Kemitraan Dagang Australia-Indonesia
A
A
A
PEMERINTAH sedang berusaha mengadang laju impor untuk 900 komoditas. Langkah tersebut ditempuh guna menahan defisit neraca transaksi berjalan yang makin dalam.
Namun, di sisi lain pemerintah segera membuka pintu lebar-lebar untuk berbagai produk dari Australia. Tak kurang dari 10.252 barang impor dari Negeri Kanguru yang akan menikmati pembebasan bea masuk di Indonesia.
Mengapa pemerintah menerapkan standar ganda dalam urusan perdagangan internasional? Ternyata kebijakan tersebut sebagai realisasi dari kesepakakatan Indonesia-Australia dalam bidang perdagangan yang lebih dikenal dengan sebutan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
Dalam perjanjian yang sudah digagas sejak 13 tahun lalu kedua negara bersepakat di antaranya membebaskan bea masuk sejumlah barang impor. Sebaliknya, pemerintah Australia bakal mengeliminasi sebanyak 6.474 post tarif bea masuk menjadi 0% pada saat implementasi IA-CEPA.
Sejumlah produk yang dapat menikmati bea masuk 0%, di antaranya produk otomotif seperti mobil, sepeda motor, produk tekstil, peralatan elektronik, permesinan, karet dan turunannya seperti ban, dan masih banyak barang kebutuhan sehari-hari bagi warga Australia.
Sejak awal 2018, kedua pihak telah mengintensifkan penyelesaian IA-CEPA yang dilanjutkan finalisasi penyelesaian di tingkat ketua kelompok perunding pada awal Agustus 2018. Dan, kedua negara berharap sudah dilakukan penandatanganan perjanjian bilateral pada November 2018.
Walau kesepakatan perjanjian bilateral sudah ditandatangani tidak berarti barang-barang impor yang sudah disepakati masuk dalam klausul perjanjian serta merta dibebaskan bea masuknya. Pasalnya, perjanjian tersebut masih harus melalui proses lebih lanjut yakni proses ratifikasi.
Proses tersebut membutuhkan waktu sekitar enam bulan sebelum kesepakatan perjanjian itu diimplementasikan. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menandatangani deklarasi penyelesaiaan IA-CEPA pada akhir Agustus lalu.
Pemerintah meyakini sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Imam Pambagyo, kemitraan Indonesia-Australia akan memperkuat hubungan ekonomi kedua negara dalam jangka waktu yang panjang.
Sekadar menyegarkan ingatan bahwa proses menuju terbentuknya IA-CEPA diawali berbagai perundingan serius untuk saling bekerja sama yang menguntungkan kedua pihak. Pada 2005, petinggi kedua negara menyepakati Joint Declaration of Comprehensive Economic Partnership.
Lalu dilanjutkan penyusunan studi kelayakan antara pemerintah, pihak swasta dan akademisi kedua negara sepanjang 2007 hingga 2009. Setahun kemudian diluncurkan perundingan IA-CEPA sampai Juli 2012. Sejak awal 2018 perundingan semakin mengerucut dan puncaknya pada akhir Agustus lalu mencapai finalisasi penyelesaian di tingkat ketua kelompok perunding. Harapannya, dua bulan ke dapan sudah terjadi penandatanganan perjanjian bilateral.
Apa nilai lebih bagi Indonesia? Rupanya, IA-CEPA adalah CEPA kedua setelah perjanjian dengan pihak Jepang yang bertajuk IJEPA yang ditandatangani pada 10 tahun yang lalu. Dalam keterangan pemerintah yang dirilis ke publik bahwa CEPA dengan Australia bukan sekadar perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) biasa.
Pasalnya, CEPA kali ini adalah sebuah kemitraan komprehensif. Artinya, tidak hanya berisi perjanjian perdagangan barang, jasa dan investasi tapi juga kerja sama ekonomi yang lebih luas. Tengok saja, kemitraan tersebut juga meliputivocational education training, pendidikan tinggi hingga sektor kesehatan. Pada intinya kemitraan tersebut akan melahirkaneconomic poerhousedi kawasan sebagai wujud penggabungan kekuatan kedua negara.
Selain itu, dampak terhadap iklim investasi dengan direalisasikannya IA-CEPA tidak hanya mencetak peluang investasi baru tetapi akan membuat iklim investasi yang lebih kondusif. Sebagai gambaran, jumlah Foreign Direct Investment (FDI) Australia di Indonesia tercatat sebesar USD513 juta pada tahun lalu. Meliputi bidang pertambangan, tanaman pangan dan perkebunan, industri logam dasar dan barang logam, serta restoran dan hotel.
Dengan diimplementasikan IA-CEPA memberi peluang dan kemudahan investor Australia pada berbagai sektor seperti jasa keuangan, rumah sakit dan agribisnis. Meski terbuka berinvestasi pada sektor strategis, pemeritah tidak khawatir karena tetap memiliki kontrol atas investasi asing melalui peraturan daftar negatif investasi.
