Perlawanan Masyarakat Sipil Atas UU MD3 Harus Dikonsolidasikan
A
A
A
JAKARTA - Perlawanan masyarakat sipil atas Undang-undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) yang disahkan beberapa hari lalu diminta semakin dikonsolidasikan. Tujuannya, untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia dari kemunduran besar.
"Perlawanan masyarakat sipil atas Undang-undang MD3 harus semakin dikonsolidasikan demi menyelamatkan demokrasi Indonesia dari kemunduran besar justru di usianya yang memasuki dua dekade ini," ujar Ketua Setara Institute, Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/2/2018).
Sebab, kata dia, Undang-undang MD3 menegaskan terjadinya pembusukan politik di lembaga wakil rakyat. "Setelah sebelumnya mereka (Wakil rakyat, red) mengkhianati aspirasi sebagian besar rakyat melalui pembentukan Pansus yang melemahkan dan ingin membubarkan KPK," paparnya.
Dia menambahkan, Undang-undang MD3 juga secara nyata mengonfirmasi bahwa salah satu masalah serius stagnasi bahkan menurunnya kualitas demokrasi saat ini adalah kegagalan parlemen dalam mereprentasikan kehendak dan kepentingan rakyat.
"Proteksi overdosis bagi DPR dan penyebaran ancaman kriminalisasi bagi warga sebagaimana dirumuskan Undang-undang MD3 menggambarkan betapa revisi Undang-undang tersebut penuh kompromistis," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, Fraksi-fraksi yang berburu kursi tambahan pimpinan tanpa berpikir kritis menyetujui aspirasi sekelompok anggota DPR yang ingin melindungi diri di ujung masa jabatan sebagai dewan.
Diketahui, salah satu yang dipersoalkan banyak masyarakat adalah Pasal 122 huruf k Undang-undang MD3. Pasal itu mengatur Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
"Perlawanan masyarakat sipil atas Undang-undang MD3 harus semakin dikonsolidasikan demi menyelamatkan demokrasi Indonesia dari kemunduran besar justru di usianya yang memasuki dua dekade ini," ujar Ketua Setara Institute, Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/2/2018).
Sebab, kata dia, Undang-undang MD3 menegaskan terjadinya pembusukan politik di lembaga wakil rakyat. "Setelah sebelumnya mereka (Wakil rakyat, red) mengkhianati aspirasi sebagian besar rakyat melalui pembentukan Pansus yang melemahkan dan ingin membubarkan KPK," paparnya.
Dia menambahkan, Undang-undang MD3 juga secara nyata mengonfirmasi bahwa salah satu masalah serius stagnasi bahkan menurunnya kualitas demokrasi saat ini adalah kegagalan parlemen dalam mereprentasikan kehendak dan kepentingan rakyat.
"Proteksi overdosis bagi DPR dan penyebaran ancaman kriminalisasi bagi warga sebagaimana dirumuskan Undang-undang MD3 menggambarkan betapa revisi Undang-undang tersebut penuh kompromistis," tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, Fraksi-fraksi yang berburu kursi tambahan pimpinan tanpa berpikir kritis menyetujui aspirasi sekelompok anggota DPR yang ingin melindungi diri di ujung masa jabatan sebagai dewan.
Diketahui, salah satu yang dipersoalkan banyak masyarakat adalah Pasal 122 huruf k Undang-undang MD3. Pasal itu mengatur Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk bisa mengambil langkah hukum dan atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
(pur)