Menyoal Organisasi Pelarangan Senjata Kimia
A
A
A
Lyudmila Vorobyeva
Duta Besar Rusia untuk Indonesia
PADA 27 Juni 2018 di Den Haag, Belanda, diselenggarakan Konferensi Negara-Negara Konvensi Pelarangan Senjata Kimia (KNN KPSK) dan voting untuk memberikan “atribut” kewenangan khusus kepada Sekretariat Teknis Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPSK) dalam menentukan siapa yang bersalah dalam penggunaan senjata kimia.
Kami sangat yakin bahwa keputusan yang dipaksakan oleh negara-negara Barat tidak sah—111 negara tidak berafiliasi dengan mereka, hanya 82 negara dari total 193 yang memberi dukungan. Lebih dari itu pada waktu pertimbangan isu yang diusulkan negara-negara Barat, KNN melebihi hak mandatnya. Pokok kewenangan dan tujuan dari KPSK telah ditentukan dengan jelas: menjauhkan dari penciptaan, pembuatan, pembelian, pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan senjata kimia serta dari mendukung atau membujuk siapapun untuk melakukan kegiatan semacam ini.
KPSK tidak mengandung peraturan-peraturan yang bermaksud memberikan kemungkinan penciptaan mekanisme spesial tentang ditentukannya pihak yang bersalah dalam penggunaan senjata kimia. Tidak mungkin memberikan kepada Sekretariat Teknis OPSK kewenangan semacam ini tanpa adanya perubahan dalam teks konvensi dan tanpa mengadakan amendemen sesuai dengan peraturan. Semua ini telah diabaikan oleh para inisiator yang sekarang sudah biasa “mengubah peraturan pada waktu permainan berlangsung” dengan retorika “demokratis”.
Sekarang ini Direktur Jenderal Sekretariat Teknis OPSK secara faktual akan menjadi satu-satunya orang yang akan menentukan negara-negara PBB mana yang bersalah atau tidak dalam penggunaan senjata pemusnah massal dengan semua konsekuensinya nanti. Mengingat dominasi perwakilan-perwakilan negara-negara NATO di Sekretariat Teknis OPSK sudah jelas sekali siapa yang akan mendikte keputusan di masa depan. Tidak ada lagi restriksi dan kontrol dari pihak negara-negara konvensi. Dalam kondisi ini apakah kita bisa berbicara tentang kemandirian dan tidak berprasangka terhadap badan sepenting ini?
Dengan demikian para inisiator dari keputusan ilegal ini yang sudah diterima, yakni ingin menarik perhatian pada tujuan yang lain, yaitu “penentuan yang bersalah” secara berprasangka dalam insiden kimia yang tidak dibuktikan. Misalnya kasus-kasus penggunaan senjata kimia di Suriah yang diselidiki dari jarak jauh tanpa mengunjungi tempat kejadian dan tanpa mengambil sampel. “Dipelajari” informasi yang belum dikonfirmasi kebenarannya yang diberikan oleh oposisi lokal dan LSM yang berafiliasi dengan para militan.
Data-data tersebut serta informasi media massa dan jejaring sosial disampaikan kepada masyarakat seperti bukti yang tidak terbantahkan. Contoh pendekatan yang begitu tidak bertanggung jawab adalah insiden-insiden di Khan Shaykhun pada April 2017 dan di Kota Douma pada April tahun ini. Dalam keadaan semacam itu kami tidak bisa bicara tentang objektivitas dan ketidakberpihakan para penyelidik. Sebaliknya ada tuduhan keras yang tidak berdasarkan fakta, tapi pada dugaan saja.
Sekali lagi hal ini mengingatkan pada buku karya penulis Inggris L Caroll Alice’s Adventures in Wonderland ketika raja mengatakan, “Mungkin kita dengar juri dulu,” sedangkan ratu menjawabnya, “Tidaklah! Hukuman dulu, baru setelah itu putusan juri!” Penulis jelas sekali sangat mengerti pola pikir Anglo-Saxon.
Inggris dan negara-negara yang bersolidarisasi dengan mereka melakukan pemalsuan, mengganti tujuan asli KPSK. Dengan cara munafik didiamkan bahwa salah satu tujuan utama konvensi, yaitu pemusnahan menyeluruh senjata kimia, belum pernah tercapai. Disembunyikan bahwa Amerika Serikat melanggar kewajiban mereka pada konvensi ini, sebab mereka sampai saat ini memiliki arsenal kuat senjata kimia dan terus memundurkan jangka waktu penghancurannya dengan alasan ketiadaan anggaran. Sekali lagi, negara dengan ekonomi terkuat di dunia tidak memiliki uang cukup untuk menghancurkan senjata kimia. Highly likely mereka punya alasan yang lain.
Rusia berharap pada kerja sama erat dengan negara-negara OPSK yang memperlihatkan pendekatan bertanggung jawab supaya dengan semua kesempatan dalam rangka hukum KPSK memuluskan akibat negatif keputusan yang sudah diterima.
Sayangnya Suriah menjadi hanya “negara uji-coba” untuk menggunakan teknologi lain untuk menyingkirkan pemerintah yang tidak nyaman untuk Barat. Untuk bertindak tegas hingga beragresi militer, sekarang negara-negara Barat tidak membutuhkan bukti yang tidak dapat dibantah. Nyatanya cukup beberapa rekaman video palsu di internet dan pernyataan-pernyataan orang-orang yang tidak bertanggung jawab tentang sesuatu yang highly likely. Contohnya Yugoslavia, Irak, Libia. Hari ini negara atau organisasi regional apa pun yang tidak “disukai” Barat bisa menjadi korban anarki hukum mereka.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia
PADA 27 Juni 2018 di Den Haag, Belanda, diselenggarakan Konferensi Negara-Negara Konvensi Pelarangan Senjata Kimia (KNN KPSK) dan voting untuk memberikan “atribut” kewenangan khusus kepada Sekretariat Teknis Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPSK) dalam menentukan siapa yang bersalah dalam penggunaan senjata kimia.
