Tenggelamnya Angkutan Pelayaran Rakyat
A A A
Ketiga, tidak berjalannya fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran di pelabuhan yang menjadi tanggung jawab syahbandar. Padahal, pelaksanaan fungsi ini didukung oleh informasi meteorologi yang dikeluarkan oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika). Hal ini diatur di dalam Pasal 80 ayat (1-4) Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Pengabaian informasi cuaca dan tinggi gelombang berakibat pada besarnya risiko kecelakaan di laut yang dihadapi oleh penumpang.
Bertolak dari ketiga penyebab utama di atas, sudah seyogianya pemerintah menjadikan kecelakaan angkutan di perairan yang terjadi di Danau Toba dan perairan Kepulauan Selayar sebagai momentum korektif untuk menata kembali penyelenggaraan seluruh angkutan di perairan, mencakup angkutan laut, angkutan sungai dan danau, serta angkutan penyeberangan. Kenapa hal ini sedemikian pentingnya?
Seperti diketahui, INSA (Mei 2016) mendata bahwa jumlah kapal nasional mengalami pertumbuhan sebesar 242% atau dari 6.041 unit (2005) menjadi 20.687 unit (2016). Tak hanya itu, dari sisi kapasitas kapal juga mengalami peningkatan, yakni dari 5,67 juta GT (2005) menjadi 26,61 juta GT (2016) atau naik sebesar 369%. Pertambahan armada dan kapasitas kapal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah perusahaan pelayaran nasional, yakni dari 1.591 perusahaan (2005) menjadi 3.296 perusahaan (2016) atau tumbuh sebesar 107%.
Pertumbuhan jumlah kapal nasional, kapasitas, dan perusahaan yang bergerak di sektor pelayaran nasional bermakna positif apabila didukung oleh penerapan standar keselamatan dan keamanan pelayaran yang memadai. Bagaimana memastikannya? Setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, meningkatkan kapasitas syahbandar dalam menjalankan standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan sebagaimana diatur di dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 2 Tahun 2018. Hal ini bisa dilakukan dengan cara melakukan audit operasional pelayanan pelabuhan terlebih dahulu. Sejatinya syahbandar menjadi garda depan terpenuhinya prinsip-prinsip keselamatan dan keamanan pelayaran nasional.
Kedua, melakukan pemeriksaan dan pengujian secara berkala terhadap 20.687 unit armada kapal yang terdaftar di Indonesia, khususnya kepada 3,93% kapal yang diperuntukkan sebagai angkutan penumpang di perairan. Dengan kedua jalan inilah, niscaya pelayaran di dalam negeri tak lagi memakan korban jiwa.
Bertolak dari ketiga penyebab utama di atas, sudah seyogianya pemerintah menjadikan kecelakaan angkutan di perairan yang terjadi di Danau Toba dan perairan Kepulauan Selayar sebagai momentum korektif untuk menata kembali penyelenggaraan seluruh angkutan di perairan, mencakup angkutan laut, angkutan sungai dan danau, serta angkutan penyeberangan. Kenapa hal ini sedemikian pentingnya?
Seperti diketahui, INSA (Mei 2016) mendata bahwa jumlah kapal nasional mengalami pertumbuhan sebesar 242% atau dari 6.041 unit (2005) menjadi 20.687 unit (2016). Tak hanya itu, dari sisi kapasitas kapal juga mengalami peningkatan, yakni dari 5,67 juta GT (2005) menjadi 26,61 juta GT (2016) atau naik sebesar 369%. Pertambahan armada dan kapasitas kapal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah perusahaan pelayaran nasional, yakni dari 1.591 perusahaan (2005) menjadi 3.296 perusahaan (2016) atau tumbuh sebesar 107%.
Pertumbuhan jumlah kapal nasional, kapasitas, dan perusahaan yang bergerak di sektor pelayaran nasional bermakna positif apabila didukung oleh penerapan standar keselamatan dan keamanan pelayaran yang memadai. Bagaimana memastikannya? Setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, meningkatkan kapasitas syahbandar dalam menjalankan standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan sebagaimana diatur di dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor 2 Tahun 2018. Hal ini bisa dilakukan dengan cara melakukan audit operasional pelayanan pelabuhan terlebih dahulu. Sejatinya syahbandar menjadi garda depan terpenuhinya prinsip-prinsip keselamatan dan keamanan pelayaran nasional.
Kedua, melakukan pemeriksaan dan pengujian secara berkala terhadap 20.687 unit armada kapal yang terdaftar di Indonesia, khususnya kepada 3,93% kapal yang diperuntukkan sebagai angkutan penumpang di perairan. Dengan kedua jalan inilah, niscaya pelayaran di dalam negeri tak lagi memakan korban jiwa.
(pur)