Menjadi Guru Pembelajar

Jum'at, 07 September 2018 - 08:00 WIB
Menjadi Guru Pembelajar
Menjadi Guru Pembelajar
A A A
Imam Safe’i
Direktur Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama RI

Sedikit Membaca Sedikit Lupa, Banyak Membaca Banyak Lupa, Tidak Pernah Membaca Tidak Ada yang Dilupakan.

Apa yang terjadi dan yang kita alami hari ini hampir tidak pernah kita bayangkan sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu. Demikian juga kita belum bisa membayangkan dengan pasti apa yang akan terjadi sepuluh atau dua puluh tahun yang akan datang. Perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, gaya hidup, kebijakan-kebijakan global, dan mobilitas penduduk bumi terjadi begitu cepat.

Ini semua adalah misteri-misteri perubahan yang akan menjadi tantangan-tantangan riil di masa yang akan datang yang harus direspons oleh para pemerhati dan pelaku pendidikan. Tidak masalah kita beromantisme dengan masa lalu, tetapi merespons untuk mengantisipasi dan menjawab tantangan masa depan adalah lebih penting.

Pelbagai fenomena baru bisa kita lihat dan saksikan hari ini. Perubahan teknologi informasi terjadi cukup dahsyat. Tidak hanya bentuk dan modelnya, tetapi juga dampaknya sangat berpengaruh hampir pada seluruh sendi-sendi kehidupan. Dampak kemajuan teknologi ini merambah ke seluruh domain dan segmen masyarakat. Merambah wilayah kota maupun desa, usia tua maupun muda, strata sosial kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata. Respons terhadap perubahan ini tentu berbeda-beda. Ada di antara kita yang menyikapi dengan masa bodoh dan tergopoh-gopoh, tetapi ada pula yang sungguh-sungguh dengan selalu mencari nilai tambah dan manfaat dari kehadiran perubahan ini.

Di era digital seperti sekarang ini tantangan pendidikan berkembang menjadi lebih dinamis. Percepatan transformasi teknologi membuat guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber keilmuan dan pengetahuan. Generasi muda milenial dengan mudah berselancar di dunia maya untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan. Gambaran fakta memperlihatkan bahwa pengguna internet didominasi oleh generasi muda.

Data Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan, Indonesia sebagai negara dengan jumlah pengguna internet nomor lima terbesar di dunia dengan jumlah pengguna mencapai 147 juta orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 49% merupakan pengguna usia muda dengan rentang usia 19-34 tahun. Sementara hasil studi Kominfo menunjukkan bahwa 98% anak mengetahui internet dan 79,5% di antaranya pengguna internet. Bagi usia anak, penggunaan internet ini tidak lagi sebatas untuk bermain, tetapi juga menjadi sumber informasi.

Informasi dan media sosial dapat mengancam siapa saja. Demikian, pula sebaliknya, pemanfaatan yang tepat terhadap teknologi bisa berdampak positif terhadap penggunanya. Sejatinya, teknologi ibarat pisau, yang bisa digunakan untuk positif ataupun bisa membuat luka. Aspek positifnya karena dapat digunakan untuk mempermudah komunikasi dan bahkan dapat menjadi sumber dan sarana pembelajaran. Sementara sisi negatifnya, dunia maya juga menjadi sumber-sumber berita yang terkadang diwarnai pelbagai konten negatif seperti ujaran kebencian, informasi hoaks, fitnah, hingga sarana penyebaran ideologi radikal.

Dewasa ini akses terhadap internet semakin mudah dan murah. Penggunaan internet dulunya terbatas di kalangan tertentu khususnya kelas menengah dan masyarakat perkotaan. Internet hanya bisa diakses lewat komputer atau kalangan tertentu dan terbatas penggunaannya. Saat ini internet bisa diakses oleh siapa saja dengan mudah melalui gawai. Harga gawai yang semakin terjangkau membuat semua orang dari segala usia dan lapisan bisa memilikinya dengan relatif mudah.

Peran Pendidik
Pendidikan merupakan proses penting dalam pembentukan karakter dan perilaku manusia. Pendidikan bertujuan mengubah seseorang menjadi insan yang beradab, memiliki pengetahuan untuk kemaslahatan dalam menjalani kehidupan. Pendidikan tidak sekadar simbol semata, tetapi lebih jauh dari itu adalah transformasi nilai, karakter, dan pengetahuan. Hasil dari proses belajar tidak sekadar pada angka-angka, tetapi idealnya menjangkau pada pola berpikir, perilaku, dan karakter. Karena itu, proses pendidikan harus paralel dengan perkembangan zaman.

Pendidikan tidak hanya bisa mengaca masa lalu, tetapi harus lebih serius meneropong masa depan. Proses pendidikan dilakukan hari ini, tetapi produknya untuk masa depan. Dengan selalu memperhatikan perkembangan terkini dan proaktif melihat ke depan, proses ini akan membuat peserta didik tidak teralineasi dari dunianya dan zamannya.

