Perikanan dan Tantangan Calon Pemimpin Jabar

Selasa, 27 Maret 2018 - 08:35 WIB
Perikanan dan Tantangan...
Perikanan dan Tantangan Calon Pemimpin Jabar
A A A
Muhamad Husen Pengurus Masyarakat Akuakultur Indonesia

EMPAT pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub dan cawagub) Jawa Barat telah memulai adu gagasan. Masya­ra­kat tentu akan memilih pe­mim­pin yang dinilai bisa mem­bawa rakyatnya makin sejah­tera. Khusus bagi masya­rakat perikanan, sosok yang didam­ba­kan adalah pemimpin yang mampu memajukan sektor per­ikanan di provinsi yang dulu per­nah dijuluki “Embah Per­ikanan” ini.

Kemajuan sektor perikanan tidak semata diukur dari angka-angka makro yang fantastis seperti berapa ribu dolar AS dari nilai ekspor yang bisa diraih atau berapa besar sumbang­an­nya pada PDRB dan sebagainya, tetapi juga seberapa banyak usaha kecil tumbuh di sektor ini, seberapa banyak nelayan, pem­budi daya, dan pengolah ikan yang mampu terangkat dari kemiskinan. Kemajuan per­ikan­an juga diukur dari sebe­rapa banyak potensi lahan dan lautan di Jabar yang bisa ter­manfaatkan serta berapa ba­nyak wadah budi daya yang mampu terselamatkan dari jebakan polusi perairan.

Jabar sebagai basis per­ikan­an di Tanah Air sering menjadi barometer kemajuan. Enam puluh tahun lalu akuakulturis mancanegara hilir mudik mem­pelajari perikanan budi daya. Keramba jaring apung (KJA) di waduk Jatiluhur pernah men­jadi objek studi bangsa Vie­tnam. Namun, yang terjadi selama ini produksi perikanan budi daya Tanah Air hanya sepertiga­belas­nya China, padahal tujuh dekade lalu Indonesia unggul dan Jabar merupakan andalan­nya. Vietnam kini telah menjadi pemasok ikan air tawar andal ke berbagai negara jauh mening­galkan kita.

Maka itu, tantangan pa­sang­an cagub/cawagub Jabar mana­kala terpilih adalah bagaimana meng­angkat kembali pamor daerah ini sebagai pusat ke­unggulan per­ikanan-centre of excellent. Sang­gup­kah pemim­pin mendatang mengakhiri ironi-ironi sumbang tentang perikanan budi daya dengan mengibarkan bendera Jabar di kancah nasional dan inter­nasional?

Pengelolaan Sumber Daya
Perikanan adalah salah satu sektor yang berbasis sumber daya alam (resources bases industry) yang selama ini dalam pem­ba­ngunan ekonomi sering kurang men­dapat prioritas. Pada masa lalu strategi pembangunan berujung dengan peningkatan keter­gan­tung­an kepada produk impor, baik untuk barang modal mau­pun barang konsumsi. Dengan demikian, kemajuan per­ikanan ke depan sangat ber­gantung pada bagaimana ke­bijakan pem­bangunan ekono­mi yang di­ca­nangkan pasangan guber­nur/ wakil gubernur yang baru.

Sebagai provinsi yang di­karuniai potensi perikanan cukup besar, Jabar memiliki panjang garis pantai sekitar 805 km, di mana 437 km berada di selatan. Luas laut yang dimiliki mencapai 289.800 km2. Dialiri 40 sungai serta memiliki 1.267 waduk/situ dengan potensi air permukaan lebih dari 10.000 juta m3. Potensi tersebut bukan saja berperan dalam menyedia­kan pangan protein, tetapi juga dalam mengentaskan kemis­kin­an, menyediakan lapangan kerja, serta memberikan per­tumbuhan ekonomi.

Selama ini dalam memaju­kan perikanan, pemegang ke­bijakan kadangkala sering menilainya dengan menggenjot investasi dan promosi secara besar-besar­an. Namun, di­mensi perikanan tidak menyangkut ekonomi se­mata, melainkan juga ekologi, teknologi, sosial, bu­daya, dan bahkan politik. Jadi, selain promosi dan inves­tasi, diperlu­kan juga regulasi dengan ber­ba­gai kebijakan pengelolaan sum­ber daya - fisheries manage­ment yang memungkinkan selu­ruh dimensi tersentuh.

Keyakinan Individual
Mengonsumsi ikan dalam jumlah cukup akan berdampak pada kecerdasan dan kesehatan sehingga berperan mening­kat­kan IPM. Pernyataan itu sebe­narnya merupakan keyakinan banyak orang. Namun, belum terwujudnya keyakinan ter­se­but karena tidak bersifat kolek­tif dan struktural, melainkan masih individual.

Pada masa lalu para pemimpin umumnya menge­tahui bahwa ikan me­miliki se­jumlah kelebihan, te­tapi mereka masih belum sepenuhnya me­yakini bahwa ikan dapat men­jadikan masa depan bangsa lebih berjaya, baik ekonomi maupun kualitas hidup manusianya. Karena itu, ke depan di mana IPM menjadi salah satu indikator kemajuan, selayaknya pemim­pin Jabar menjadikan perikanan sebagai andalan yang tidak perlu di­tawar lagi.

Ada ketentuan yang meng­haruskan kebutuhan protein bangsa Indonesia sebanyak 2/3 bagian protein hewani ber­sum­ber dari ikan. Penduduk Jawa Barat 2015 berjumlah 46.709.569 jiwa sehingga mana­kala penduduk ter­sebut menginginkan kecu­kup­an gizi (protein) yang me­madai seperti ditetapkan Per­aturan Menteri Kesehatan Nomor 75/2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang dianjur­kan, penduduk memerlukan pro­tein sebanyak 2.600.901.835,9 gram setiap hari.

Di sinilah peran perikanan memperoleh porsi yang tidak kecil karena dituntut harus menyediakan setara de­ngan ketersediaan ikan siap kon­sumsi (as consumed) sebanyak 2.010.055 ton per tahun. Produk sebanyak itu terbuka luas sebagai peluang usaha bagi nelayan, pembudi daya, dan pengolah ikan.

Satu hal yang mesti dicer­mati bahwa lingkungan stra­tegis dan iklim politik kini sudah sangat berlainan. Sebut saja otonomi daerah, demokratisasi, dan global­isasi wajib menjadi variabel penting untuk dipertimbang­kan. Dengan begitu, tantangan pembangunan perikanan pun memiliki nuansa otonomi, parti­sipatif, bottom up, demokratis, profesional, transparan, dan akun­tabilitas.

Di sinilah pim­pin­an Jabar harus mampu membuat gebrakan dan mentransformasi keyakinan individualnya men­jadi keyakinan struktural. Arti­nya, gubernur dan wakil guber­nur terpilih dituntut mempunyai keputusan politik tentang arti penting ikan. Desain tersebut tidak hanya berupa pemikiran, tetapi juga berkeinginan meng­gerakkan organ-organ pemda termasuk menciptakan iklim kondusif. Semoga.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0790 seconds (0.1#10.140)