Sebuah Koreksi untuk Kepentingan Nasional

Rabu, 18 Juli 2018 - 07:02 WIB
Sebuah Koreksi untuk...
Sebuah Koreksi untuk Kepentingan Nasional
A A A
Bambang Soesatyo

Ketua DPR RI/ Kepala Badan Bela Negara FKPPI

JIKA konsisten me­rawat nasional­isme dan menjaga ke­pen­tingan nasio­nal, komunitas inter­nasional akan melihat Indonesia yang kuat dan kokoh. Itulah makna dari ke­berhasilan pemerintah men­do­rong Freeport McMoran mele­pas­kan posisi mayoritas pemilik­an­nya pada Freeport Indonesia dan prestasi gemilang yang diraih anak muda bernama Lalu Mohammad Zohri dari ajang lomba atletik inter­nasional.

Sepanjang pekan kedua Juli 2018 masyarakat di berbagai pelosok terus menyimak dua informasi yang menggem­bira­kan. Kedua informasi itu ber­hasil mencuri perhatian masya­ra­kat di tengah hiruk-pikuk in­formasi perkembangan politik tentang calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawa­pres) yang akan tampil pada ajang Pemilihan Presiden 2019.

Informasi pertama mulai disimak pada Rabu, 11 Juli 2018 malam, ketika hampir semua portal berita mengungkapkan keberhasilan atlet muda berusia 18 tahun, Lalu Mohammad Zohri, meraih prestasi gemilang yang membuat masyarakat Indonesia berbangga. Sebagai sprinter, Zohri mencatat sejarah dalam Kejuaraan Dunia Atletik U-20 yang berlangsung di Finlandia. Anak muda dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menjadi yang terbaik di nomor lari 100 meter putra. Pemuda desa itu mempersembahkan gelar pertama untuk Indonesia dari ajang bergengsi tersebut.

Sedikit sekali jumlah orang yang tahu saat Zohri bertolak ke Finlandia untuk berlomba. Dia bahkan mungkin sama sekali tidak masuk dalam perhitung­an. Namun, nasionalisme yang membara di dadanya men­do­rong Zohri untuk pergi ber­lomba. Dia pun berhasil tampil sebagai pemenang. Merah pu­tih berkibar dan Indonesia Raya dikumandangkan. Kini, pe­muda dari Dusun Karang Pengsor, Ke­camatan Pemenang, Kabu­pa­ten Lombok Utara, itu mem­buat masyarakat Indonesia boleh bertepuk dada karena memiliki seorang juara dunia.

Keesokan harinya, atau Kamis 12 Juli 2018, giliran pe­merintah mengumumkan pen­an­­d­atanganan head of agreement (HoA) antara PT Inalum (Per­sero) dan Freeport McMoran sebagai induk dari PT Freeport Indonesia (FI). HoA itu mem­buka jalan bagi pemerintah cq badan usaha milik negara meng­ambil posisi mayoritas untuk pemilikan FI di area per­tambangan Tembagapura dan sekitarnya. Informasi ini mem­buat banyak orang antusias dan optimistis.

Seperti diketahui, selama ini isu tentang Freeport di Indo­nesia selalu sensitif. Nasionalisme se­tiap warga negara selalu terusik. Sebab, selama setengah abad, Freeport McMoran dari Amerika Serikat—melalui anak usahanya, Freeport Indo­nesia— menguasai dan mengontrol kawasan pertambangan di dataran tinggi Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Freeport Indonesia me­nam­bang, memproses, dan me­lakukan eksplorasi bijih dengan kandungan tembaga, emas, dan perak dan memasarkan kon­sentrat ke seluruh penjuru dunia.

Freeport McMoran begitu saja membawa pergi hasil yang didapatnya dan selama puluhan tahun itu pula tidak peduli dengan ketertinggalan Papua. Memang, penguasaan Freeport McMoran yang nyaris mutlak atas Tembagapura adalah ke­salahan sejarah. Dan, kesalahan itu telah coba dikoreksi melalui HoA antara PT Inalum dengan Freeport McMoran.

Sekali lagi, di tengah hiruk-pikuk isu capres dan cawapres, informasi tentang terbukanya jalan bagi divestasi saham Free­port ini berhasil juga menyita perhatian masyarakat di ber­bagai pelosok. Ketika masya­ra­kat memberikan apresiasi, di situ bisa dibaca betapa nasio­nal­isme masya­ra­kat Indonesia ter­patri be­gitu kuatnya. Dari situ pula bisa dibaca pesan masya­ra­kat kepada pe­nyelenggara ne­gara dan penyelenggara pe­me­rin­tahan untuk me­nempatkan ke­pen­tingan nasional di atas segala-galanya.