Perkembangan teknologi menuntut insan pendidik memiliki kreativitas dalam mendidik. Jika dulu sumber pengetahuan identik dengan guru, kini hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Pelbagai informasi yang begitu cepat menyebar melalui media sosial juga dapat memperkaya pengetahuan peserta didik. Eksistensi teknologi membuat siswa dapat dengan mudah mengakses materi pelajaran di internet. Karena itu, pendidik sebagai sosok yang berperan dalam transformasi pengetahuan melalui pengajaran tidak boleh tertinggal dalam perkembangan teknologi informasi ini. Jika hal ini tidak menjadi perhatian serius para pendidik, bisa dipastikan banyak siswa lebih mengidolakan media sosial dalam mencari pengetahuan dibandingkan dengan gurunya.

Realitas sosial seperti ini mengharuskan guru untuk terus belajar dan melakukan pelbagai inovasi serta harus selalu meningkatkan pengayaan kompetensinya. Secara normatif, guru merupakan sosok yang diakui sebagai sumber ilmu pengetahuan. Untuk itu, sudah semestinya guru tidak berposisi pasif dalam menyikapi pelbagai perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sikap merasa cukup dengan kemampuan yang ada dan tidak mau meng-update atau meng-upgrade keilmuan akan merugikan peserta didik dan dirinya sendiri. Guru harus lebih aktif dan kreatif dalam membuat inovasi-inovasi pembelajaran. Pengayaan materi pembelajaran harus diiringi dengan metode-metode penyampaian yang menarik.

Guru Pembelajar
Pelbagai gambaran di atas mengisyaratkan bahwa seorang guru harus mau belajar dan mengikuti perkembangan zaman. Banyak hal yang dipelajari oleh para guru saat belajar dulu sudah tidak relevan dengan kebutuhan peserta didik hari ini. Kalau guru hanya bangga dengan pengalaman belajar masa lalunya, bisa dipastikan tidak akan menarik disajikan untuk model-model pembelajaran hari ini. Banyak fakta memperlihatkan seringkali guru tertinggal dengan anak didiknya karena hanya membandingkan pengalaman guru di masa lalu dengan pengalaman nyata anak didik di zaman sekarang.

Untuk itu, setidaknya ada dua aspek penting yang diperlukan. Pertama, guru harus memiliki kreativitas metodologis dalam mendidik siswa. Metode yang baik di masa dulu bisa jadi tidak relevan lagi di zaman sekarang. Karena itu, guru idealnya senantiasa terus-menerus memperbaharui teknik dan cara mendidik.

Metode yang baik akan menciptakan iklim pembelajaran yang Menantang, Merangsang, Menyenangkan, dan Manfaat (4 M). Model seperti ini sudah dapat dipastikan siswa akan betah belajar dan berlama-lama di sekolah. Sebaliknya, kalau iklim belajar monoton dan tidak menarik, siswa akan merasa bosan di sekolah. Akibat itu, mereka berharap guru yang demikian itu tidak hadir di sekolah. Dan, yang lebih tragis lagi, para peserta didik akan bersorak gembira jika ada pengumuman libur sekolah. Kenapa? Sekali lagi, karena di sekolah situasinya membosankan dan tidak menarik. Kedua, guru semestinya terus meningkatkan kompetensi keilmuan. Realitas terkini menunjukkan peserta didik sudah jauh lebih berkembang dalam mengakses informasi.

Sehingga guru harus mampu mengimbanginya dengan penguasaan teknologi yang memadai. Ikhtiar ini salah satunya dapat diwujudkan dengan kedekatan dengan dunia literasi. Dengan demikian, selain mengajar, guru seharusnya juga terus belajar. Visi mengajar seorang guru harus berperspektif masa depan, bukan masa lampau. Mungkin yang dilakukan selama ini sudah baik, tetapi sudah pasti yang dihadapi di masa depan terus berubah. Ada sebuah ungkapan yang relevan berikut ini untuk memotivasi kita terus belajar dan berubah, yaitu Anda sudah berada di posisi yang tepat, tetapi Anda akan tergilas jika diam di tempat.

Untuk memacu agar guru terus mau belajar atau menjadi guru pembelajar ini, Kementerian Agama dalam hal ini Direktorat Pendidikan Agama Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam telah me-launching Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PPKB). Dalam kesempatan di depan Instruktur Nasional dan Instruktur Provinsi Guru PAI dan Dosen PAI pada Perguruan Tinggi Umum (PTU) ini, Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan bahwa metode lebih penting daripada materi, namun guru lebih penting daripada metode, dan jiwa seorang guru lebih penting daripada guru itu sendiri (At-thoriqoh ahammu minal maadah, mudarrris ahammu minat thoriqoh, ruhul mudarris ahammu minal mudarris nafsih). Pengertian harfiah ini menyebutkan bahwa jiwa guru lebih penting daripada metode dan materi bahkan guru itu sendiri. Makna pentingnya semua ini adalah jiwa guru harus terus mau berubah ke arah yang lebih baik dengan menjadi guru pembelajar.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0846 seconds (0.1#10.140)