Soal Polemik Gaji, Pimpinan BPIP: Itu Kewenangan Institusi Lain

Kamis, 31 Mei 2018 - 12:07 WIB
Soal Polemik Gaji, Pimpinan BPIP: Itu Kewenangan Institusi Lain
Soal Polemik Gaji, Pimpinan BPIP: Itu Kewenangan Institusi Lain
A A A
JAKARTA - Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono enggan mengomentari soal polemik tentang besaran gaji Dewan Pengarah BPIP.

Menurut dia, problem yang di hadapi BPIP bukan mengenai gaji tapi lebih mengedepankan ruang untuk mengarusutamakan Pancasila di berbagai bidang.

Dia menegaskan soal gaji para pengurus BPIP merupakan wewenang institusi lain. "Saya tidak bisa komentar banyak karena yang menentukan itu adalah kementerian lain, yakni Kementrian Keuangan, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Sekretariat Negara. Itu yang menentukan kami," kata Hariyono di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Medan Merdeka Barat, Jakarta, Rabu 30 Mei 2018.

Hariyono menjelaskan, persoalan administrasi dan birokrasi tidak jarang membuat pembayaran gaji tidak langsung diberikan pada lembaga yang baru dibentuk. " Dulu Bekraf juga begitu, MK juga," tandasnya. (Baca juga: Pimpinan DPR Minta Gaji Megawati dkk Ditinjau Ulang )

Dia bersama BPIP akan mengusulkan kepada Presiden agar regulasi terhadap pemerintahan tidak terlalu rumit dan berbelit-belit. "Pak Jokowi menginginkan, kenapa sih kalau bisa di permudah kenapa harus di persulit," tandasnya.

Terkait dengan tugas lembaganya, Hariyono menjelaskan pengarusutamaan Pancasila kepada aparatur sipil negara (ASN) juga kepada masyarakat.

Dia pun mengungkapkan beberapa konsentrasi dalam proses pengarusutamaan Pancasilan. Salah satunya pendidikan dan pelatihan di lembaga pendidikan formal maupun nonformal.

"Konsepnya adalah bagaimana pendidikan Pancasila itu ada bukan seperti sekarang pendidikan Pancasila masuk ke dalam pelajaran kewarganegaraan. Sehingga ada mata pelajaran khusus yang terkait pada Pancasila, mulai SD sampai perguruan tinggi karena harus kita akui bahwa masih ada sekolah yang tidak mengajarkan Pancasila," tutur Hariyono.

BPIP juga merasa perlu untuk melakukan pendidikan dan pelatihan (diklat) materi yang dikaji oleh MPR, DPR, bahkan di MK. Dia ingin nantinya versi Pancasila hanya satu untuk kesepakatan bersama.

"Tidak ada Pancasila versi BPIP, Pancasila versi Dephan, atau Pancasila versi Dikbud atau lain-lain. Ini tugas yang real," katanya.

Dia menambahkan, BPIP akan melakukan program agar Pancasila menjadi bagian dari kehidupan, baik individu maupun komunitas.

Untuk komunitas, sambung dia, BPIP sedang berusaha membangun kampung nusantara, yaitu setiap kampung mampu membangun kemandirian komunitasnya. Hariyono memberikan contoh seperti di Kecamatan Karawaci.

Beberapa kampung di sana membangun kehidupan lingkungan menjadi bersih, hijau, kemudian lingkungan sosialnya tumbuh berkembang yang terinspirasi oleh program Go Green dari Bambang Irianto.

Maka dari itu Hariyono pada tahun lalu menobatkan Kecamatan Karawaci menjadi ikon prestasi Pancasila karena aksi gotong royong pula mereka bisa bersatu.

"Bahkan di Karawaci itu orang merokok di dalam rumah itu dilarang. Didenda Rp10 ribu. Bisa kita bayangkan kalau ada kesadaran semacam itu maka narkoba tidak mungkin masuk, terorisme juga tidak akan masuk karena interaksi sosial jadi tinggi karena kita akui belajar dari pengalaman tadi, terorisme, radikalime, salah satu indikasinya kurangnya relasi dan interaksi individu/keluarga dengan kelompok warga yang berbeda," tuturnya.

BPIP juga berusaha memberikan penghargaan kepada tokoh-tokoh yang berhasil baik di bidang seni atau budaya di bidang teknik, ekonomi, maupun bidang riset, dan olahraga, yang nantinya akan dijadikan tokoh ikon Pancasila.

"Dia (para tokoh-red) akan membangun sebuah kebanggaan nasional. Kebanggan nasional itu kepercayaan diri yang sebenarnya tanpa bicara Pancasila, sudah mengamalkan Pancasila," ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9740 seconds (0.1#10.140)