KPI Terbitkan Surat Edaran Peliputan Bencana, Ini Aturannya
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Yuliandre Darwis menerbitkan Surat Edaran tentang Peliputan Bencana pada Lembaga Penyiaran.
Surat bernomor 515/K/KPI/31.2/10/2018 ini diterbitkan pada 1 Oktober 2018 kepada para direktur lembaga penyiaran televisi, atau tiga hari setelah bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Dalam suirat tersebut, KPI meminta agar seluruh lembaga penyiaran televisi untuk memperhatikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI tahun 2012.
Adapun pedoman tersebut berisi tentang kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program jurnalistik.
"Antara lain wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat," kata Yuliandre dalam suratnya.
Lembaga penyiaran dilarang untuk menampilkan pemberitaan yang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian, mewawancarai anak dibawah umur sebagai narasumber.
Lembaga penyiaran juga dilarang untuk menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up dan/atau menampilkan gambar luka berat, darah dan/atau potongan organ tubuh.
"Wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah," katanya.
Melalui keterangan tertulisnya, Yuliandre mengajak lembaga penyiaran untuk mendorong penyaraian yang sehat.
Menurut dia, berita penjarahan yang diulang-ulang, begitu juga denan pengulangan berita kondisi bencana yang sangat menakutkan akan menimbulkan keresahan.
"Mohon kita eliminasi untuk kebaikan. Semoga Kita mampu meringankan beban Masyarakat di Sulawesi Tengah," kata Yuliandre.
Surat bernomor 515/K/KPI/31.2/10/2018 ini diterbitkan pada 1 Oktober 2018 kepada para direktur lembaga penyiaran televisi, atau tiga hari setelah bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Dalam suirat tersebut, KPI meminta agar seluruh lembaga penyiaran televisi untuk memperhatikan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran KPI tahun 2012.
Adapun pedoman tersebut berisi tentang kewajiban dan batasan dalam menayangkan peliputan bencana atau musibah pada program jurnalistik.
"Antara lain wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat," kata Yuliandre dalam suratnya.
Lembaga penyiaran dilarang untuk menampilkan pemberitaan yang menambah penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat dengan cara memaksa, menekan, dan/atau mengintimidasi untuk diwawancarai dan/atau menampilkan gambar dan/atau suara saat-saat menjelang kematian, mewawancarai anak dibawah umur sebagai narasumber.
Lembaga penyiaran juga dilarang untuk menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dengan close up dan/atau menampilkan gambar luka berat, darah dan/atau potongan organ tubuh.
"Wajib menampilkan narasumber kompeten dan terpercaya dalam menjelaskan peristiwa bencana secara ilmiah," katanya.
Melalui keterangan tertulisnya, Yuliandre mengajak lembaga penyiaran untuk mendorong penyaraian yang sehat.
Menurut dia, berita penjarahan yang diulang-ulang, begitu juga denan pengulangan berita kondisi bencana yang sangat menakutkan akan menimbulkan keresahan.
"Mohon kita eliminasi untuk kebaikan. Semoga Kita mampu meringankan beban Masyarakat di Sulawesi Tengah," kata Yuliandre.
(dam)