Rencana IPDN Beri Gelar Doktor HC ke Mega Dinilai Tepat
A
A
A
JAKARTA - Rencana pemberian gelar Doktor Honoris Causa (HC) bidang politik pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) kepada Presiden kelima Megawati Soekarnoputri dinilai tepat.
Megawati dinilai telah sukses membawa Indonesia melewati masa transisi demokrasi. "Menjadi pemimpin perempuan di negara mayoritas muslim terbesar itu tidak mudah, terlebih tantangan yang dihadapi saat itu sangat berat. Akan tetapi Ibu Megawati mampu membuktikan beliau sukses membawa Indonesia pasca-Orde Baru tinggal landas menuju cita-cita demokrasi," kata Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Nasyirul Falah Amru, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Menurut dia, Megawati adalah sosok pemimpin nasionalis-religius. Nilai-nilai kebangsaan beliau bersanding dengan nilai-nilai kemanusian yang bersumber dari cita-cita Islam.
Selama menjadi Presiden, kata dia, Megawati konsisten membela kemerdekaan bangsa Palestina. Putri Proklamator Bung Karno itu juga tegas menolak invasi Amerika Serikat ke Irak.
"Ini adalah konsistensi Ibu Megawati dalam menjalankan amanat konstitusi bahwa penjajahan atas bangsa lain tidak boleh terjadi di muka bumi ini, dan cita-cita kemerdekaan Palestina itu terus diperjuangkan PDI Perjuangan dan pemerintahan Presiden Jokowi hingga saat ini," tuturnya. (Baca juga: IPDN Akan Beri Gelar Doktor Honoris Causa ke Megawati )
Tidak hanya soal sikap politik, Falah juga mencatat sejumlah lembaga negara juga lahir di era kepemimpinan Megawati antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bayangkan bagaimana jadinya negara ini jika KPK tidak jadi didirikan kala itu? Karenanya kita patut bersyukur atas komitmen Ibu Megawati terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini," kata Falah.
Di bidang politik, kata Falah, Indonesia di bawah kepemimpinan Megawati juga membuat terobosan besar dengan digelarnya Pemilu Presiden secara langsung pada 2004.
"Tanpa komitmen yang besar Ibu Megawati terhadap demokrasi, Pilpres secara langsung tidak akan terjadi. Kendati setelahnya Ibu Megawati tidak lagi menjabat sebagai presiden, tapi justru di situlah letak kenegarawanan Ibu Megawati yang menjunjung tinggi hak suara rakyat, one man one vote, jauh di atas kepentingan pribadinya," tutur Falah.
Megawati dinilai telah sukses membawa Indonesia melewati masa transisi demokrasi. "Menjadi pemimpin perempuan di negara mayoritas muslim terbesar itu tidak mudah, terlebih tantangan yang dihadapi saat itu sangat berat. Akan tetapi Ibu Megawati mampu membuktikan beliau sukses membawa Indonesia pasca-Orde Baru tinggal landas menuju cita-cita demokrasi," kata Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Nasyirul Falah Amru, di Jakarta, Rabu (7/3/2018).
Menurut dia, Megawati adalah sosok pemimpin nasionalis-religius. Nilai-nilai kebangsaan beliau bersanding dengan nilai-nilai kemanusian yang bersumber dari cita-cita Islam.
Selama menjadi Presiden, kata dia, Megawati konsisten membela kemerdekaan bangsa Palestina. Putri Proklamator Bung Karno itu juga tegas menolak invasi Amerika Serikat ke Irak.
"Ini adalah konsistensi Ibu Megawati dalam menjalankan amanat konstitusi bahwa penjajahan atas bangsa lain tidak boleh terjadi di muka bumi ini, dan cita-cita kemerdekaan Palestina itu terus diperjuangkan PDI Perjuangan dan pemerintahan Presiden Jokowi hingga saat ini," tuturnya. (Baca juga: IPDN Akan Beri Gelar Doktor Honoris Causa ke Megawati )
Tidak hanya soal sikap politik, Falah juga mencatat sejumlah lembaga negara juga lahir di era kepemimpinan Megawati antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bayangkan bagaimana jadinya negara ini jika KPK tidak jadi didirikan kala itu? Karenanya kita patut bersyukur atas komitmen Ibu Megawati terhadap pemberantasan korupsi di negeri ini," kata Falah.
Di bidang politik, kata Falah, Indonesia di bawah kepemimpinan Megawati juga membuat terobosan besar dengan digelarnya Pemilu Presiden secara langsung pada 2004.
"Tanpa komitmen yang besar Ibu Megawati terhadap demokrasi, Pilpres secara langsung tidak akan terjadi. Kendati setelahnya Ibu Megawati tidak lagi menjabat sebagai presiden, tapi justru di situlah letak kenegarawanan Ibu Megawati yang menjunjung tinggi hak suara rakyat, one man one vote, jauh di atas kepentingan pribadinya," tutur Falah.
(dam)