Pemerintah Perluas Insentif Pajak Investasi
A
A
A
PEMERINTAH baru menyadari ternyata insentif pajak untuk investasi tidak terlalu menarik bagi investor. Melalui kementerian dan lembaga terkait sedang disiapkan perluasan insentif pajak terkait investasi. Meski aturan baru tersebut dalam finalisasi, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, sedikit membocorkan bahwa insentif pajak yang dikoreksi adalah menyangkuttax holiday. Sebelumnya, kebijakantax holidaysudah direvisi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35 Tahun 2018 menggantikan PMK Nomor 105 Tahun 2015. Dalam aturan terbaru menetapkan subjektax holiday bukan lagi wajib pajak baru tetapi penanaman modal baru.
Terlepas dari rencana pemerintah menerbitkan kebijakan terkait perluasana insentif pajak untuk investasi, realisasi investasi sepanjang semester I 2018 mengalami pelambatan pertumbuhan. Adapun realisasi investasi untuk periode Januari hingga Juni 2018 tercatat sebesar Rp 361,6 triliun. Bila dibandingkan realisasi investasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 336,7 triliun mengalami pertumbuhan sekitar 7,4%. Walau angka realisasi naik namun pertumbuhannya melambat dibanding semester pertama 2017 yang tercatat sekitar 12,9%.
Tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan realisasi investasi sepanjang semester satu perlu mendapat perhatian serius. Tengok saja, realisasi investasi pada kuartal kedua 2018 tercatat sebesar Rp 176,3 triliun atau terjadi penurunan dibandingkan realisasi penanaman modal pada triwulan pertama yang tercetak sebesar Rp 185,3 triliun. Pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meyakini faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan gejolak pasar modal menjadi biang penurunan realisasi invetasi dalam enam bulan terakhir ini.
Selain itu, faktor eksternal secara psikologis juga turut memberi andil melambatnya realisasi penanaman modal terutama dari investor asing. Berawal dari perang dagang antara AS dan China yang semakin memanas, gejolak ekonomi sejumlah negara di antaranya Turki dan Argentina yang berpengaruh besar terhadap perekonomian global. Dampaknya, para investor asing memilih menahan diri untuk berinvestasi ke berbagai negara tidak terkecuali investasi ke Indonesia ikut tertunda. Meski situasi tidak kondusif namun pihak BKPM meyakini para investor masih berkomitmen menanamkan modal di negeri ini. Investor asing memilihwait and seesebelum bertindak lebih jauh.
Penurunan realisasi investasi pada periode April hingga Juni 2018 dipicu melambatnya realisasi penanaman modal asing (PMA) dari sebesar Rp 109,9 triliun pada kuartal pertama 2018 menjadi sebesar Rp 95,7 triliun pada kuartal kedua 2018 atau turun sekitar 12,9%. Sebaliknya, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) justru membukukan kenaikan sekitar 32,1% dari sebesar Rp 61 triliun pada triwulan pertama 2018 menjadi sebesar Rp 80,6 triliun pada kuartla kedua 2018.
Penurunan realisasi investasi PMA, oleh pihak BKPM diakui sebagai penurunan realisasi yang pertama terjadi sejak 2013. Dari data BKPM terungkap penurunan realisasi PMA paling besar dikontribusi oleh Korea Selatan dari sebesar USD 900 juta menjadi sebesar USD 250 juta, menyusul Jepang dari sebesar USD 1,4 miliar menjadi sebesar USD 1 miliar, diikuti Singapura dari sebesar USD 2,6 miliar menjadi sebesar USD 2,4 miliar. Penurunan realisasi investasi Korea Selatan membuat Negeri Ginseng itu terlempar dari lima negara dengan investasi paling besar di Indonesia.
Sementara itu, Singapura tetap menempati urutan pertama realisasi PMA teratas di Indonesia dengan pangsa sekitar 33,5%. Posisi kedua diraih Jepang sekitar 14,4%, lalu Tiongkok sekitar 9,4% di level ketiga. Adapun Hongkong sekitar 8,2% dan Malaysia sekitar 5,3% diposisi keempat dan kelima. Sisanya yang mencapai sekitar 29,2% berasal dari sejumlah negara.
Apakah pelemahan realisasi investasi bakal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia? Baik Bank Indonesia (BI) maupun Bank Dunia belum memberikan pernyataan spesifik seputar pelambatan realisasi investasi tahun ini, namun kedua lembaga tersebut hanya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,2% atau lebih rendah dari target yang dipatok pemerintah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi versi BI diakui dibawah potensi pertumbuhan yang ada. Sejumlah metode pengukuran yang dilakukan BI menunjukkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,6% hingga 6%. Karena itu, aturan perluasan insentif pajak untuk investasi diharapkan bisa menjadi “vitamin” baru untuk kondisi dan situasi dalam berinvestasi saat ini di Indonesia.