Kami sangat yakin bahwa keputusan yang dipaksakan oleh negara-negara Barat tidak sah—111 negara tidak berafiliasi dengan mereka, hanya 82 negara dari total 193 yang memberi dukungan. Lebih dari itu pada waktu pertimbangan isu yang diusulkan negara-negara Barat, KNN melebihi hak mandatnya. Pokok kewenangan dan tujuan dari KPSK telah ditentukan dengan jelas: menjauhkan dari penciptaan, pembuatan, pembelian, pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan senjata kimia serta dari mendukung atau membujuk siapapun untuk melakukan kegiatan semacam ini.
KPSK tidak mengandung peraturan-peraturan yang bermaksud memberikan kemungkinan penciptaan mekanisme spesial tentang ditentukannya pihak yang bersalah dalam penggunaan senjata kimia. Tidak mungkin memberikan kepada Sekretariat Teknis OPSK kewenangan semacam ini tanpa adanya perubahan dalam teks konvensi dan tanpa mengadakan amendemen sesuai dengan peraturan. Semua ini telah diabaikan oleh para inisiator yang sekarang sudah biasa “mengubah peraturan pada waktu permainan berlangsung” dengan retorika “demokratis”.
Sekarang ini Direktur Jenderal Sekretariat Teknis OPSK secara faktual akan menjadi satu-satunya orang yang akan menentukan negara-negara PBB mana yang bersalah atau tidak dalam penggunaan senjata pemusnah massal dengan semua konsekuensinya nanti. Mengingat dominasi perwakilan-perwakilan negara-negara NATO di Sekretariat Teknis OPSK sudah jelas sekali siapa yang akan mendikte keputusan di masa depan. Tidak ada lagi restriksi dan kontrol dari pihak negara-negara konvensi. Dalam kondisi ini apakah kita bisa berbicara tentang kemandirian dan tidak berprasangka terhadap badan sepenting ini?
Dengan demikian para inisiator dari keputusan ilegal ini yang sudah diterima, yakni ingin menarik perhatian pada tujuan yang lain, yaitu “penentuan yang bersalah” secara berprasangka dalam insiden kimia yang tidak dibuktikan. Misalnya kasus-kasus penggunaan senjata kimia di Suriah yang diselidiki dari jarak jauh tanpa mengunjungi tempat kejadian dan tanpa mengambil sampel. “Dipelajari” informasi yang belum dikonfirmasi kebenarannya yang diberikan oleh oposisi lokal dan LSM yang berafiliasi dengan para militan.
Data-data tersebut serta informasi media massa dan jejaring sosial disampaikan kepada masyarakat seperti bukti yang tidak terbantahkan. Contoh pendekatan yang begitu tidak bertanggung jawab adalah insiden-insiden di Khan Shaykhun pada April 2017 dan di Kota Douma pada April tahun ini. Dalam keadaan semacam itu kami tidak bisa bicara tentang objektivitas dan ketidakberpihakan para penyelidik. Sebaliknya ada tuduhan keras yang tidak berdasarkan fakta, tapi pada dugaan saja.
Sekali lagi hal ini mengingatkan pada buku karya penulis Inggris L Caroll Alice’s Adventures in Wonderland ketika raja mengatakan, “Mungkin kita dengar juri dulu,” sedangkan ratu menjawabnya, “Tidaklah! Hukuman dulu, baru setelah itu putusan juri!” Penulis jelas sekali sangat mengerti pola pikir Anglo-Saxon.
Inggris dan negara-negara yang bersolidarisasi dengan mereka melakukan pemalsuan, mengganti tujuan asli KPSK. Dengan cara munafik didiamkan bahwa salah satu tujuan utama konvensi, yaitu pemusnahan menyeluruh senjata kimia, belum pernah tercapai. Disembunyikan bahwa Amerika Serikat melanggar kewajiban mereka pada konvensi ini, sebab mereka sampai saat ini memiliki arsenal kuat senjata kimia dan terus memundurkan jangka waktu penghancurannya dengan alasan ketiadaan anggaran. Sekali lagi, negara dengan ekonomi terkuat di dunia tidak memiliki uang cukup untuk menghancurkan senjata kimia. Highly likely mereka punya alasan yang lain.
Rusia berharap pada kerja sama erat dengan negara-negara OPSK yang memperlihatkan pendekatan bertanggung jawab supaya dengan semua kesempatan dalam rangka hukum KPSK memuluskan akibat negatif keputusan yang sudah diterima.
Sayangnya Suriah menjadi hanya “negara uji-coba” untuk menggunakan teknologi lain untuk menyingkirkan pemerintah yang tidak nyaman untuk Barat. Untuk bertindak tegas hingga beragresi militer, sekarang negara-negara Barat tidak membutuhkan bukti yang tidak dapat dibantah. Nyatanya cukup beberapa rekaman video palsu di internet dan pernyataan-pernyataan orang-orang yang tidak bertanggung jawab tentang sesuatu yang highly likely. Contohnya Yugoslavia, Irak, Libia. Hari ini negara atau organisasi regional apa pun yang tidak “disukai” Barat bisa menjadi korban anarki hukum mereka.
(pur)