Kartu Kredit di Tubuh Birokrasi, Mengapa Tidak?

Jum'at, 02 Maret 2018 - 07:12 WIB
Kartu Kredit di Tubuh...
Kartu Kredit di Tubuh Birokrasi, Mengapa Tidak?
A A A
Remon Samora
Analis di Departemen Surveilans Sistem Keuangan Bank Indonesia

KEMENTERIAN Keuangan memastikan transaksi belanja barang tiap satuan kerja di kementerian dan lembaga (K/L) yang selama ini menggunakan uang tunai akan beralih ke kartu kredit. Ke­bijak­an ini tertuang dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan No 17/PB/2017 tentang Uji Coba Pembayaran Kartu Kredit dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan. Pemanfaatan instrumen ini merupakan upaya Dirjen Perbendaharaan untuk melakukan simplifikasi dan modernisasi dalam rangka memperbaiki, menyem­purna­kan, dan menyederhanakan pe­laksanaan anggaran.

Penggunaan kartu kredit oleh pemerintah terlaksana me­lalui kerja sama antara Ditjen Perbendaharaan dan Him­pun­an Bank Milik Negara (Him­bara), yakni Mandiri, BRI, BNI, dan BTN. Tujuannya ialah untuk meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi ke­uangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi potensi fraud dari transaksi secara nontunai dan mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan uang per­sediaan. Kartu kredit dapat di­gunakan oleh seluruh K/L un­tuk melakukan belanja opera­sional dan belanja perjalanan dinas.

Cita-cita menciptakan less cash society di birokrasi pe­me­rintahan tampaknya menjadi salah satu isu sentral reformasi anggaran dan kebijakan era Pre­siden Jokowi dalam beberapa tahun terakhir. Jika ditelisik ke belakang, kebijakan peng­guna­an kartu kredit ini mengikuti sejumlah beleid nontunai yang telah diterbitkan sebelumnya. Misalnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 910/1866/SJ dan No 910/1867/SJ tentang Implementasi Transaksi Non­tunai pada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Beleid ini mewajibkan seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah di­tran­saksi­­kan secara nontunai paling lam­bat 1 Januari 2018. Selain itu masih ada kebijakan penyalur­an bansos secara nontunai un­tuk Program Keluarga Harapan mulai Juni 2017 dan kewajiban pembayaran nontunai di selu­ruh ruas jalan tol pada Oktober 2017.

Terbitnya sejumlah kebijak­an non tunai oleh pemerintah tentu tidak terlepas dari sema­ngat Gerakan Nasional Non-Tunai (GNNT) yang diusung Bank Indo­nesia. Sejak dicanangkan pada Agustus 2014, Bank Indonesia gencar mengampanyekan pen­tingnya transaksi nontunai di seluruh daerah. Selain itu Bank Indonesia juga turut aktif untuk terus mendorong implemen­tasi program elektronifikasi di lingkungan pemerintah da­erah. Sebagai otoritas sistem pem­bayaran, Bank Indonesia percaya bahwa sistem pem­bayaran yang efisien dan efektif akan tercipta seiring dengan pe­ningkatan transaksi non­tunai oleh masyarakat.

Momentum Tepat
Dari sisi waktu, momentum penerbitan kebijakan peng­guna­an kartu kredit juga dinilai cukup tepat. Pasalnya Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 19/8/PBI/2017 tentang Ger­bang Pembayaran Nasional. Pejabat pemegang kartu kredit di setiap K/L kini tidak perlu lagi dipusingkan dengan banyak­nya kartu kredit yang harus di­simpan. Alasannya PBI ini meng­atur seluruh transaksi pem­bayaran ritel domestik di­jalankan secara interkoneksi (saling terhubung) dan intero­perabilitas (saling dapat di­ope­rasikan) antarkanal pem­bayar­an di dalam negeri. Seder­hana­nya pemilik toko tidak perlu menyediakan banyak mesin EDC dan konsumen tidak perlu menyimpan banyak kartu debit/kredit. Apa pun banknya, mesin dan kartunya tetap sama.

Pada tataran makro­ekono­mi, terbitnya kebijakan peng­gunaan kartu kredit ini dapat men­do­rong tingkat inklusi ke­uang­an di Indonesia. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 me­nun­jukkan Indeks Inklusi Ke­uangan di Indonesia baru men­capai 67,82%. Artinya baru 67 orang dari 100 penduduk Indonesia memiliki akses ter­hadap pro­duk dan jasa layanan keuangan formal. Melalui implementasi kebijakan ter­sebut, para pelaku usaha yang memiliki hubungan kerja sama dengan K/L dituntut untuk mulai membuka diri ter­hadap layanan jasa per­bankan.

Di sisi lain, implementasi tran­saksi nontunai melalui peng­guna­an kartu kredit dipercaya se­bagai salah satu solusi pen­cegahan korupsi dan kecurang­an (fraud). Dengan pencatatan transaksi mutasi kas yang sis­tematis dan lengkap antara si pembayar dan penerima, ruang bagi oknum untuk melakukan penyalahgunaan juga akan semakin sempit. Pencatatan transaksi secara nontunai juga akan semakin memudahkan lem­baga penegak hukum se­perti KPK, kejaksaan, ke­polisi­an, dan PPATK dalam men­jalan­kan tugasnya.

Kehadiran kebijakan ini juga menjadi angin segar bagi bisnis kartu kredit perbankan. Terang saja semakin besar transaksi kartu kredit, semakin besar pula fee based income yang diperoleh bank. Bank Indonesia mencatat total nominal transaksi kartu kredit sepanjang tahun 2017 mencapai Rp297,76 triliun atau tumbuh 5,96% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam jangka menengah pendek, diharapkan kebijakan penggunaan kartu kredit ini tidak hanya berhenti hingga tingkat K/L saja. Cakupan ke­bijakan ini seyogianya diperluas hingga ke tingkat pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota. Selain itu kerja sama dengan perbankan juga sebaiknya tidak hanya men­jadi hak eksklusif Bank BUMN saja, tetapi juga me­rangkul Bank Pembangunan Daerah (BPD) setempat yang telah menjadi penerbit kartu kredit.

Meskipun menjanjikan se­jumlah kelebihan, imple­men­tasi kebijakan ini kemungkinan akan mendapat tantangan uta­ma dari paradigma atau ke­bia­saa­n lama masyarakat. Hasil sur­vei yang dilakukan Bank Indonesia tahun 2013 menun­juk­kan masih tingginya tran­saksi tunai masyarakat Indo­nesia jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Sebagai perbandingan, 55,5% transaksi eceran di Singapura dilakukan secara tunai, jauh le­bih rendah dibandingkan Indo­nesia yang mencapai 99,5%. Jumlah ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan Thai­land (97%) dan Malaysia (92%). Oleh karena itu sosialisasi dan edukasi akan berperan penting sebagai kunci untuk menyuk­seskan kebijakan ini.

*) Tulisan ini adalah pandangan pribadi dan tidak mewakili lembaga tempat bekerja.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1177 seconds (0.1#10.140)