Terlepas dari rencana pemerintah menerbitkan kebijakan terkait perluasana insentif pajak untuk investasi, realisasi investasi sepanjang semester I 2018 mengalami pelambatan pertumbuhan. Adapun realisasi investasi untuk periode Januari hingga Juni 2018 tercatat sebesar Rp 361,6 triliun. Bila dibandingkan realisasi investasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 336,7 triliun mengalami pertumbuhan sekitar 7,4%. Walau angka realisasi naik namun pertumbuhannya melambat dibanding semester pertama 2017 yang tercatat sekitar 12,9%.
Tak bisa dipungkiri bahwa perkembangan realisasi investasi sepanjang semester satu perlu mendapat perhatian serius. Tengok saja, realisasi investasi pada kuartal kedua 2018 tercatat sebesar Rp 176,3 triliun atau terjadi penurunan dibandingkan realisasi penanaman modal pada triwulan pertama yang tercetak sebesar Rp 185,3 triliun. Pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meyakini faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan gejolak pasar modal menjadi biang penurunan realisasi invetasi dalam enam bulan terakhir ini.
Selain itu, faktor eksternal secara psikologis juga turut memberi andil melambatnya realisasi penanaman modal terutama dari investor asing. Berawal dari perang dagang antara AS dan China yang semakin memanas, gejolak ekonomi sejumlah negara di antaranya Turki dan Argentina yang berpengaruh besar terhadap perekonomian global. Dampaknya, para investor asing memilih menahan diri untuk berinvestasi ke berbagai negara tidak terkecuali investasi ke Indonesia ikut tertunda. Meski situasi tidak kondusif namun pihak BKPM meyakini para investor masih berkomitmen menanamkan modal di negeri ini. Investor asing memilihwait and seesebelum bertindak lebih jauh.
Penurunan realisasi investasi pada periode April hingga Juni 2018 dipicu melambatnya realisasi penanaman modal asing (PMA) dari sebesar Rp 109,9 triliun pada kuartal pertama 2018 menjadi sebesar Rp 95,7 triliun pada kuartal kedua 2018 atau turun sekitar 12,9%. Sebaliknya, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) justru membukukan kenaikan sekitar 32,1% dari sebesar Rp 61 triliun pada triwulan pertama 2018 menjadi sebesar Rp 80,6 triliun pada kuartla kedua 2018.
Penurunan realisasi investasi PMA, oleh pihak BKPM diakui sebagai penurunan realisasi yang pertama terjadi sejak 2013. Dari data BKPM terungkap penurunan realisasi PMA paling besar dikontribusi oleh Korea Selatan dari sebesar USD 900 juta menjadi sebesar USD 250 juta, menyusul Jepang dari sebesar USD 1,4 miliar menjadi sebesar USD 1 miliar, diikuti Singapura dari sebesar USD 2,6 miliar menjadi sebesar USD 2,4 miliar. Penurunan realisasi investasi Korea Selatan membuat Negeri Ginseng itu terlempar dari lima negara dengan investasi paling besar di Indonesia.
Sementara itu, Singapura tetap menempati urutan pertama realisasi PMA teratas di Indonesia dengan pangsa sekitar 33,5%. Posisi kedua diraih Jepang sekitar 14,4%, lalu Tiongkok sekitar 9,4% di level ketiga. Adapun Hongkong sekitar 8,2% dan Malaysia sekitar 5,3% diposisi keempat dan kelima. Sisanya yang mencapai sekitar 29,2% berasal dari sejumlah negara.
Apakah pelemahan realisasi investasi bakal berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia? Baik Bank Indonesia (BI) maupun Bank Dunia belum memberikan pernyataan spesifik seputar pelambatan realisasi investasi tahun ini, namun kedua lembaga tersebut hanya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,2% atau lebih rendah dari target yang dipatok pemerintah. Proyeksi pertumbuhan ekonomi versi BI diakui dibawah potensi pertumbuhan yang ada. Sejumlah metode pengukuran yang dilakukan BI menunjukkan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,6% hingga 6%. Karena itu, aturan perluasan insentif pajak untuk investasi diharapkan bisa menjadi “vitamin” baru untuk kondisi dan situasi dalam berinvestasi saat ini di Indonesia.
(mhd)