptakan accessible tourism. Accessible tourism adalah upaya penciptaan pariwisata yang secara berkelanjutan memastikan bahwa tujuan wisata, produk, dan layanan dapat diakses oleh semua orang termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, disabilitas, atau telah lanjut usia.
Mereka yang disabilitas dapat lebih luas yaitu mencakup penduduk dengan usia lanjut. Semakin tua usia penduduk maka semakin besar pula jumlah penduduk yang masuk dalam kategori disabilitas.
WHO (2012) menjelaskan bahwa antara 2000 dan 2050 populasi dunia akan dihuni oleh orang yang usianya lebih dari 60 tahun. Jumlah mereka akan berlipat ganda dari 11% menjadi 22%. Para penyandang disabilitas dan manula adalah penerima manfaat langsung accessible tourism.
Beberapa negara seperti Spanyol dan Australia adalah negara-negara yang telah mempersiapkan diri untuk membangun industri untuk para disabilitas. Penyandang disabilitas ini terutama berasal dari Eropa yang memiliki populasi penduduk usia lanjut paling tinggi di dunia.
Mereka yang menyiapkan negaranya sebagai negara tujuan yang ramah terhadap penyandang disabilitas; berlomba-lomba menarik perhatian. Misalnya dengan menyediakan lokasi wisata yang akan menimbulkan pengalaman yang tidak terlupakan, tempat tinggal atau hotel yang memudahkan penyandang disabilitas untuk bergerak bebas.
Indonesia berpeluang untuk berkompetisi dalam industri accessible tourism tersebut. Pengintegrasian ekonomi disabilitas dan pembangunan infrastruktur untuk mereka pada akhirnya bisa berjalan bersama.
Pembangunan infrastruktur untuk disabilitas pada akhirnya juga tidak membebani pemerintahan pusat atau daerah karena infrastruktur itu juga dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan melalui accessible tourism tersebut.
Pengamat Hubungan Internasional
@dinnawisnu
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) membuka Asian Para Games 2018 hari Minggu lalu. Peristiwa olahraga ini berbeda dengan ajang perlombaan pada umumnya karena diikuti oleh para penyandang disabilitas dari seluruh Asia.
Ajang olahraga ini juga tidak menargetkan untuk melakukan kompetisi dengan ketat seperti memecahkan rekor olahraga dunia, tetapi lebih mendorong para penyandang disabilitas untuk berprestasi sesuai dengan keterbatasan mereka.
Ada dua peluang yang kita dapatkan sebagai tuan rumah ajang olahraga untuk para penyandang disabilitas ini. Pertama adalah sebagai sarana diplomasi meningkatkan citra negara yang peduli disabilitas dan penyadaran kepedulian tersebut kepada masyarakat yang lebih luas.
Kedua, hal tersebut membuka peluang menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan accessible tourism (artinya turisme yang ramah disabilitas).
Olahraga pada saat ini sudah melampaui fungsinya dan tidak hanya sebagai sarana untuk menyehatkan jasmani, tetapi juga menjadi pasar dan alat diplomasi antara negara. Cabang-cabang olahraga tertentu sudah menjadi industri yang mendunia.
Teknologi informasi membantu menghubungkan para pemain dengan para pendukungnya di berbagai belahan dunia. Olahraga melampaui batas-batas ideologi, nasionalisme, dan politik.
Oleh sebab itu, olahraga menjadi alat atau sarana yang paling efisien dan efektif untuk mempromosikan nilai-nilai universal seperti kesetaraan, hak asasi manusia (HAM), dan nilai-nilai lokal seperti keramahtamahan, sistem adat, sistem kepercayaan, kearifan lokal, dan sebagainya. Olahraga tidak lagi sekadar kompetisi, tetapi juga menjadi sarana untuk mengatur perilaku manusia untuk menjadi lebih baik.
Fair Play misalnya pada 1997 meluncurkan kampanye “different color, one game”. Kampanye ini diluncurkan untuk mengatasi perilaku diskriminatif terhadap para pemain asing yang mendapatkan tindak perundungan dari para pendukung.
PBB juga memasukkan olahraga ke dalam agenda untuk pembangunan dan perdamaian pada 2001. Sekjen PBB pada 2003 membangun sumber dan platform online sportanddev.org untuk memajukan misi PBB dalam mencari “bagaimana olahraga dapat digunakan sebagai alat untuk mengatasi beberapa tantangan yang muncul dari krisis kemanusiaan hingga konflik dan pengaturan pascakonflik. ”
Ajang Para Games juga memiliki semangat yang sama. Perlombaan olahraga untuk para difabel lebih bertujuan untuk memberdayakan sekaligus mempromosikan sportivitas dan nilai-nilai perdamaian. Kompetisi Para Games mendorong agar para atlet mencapai keunggulan olahraga dan menginspirasi dan membangkitkan dunia.
