Menyoal Organisasi Pelarangan Senjata Kimia

Senin, 09 Juli 2018 - 07:05 WIB
Menyoal Organisasi Pelarangan Senjata Kimia
Menyoal Organisasi Pelarangan Senjata Kimia
A A A
Lyudmila Vorobyeva

Duta Besar Rusia untuk Indonesia

PADA 27 Juni 2018 di Den Haag, Be­lan­da, diselengg­a­ra­kan Konferensi Ne­gara-Negara Konvensi Pe­la­ra­ngan Senjata Kimia (KNN KPSK) dan voting untuk mem­be­rikan “atribut” kewenangan khusus kepada Sekretariat Teknis Or­ga­nisasi Pelarangan Senjata Ki­mia (OPSK) dalam menentukan siapa yang bersalah dalam peng­gu­na­an sen­jata kimia.

Kami sangat yakin bahwa ke­putusan yang dipaksakan oleh negara-negara Barat tidak sah—111 negara tidak ber­afi­lia­si de­ngan mereka, hanya 82 ne­gara dari total 193 yang mem­beri dukungan. Lebih dari itu pada waktu pertimbangan isu yang diusulkan negara-negara Ba­rat, KNN melebihi hak man­dat­nya. Pokok kewenangan dan tu­juan dari KPSK telah di­ten­tu­kan dengan jelas: menjauhkan dari penciptaan, pembuatan, pem­belian, pengumpulan, pe­nyim­panan, dan penggunaan senjata kimia serta dari men­du­kung atau membujuk siapapun untuk melakukan kegiatan se­ma­cam ini.

KPSK tidak me­ngan­dung peraturan-per­atur­an yang ber­maksud memb­e­ri­kan ke­mung­kin­an penciptaan me­kanisme spesial tentang di­tentukannya pihak yang ber­sa­lah dalam peng­gunaan senjata kimia. Tidak mungkin mem­be­rikan kepada Sekretariat Teknis OPSK ke­we­na­ngan semacam ini tanpa ada­nya perubahan dalam teks kon­vensi dan tanpa me­ngadakan amendemen se­suai dengan pe­r­aturan. Semua ini telah di­abai­kan oleh para inisiator yang se­karang sudah biasa “mengubah peraturan pada waktu per­main­an ber­lang­sung” dengan re­to­rika “de­mo­kratis”.

Sekarang ini Direktur Jen­deral Sekretariat Teknis OPSK secara faktual akan menjadi satu-satunya orang yang akan menentukan negara-negara PBB mana yang bersalah atau tidak dalam penggunaan sen­jata pemusnah massal dengan semua konsekuensinya nanti. Mengingat dominasi per­wa­kil­an-perwakilan ne­ga­ra-ne­gara NATO di Sekretariat Tek­nis OPSK sudah jelas sekali sia­pa yang akan mendikte ke­pu­tusan di masa depan. Tidak ada lagi restriksi dan kontrol dari pihak negara-negara konvensi. Dalam kondisi ini apakah kita bisa berbicara tentang ke­man­di­rian dan tidak berprasangka ter­hadap badan sepenting ini?

Dengan demikian para ini­siator dari keputusan ilegal ini yang sudah diterima, yakni ingin menarik perhatian pada tu­juan yang lain, yaitu “pe­nen­tuan yang bersalah” secara ber­prasangka da­lam insiden kimia yang tidak di­buktikan. Mi­sal­nya kasus-ka­sus penggunaan sen­jata kimia di Suriah yang di­se­lidiki dari jarak jauh tanpa mengunjungi tempat kejadian dan tanpa mengambil sampel. “Dipelajari” informasi yang be­lum dikonfirmasi kebe­na­ra­n­nya yang diberikan oleh oposisi lokal dan LSM yang ber­af­i­liasi dengan para militan.

Data-data tersebut serta informasi media massa dan jejaring sosial di­sam­paikan kepada masyarakat se­perti bukti yang tidak ter­ban­tah­­kan. Contoh pendekatan yang begitu tidak bertanggung jawab adalah insiden-insiden di Khan Shay­khun pada April 2017 dan di Kota Douma pada April tahun ini. Dalam keadaan se­ma­cam itu kami tidak bisa bicara tentang objektivitas dan ke­ti­dak­ber­pi­hakan para penye­li­dik. Se­ba­liknya ada tuduhan keras yang tidak berdasarkan fakta, tapi pada dugaan saja.

Sekali lagi hal ini me­ng­ingat­kan pada buku karya penulis Inggris L Caroll Alice’s Ad­ven­tures in Won­derland ketika raja me­ngatakan, “Mungkin kita dengar juri dulu,” sedangkan ratu men­jawabnya, “Tidaklah! Hukuman du­lu, baru setelah itu putusan juri!” Pe­nulis jelas se­kali sangat me­­ngerti pola pikir Anglo-Saxon.

Inggris dan negara-negara yang bersolidarisasi dengan me­reka melakukan pemalsuan, meng­­ganti tujuan asli KPSK. De­ngan cara munafik di­diam­kan bahwa salah satu tujuan uta­ma konvensi, yaitu pe­mus­nah­an menyeluruh senjata ki­mia, be­lum pernah tercapai. Di­sem­bu­nyikan bahwa Amerika Serikat melanggar kewajiban mereka pada konvensi ini, se­bab mereka sampai saat ini me­miliki arsenal kuat senjata ki­mia dan terus me­mundurkan jang­ka waktu peng­han­cur­an­nya dengan alasan ketiadaan ang­garan. Sekali lagi, negara dengan ekonomi terkuat di du­nia tidak memiliki uang cukup untuk menghancurkan senjata kimia. Highly likely me­re­ka punya alasan yang lain.

Rusia berharap pada kerja sama erat dengan negara-ne­gara OPSK yang mem­per­li­hat­kan pen­de­katan bertanggung jawab supaya dengan semua ke­sem­pat­an dalam rangka hukum KPSK memuluskan akibat ne­ga­tif ke­putusan yang sudah diterima.

Sayangnya Suriah menjadi hanya “negara uji-coba” untuk menggunakan teknologi lain untuk menyingkirkan pe­me­­rintah yang tidak nyaman un­tuk Barat. Untuk bertindak tegas hingga beragresi militer, se­ka­rang negara-negara Barat tidak membutuhkan bukti yang tidak dapat dibantah. Nyatanya cukup beberapa rekaman video palsu di internet dan per­nya­taan-per­nya­­taan orang-orang yang tidak bertanggung jawab tentang se­sua­tu yang highly likely. Contoh­nya Yugoslavia, Irak, Libia. Hari ini negara atau organisasi re­gio­nal apa pun yang tidak “disukai” Barat bisa menjadi korban anar­ki hukum mereka.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4076 seconds (0.1#10.140)