Dengan be­gitu, ketika se­tiap warga ne­gara, penyeleng­gara negara, mau­pun penyeleng­gara pemerintahan konsisten me­rawat nasionalisme dan menjaga kepen­tingan nasional, Indonesia akan terlihat kokoh dan kuat. Indonesia yang kuat sudah terlihat dari keberhasilan pe­merintah mendorong Free­port McMoran melepaskan posisi mayoritas pemilikannya pada Freeport Indonesia, dan prestasi gemilang yang diraih Lalu Mohammad Zohri dari ajang lomba atletik inter­nasional. Dua keberhasilan ini pun menjadi per­hatian komu­nitas inter­nasio­nal. Jangan lupa bahwa Indo­nesia pun sebelumnya berhasil mencuri perhatian komunitas inter­nasional ketika terpilih men­jadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) Perseri­katan Bangsa-bangsa (PBB) pada Juni 2018 lalu.

Tidak Mudah

HoA PT Inalum-Freeport McMoran maupun pencapaian Lalu Mohammad Zohri adalah buah dari kerja keras, konsis­tensi, dan kesetiaan untuk mengabdi kepada bangsa dan negara. Kendati minim per­hati­an dan minim publikasi, Zohri tetap memelihara sema­ngat­nya dan pergi berlomba. Begitu juga dengan pemerin­tah yang harus bekerja ekstra­keras untuk mendapatkan ke­sediaan Freeport McMoran me­lepas­kan posisi mayoritas­nya dalam pemilikan Freeport Indonesia.

Dalam bisnis, mendorong seseorang melepaskan saham atau posisi mayoritas dalam pe­milikan bukan persoalan seder­hana. Realisasi pelepasan itu tak jarang harus melalui proses sangat keras. Sebab, pelepasan saham atau menyerahkan posisi mayoritas pemilikan itu punya konsekuensi logis berupa tafsir yang beragam. Dari tafsir tentang kepemim­pinan yang le­mah, ketidak­mam­­­puan, hing­ga tafsir tentang potensi bang­krut­nya seorang peme­gang saham. Maka, ja­ngan seder­hana­kan fakta tentang HoA PT Inalum-Freeport McMoran itu. Se­bab, HoA itu men­cerminkan sebuah hasil yang didapat­kan dengan kerja ekstra­keras.

Tidak mudah untuk meng­ajak atau mendorong Freeport McMoran duduk di sebuah ruang perun­dingan atau ruang negosiasi dengan agenda me­minta me­reka menjual saham. Orang-orang kaya raya dari Amerika itu, sebagai pemegang saham Freeport McMoran, pasti ter­kejut. Dahi mereka pun berkerut karena tersinggung. Apakah Pemerintah Indonesia menganggap mereka butuh uang sehingga meminta mereka men­jual sahamnya di Freeport Indo­nesia? Mereka pasti menolak karena tidak ingin diper­malu­kan. Selain itu, kalau menjadi minoritas di Freeport Indo­nesia, bukan hanya hak pengelolaan yang akan lepas, tetapi ke­untungan mereka pun akan menyusut.

Maka, untuk mementahkan agenda divestasi saham yang di­usulkan pemerintah Indonesia, pimpinan Freeport McMoran sempat menggertak. Mereka mengungkap kemungkinan adanya intervensi dari Presiden AS Donald Trump untuk me­nekan Pemerintah Indonesia.

Dalam sebuah konferensi pers di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Senin (20 Februari 2017), Presiden dan CEO Freeport McMoRan, Richard C Adkerson, mengungkapkan bahwa salah satu pemilik saham Freeport McMoRan adalah Carl Icahn, pendiri Icahn Enterprises. Icahn memegang 7% saham Freeport McMoRan, dan sempat tercatat sebagai pemegang saham ter­besar.

Masih menurut Richard, Icahn menjabat sebagai staf khusus Presiden Donald Trump dan agenda divestasi saham yang diusulkan Pemerintah Indonesia tentu saja menjadi per­hatian Icahn. Sebab, dua orang keper­cayaan Ichan men­dapatkan posisi di jajaran direksi Freeport McMoran.

Gertak sambal itu rupanya salah alamat. Demi kepen­ting­an jangka panjang yang jauh lebih strategis, divestasi saham Freeport Indonesia menjadi harga mati bagi Indonesia. Indonesia balik menekan dan hasilnya adalah HoA antara PT Inalum dan Freeport McMoran itu.

Penguasaan nyaris mutlak Freeport Indonesia atas kan­dungan emas di Tembagapura adalah kesalahan sejarah. Kesalahan itu kini sedang dalam proses koreksi. Tidak mudah, pun tidak murah. Tetapi, itulah harga yang harus dibayar akibat kesalahan di masa lalu.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0303 seconds (0.1#10.140)