Perlombaan ini juga mendorong agar warga difabel di seluruh dunia dapat lebih berpartisipasi, terbuka, dan terlibat dengan yang lain untuk saling menguatkan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah populasi disabilitas di dunia saat ini sekitar 1 miliar orang atau 15% dari populasi dunia. Mereka adalah kelompok masyarakat yang mengalami beberapa bentuk disabilitas.
Jumlah disabilitas di negara berkembang lebih besar karena masalah kemiskinan. Seperlima dari perkiraan total global, atau antara 110 juta hingga 190 juta orang, mengalami disabilitas yang signifikan. Mereka terpapar akan risiko lebih tersingkirkan akibat kemiskinan dibandingkan kelompok yang lain karena umumnya memiliki pendidikan yang kurang, akses kesehatan yang lebih buruk, dan tingkat penghasilan yang lebih rendah.
Beberapa penelitian menemukan bahwa ada banyak hambatan untuk inklusi sosial dan ekonomi penuh penyandang disabilitas. Bahkan istilah “disabilitas” muncul karena masyarakat di sekitarnya gagal memberikan suasana inklusif yang memenuhi kebutuhan khusus mereka itu.
Hambatan-hambatan itu termasuk sulitnya mendapatkan akses-akses dari lingkungan fisik seperti transportasi, sanitasi umum, dan fasilitas publik lainnya. Mereka belum mendapat bantuan secara maksimal dari kemajuan teknologi atau pendidikan, masih terjadi kesenjangan dalam pemberian layanan, prasangka diskriminatif, dan stigma dalam masyarakat.
Beberapa penelitian menemukan bahwa Ajang Olahraga Disabilitas lebih banyak bermanfaat di negara penyelenggara. Manfaat yang penting adalah meningkatkan kesadaran disabilitas di antara kaum muda.
Mereka belajar tentang perbedaan yang jumlahnya sangat bervariasi di tengah masyarakat dan saat menerima perbedaan itu maka kaum muda menjadi lebih sadar dan berpeluang untuk menjadi agen perdamaian di masa depan (Ginger Smith, 2008).
Kesadaran yang kuat akan disabilitas dalam sebuah negara juga dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi negara. Satu di antaranya menciptakan accessible tourism. Accessible tourism adalah upaya penciptaan pariwisata yang secara berkelanjutan memastikan bahwa tujuan wisata, produk, dan layanan dapat diakses oleh semua orang termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, disabilitas, atau telah lanjut usia.
Mereka yang disabilitas dapat lebih luas yaitu mencakup penduduk dengan usia lanjut. Semakin tua usia penduduk maka semakin besar pula jumlah penduduk yang masuk dalam kategori disabilitas.
WHO (2012) menjelaskan bahwa antara 2000 dan 2050 populasi dunia akan dihuni oleh orang yang usianya lebih dari 60 tahun. Jumlah mereka akan berlipat ganda dari 11% menjadi 22%. Para penyandang disabilitas dan manula adalah penerima manfaat langsung accessible tourism.
Beberapa negara seperti Spanyol dan Australia adalah negara-negara yang telah mempersiapkan diri untuk membangun industri untuk para disabilitas. Penyandang disabilitas ini terutama berasal dari Eropa yang memiliki populasi penduduk usia lanjut paling tinggi di dunia.
Mereka yang menyiapkan negaranya sebagai negara tujuan yang ramah terhadap penyandang disabilitas; berlomba-lomba menarik perhatian. Misalnya dengan menyediakan lokasi wisata yang akan menimbulkan pengalaman yang tidak terlupakan, tempat tinggal atau hotel yang memudahkan penyandang disabilitas untuk bergerak bebas.
Indonesia berpeluang untuk berkompetisi dalam industri accessible tourism tersebut. Pengintegrasian ekonomi disabilitas dan pembangunan infrastruktur untuk mereka pada akhirnya bisa berjalan bersama.
Pembangunan infrastruktur untuk disabilitas pada akhirnya juga tidak membebani pemerintahan pusat atau daerah karena infrastruktur itu juga dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan melalui accessible tourism tersebut.
(poe)