Sebaliknya, bagaimana kesiapan pihak pemerintah dan swasta nasional memanfaatkan pasar Australia? Kita berharap jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar empuk bagi Australia.
Namun, di sisi lain pemerintah segera membuka pintu lebar-lebar untuk berbagai produk dari Australia. Tak kurang dari 10.252 barang impor dari Negeri Kanguru yang akan menikmati pembebasan bea masuk di Indonesia.
Mengapa pemerintah menerapkan standar ganda dalam urusan perdagangan internasional? Ternyata kebijakan tersebut sebagai realisasi dari kesepakakatan Indonesia-Australia dalam bidang perdagangan yang lebih dikenal dengan sebutan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
Dalam perjanjian yang sudah digagas sejak 13 tahun lalu kedua negara bersepakat di antaranya membebaskan bea masuk sejumlah barang impor. Sebaliknya, pemerintah Australia bakal mengeliminasi sebanyak 6.474 post tarif bea masuk menjadi 0% pada saat implementasi IA-CEPA.
Sejumlah produk yang dapat menikmati bea masuk 0%, di antaranya produk otomotif seperti mobil, sepeda motor, produk tekstil, peralatan elektronik, permesinan, karet dan turunannya seperti ban, dan masih banyak barang kebutuhan sehari-hari bagi warga Australia.
Sejak awal 2018, kedua pihak telah mengintensifkan penyelesaian IA-CEPA yang dilanjutkan finalisasi penyelesaian di tingkat ketua kelompok perunding pada awal Agustus 2018. Dan, kedua negara berharap sudah dilakukan penandatanganan perjanjian bilateral pada November 2018.
Walau kesepakatan perjanjian bilateral sudah ditandatangani tidak berarti barang-barang impor yang sudah disepakati masuk dalam klausul perjanjian serta merta dibebaskan bea masuknya. Pasalnya, perjanjian tersebut masih harus melalui proses lebih lanjut yakni proses ratifikasi.
Proses tersebut membutuhkan waktu sekitar enam bulan sebelum kesepakatan perjanjian itu diimplementasikan. Sebelumnya, Kementerian Perdagangan telah menandatangani deklarasi penyelesaiaan IA-CEPA pada akhir Agustus lalu.
Pemerintah meyakini sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Imam Pambagyo, kemitraan Indonesia-Australia akan memperkuat hubungan ekonomi kedua negara dalam jangka waktu yang panjang.
Sekadar menyegarkan ingatan bahwa proses menuju terbentuknya IA-CEPA diawali berbagai perundingan serius untuk saling bekerja sama yang menguntungkan kedua pihak. Pada 2005, petinggi kedua negara menyepakati Joint Declaration of Comprehensive Economic Partnership.
Lalu dilanjutkan penyusunan studi kelayakan antara pemerintah, pihak swasta dan akademisi kedua negara sepanjang 2007 hingga 2009. Setahun kemudian diluncurkan perundingan IA-CEPA sampai Juli 2012. Sejak awal 2018 perundingan semakin mengerucut dan puncaknya pada akhir Agustus lalu mencapai finalisasi penyelesaian di tingkat ketua kelompok perunding. Harapannya, dua bulan ke dapan sudah terjadi penandatanganan perjanjian bilateral.
Apa nilai lebih bagi Indonesia? Rupanya, IA-CEPA adalah CEPA kedua setelah perjanjian dengan pihak Jepang yang bertajuk IJEPA yang ditandatangani pada 10 tahun yang lalu. Dalam keterangan pemerintah yang dirilis ke publik bahwa CEPA dengan Australia bukan sekadar perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) biasa.
Pasalnya, CEPA kali ini adalah sebuah kemitraan komprehensif. Artinya, tidak hanya berisi perjanjian perdagangan barang, jasa dan investasi tapi juga kerja sama ekonomi yang lebih luas. Tengok saja, kemitraan tersebut juga meliputivocational education training, pendidikan tinggi hingga sektor kesehatan. Pada intinya kemitraan tersebut akan melahirkaneconomic poerhousedi kawasan sebagai wujud penggabungan kekuatan kedua negara.
Selain itu, dampak terhadap iklim investasi dengan direalisasikannya IA-CEPA tidak hanya mencetak peluang investasi baru tetapi akan membuat iklim investasi yang lebih kondusif. Sebagai gambaran, jumlah Foreign Direct Investment (FDI) Australia di Indonesia tercatat sebesar USD513 juta pada tahun lalu. Meliputi bidang pertambangan, tanaman pangan dan perkebunan, industri logam dasar dan barang logam, serta restoran dan hotel.
Dengan diimplementasikan IA-CEPA memberi peluang dan kemudahan investor Australia pada berbagai sektor seperti jasa keuangan, rumah sakit dan agribisnis. Meski terbuka berinvestasi pada sektor strategis, pemeritah tidak khawatir karena tetap memiliki kontrol atas investasi asing melalui peraturan daftar negatif investasi.
Sebaliknya, bagaimana kesiapan pihak pemerintah dan swasta nasional memanfaatkan pasar Australia? Kita berharap jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar empuk bagi Australia.
(thm)