DPR Jamin Tak Kebiri Wewenang KPK
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjamin Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak akan mengebiri wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan, saat ini DPR sedang bekerja keras bersama pemerintah untuk menyelesaikan RKHUP agar segera memiliki Kitab UU Hukum Pidana sendiri dan segera meninggalkan Kitab UU Hukum Pidana peninggalan kolonial.
“Upaya pelemahan KPK itu tentu jauh dari semangat kita dalam menyusun UU tersebut. Kami sudah mendengar keberatan KPK atas beberapa pasal dalam RKUHP yang disampaikan baik kepada pimpinan Panja RKUHP maupun kepada pemerintah,” tandas Bambang di Jakarta kemarin.
Sebagai pimpinan, lanjut Bambang, tentu dirinya memiliki tugas untuk mengakomodasi seluruh aspirasi masyarakat yang berkembang sambil tetap menjaga agar suasana politik di parlemen tetap kondusif.
“Kami telah meminta kepada Panja DPR dan pemerintah untuk benar-benar memperhatikan aspirasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat,“ ujarnya.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Taufiqulhadi menilai, pasal tindak pidana korupsi (tipikor) yang tercantum dalam RKUHP tidak akan melemahkan KPK. “Kewenangan KPK tidak berkurang bila pasal tersebut dicantumkan. Kalau orang menganggap itu upaya mengurangi wewenang KPK, menurut saya, persepsi yang salah. Meleset jauh sekali,” ujarnya.
Taufiq menegaskan, dalam pembahasan RKUHP, DPR tidak pernah sekali pun berniat melemahkan KPK. DPR justru ingin mengoreksi beberapa hal dalam upaya pemberantasan korupsi seperti operasi tangkap tangan (OTT).
Sementara itu KPK tetap bersikeras menolak pasal-pasal yang mengatur tentang korupsi dalam RKUHP. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dari diskusi publik di perguruan tinggi, ada sebagian pasal-pasal tentang korupsi, HAM, narkotika, dan terorisme tetap masih ada di luar KUHP dengan pengaturan masing-masing.
“Kemudian sanksi pidana untuk koruptor justru lebih rendah di RUU KUHP tersebut daripada UU (Pemberantasan) Tipikor saat ini. Tidak ada satu pasal pun yang menegaskan KPK masih berwenang sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi di RKUHP tersebut,” ungkap Febri.
Hal itu, menurut Febri, sangat berisiko bagi lembaga-lembaga terkait. Karena lembaga-lembaga khusus dapat kehilangan kewenangannya dalam menangani kejahatan-kejahatan serius dan luar biasa tersebut. Atau, lanjut Febri, setidaknya akan menjadi ruang untuk digugat dan diperdebatkan. (Mula Akmal/ Sabir Laluhu)
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan, saat ini DPR sedang bekerja keras bersama pemerintah untuk menyelesaikan RKHUP agar segera memiliki Kitab UU Hukum Pidana sendiri dan segera meninggalkan Kitab UU Hukum Pidana peninggalan kolonial.
“Upaya pelemahan KPK itu tentu jauh dari semangat kita dalam menyusun UU tersebut. Kami sudah mendengar keberatan KPK atas beberapa pasal dalam RKUHP yang disampaikan baik kepada pimpinan Panja RKUHP maupun kepada pemerintah,” tandas Bambang di Jakarta kemarin.
Sebagai pimpinan, lanjut Bambang, tentu dirinya memiliki tugas untuk mengakomodasi seluruh aspirasi masyarakat yang berkembang sambil tetap menjaga agar suasana politik di parlemen tetap kondusif.
“Kami telah meminta kepada Panja DPR dan pemerintah untuk benar-benar memperhatikan aspirasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat,“ ujarnya.
Anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Taufiqulhadi menilai, pasal tindak pidana korupsi (tipikor) yang tercantum dalam RKUHP tidak akan melemahkan KPK. “Kewenangan KPK tidak berkurang bila pasal tersebut dicantumkan. Kalau orang menganggap itu upaya mengurangi wewenang KPK, menurut saya, persepsi yang salah. Meleset jauh sekali,” ujarnya.
Taufiq menegaskan, dalam pembahasan RKUHP, DPR tidak pernah sekali pun berniat melemahkan KPK. DPR justru ingin mengoreksi beberapa hal dalam upaya pemberantasan korupsi seperti operasi tangkap tangan (OTT).
Sementara itu KPK tetap bersikeras menolak pasal-pasal yang mengatur tentang korupsi dalam RKUHP. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, dari diskusi publik di perguruan tinggi, ada sebagian pasal-pasal tentang korupsi, HAM, narkotika, dan terorisme tetap masih ada di luar KUHP dengan pengaturan masing-masing.
“Kemudian sanksi pidana untuk koruptor justru lebih rendah di RUU KUHP tersebut daripada UU (Pemberantasan) Tipikor saat ini. Tidak ada satu pasal pun yang menegaskan KPK masih berwenang sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi di RKUHP tersebut,” ungkap Febri.
Hal itu, menurut Febri, sangat berisiko bagi lembaga-lembaga terkait. Karena lembaga-lembaga khusus dapat kehilangan kewenangannya dalam menangani kejahatan-kejahatan serius dan luar biasa tersebut. Atau, lanjut Febri, setidaknya akan menjadi ruang untuk digugat dan diperdebatkan. (Mula Akmal/ Sabir Laluhu)
(nfl)