MoU Perbantuan TNI kepada Polri Dinilai Berbahaya
A
A
A
JAKARTA - Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepahaman TNI dengan Polri tentang perbantuan TNI kepada Kepolisian dalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat diprotes.
Sebab, aturan nomor B/2/2018 dan Nomor Kerma/2/I/2018 yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tertanggal 23 Januari 2018 itu dianggap berbahaya.
"Nah ini bahaya banget sebenernya ya," ujar ahli hukum tata negara Bivitri Susanti di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2/2018).
Karena kata Bivitri, tugas pokok dan fungsi TNI dengan Polri jelas berbeda secara konstitusi. "Dan memang dulu tuh tahun 1999 - 2002 waktu amandemen konstitusi, salah satu misi utamanya adalah untuk memisahkan TNI dan Polri tadi," ujarnya.
Semenjak itu, Polri bertugas di bidang ketertiban masyarakat, sedangkan TNI pada pertahanan negara.
"Dengan adanya MoU itu, itu kan seperti memberikan pintu masuk gitu, seakan-akan TNI menggunakan wewenang Kepolisian untuk masuk ke soal-soal ketertiban. Tidak bisa. Karena mereka sudah terpisah secara konstitusional," imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, karakter antara TNI dengan Polri juga berbeda. Dia menambahkan, prajurit TNI dilatih untuk perang atau membunuh musuh negara. Sedangkan pelanggar ketertiban merupakan warga negara Indonesia.
"Jadi MoU nya menurut saya ini sesuatu yang salah dan tidak konstitusional. Jadi mestinya dilakukan upaya-upaya politik supaya MoU ini dibatalkanlah menurut saya, karena ini berbahaya sekali, apalagi kita mau Pemilu kan," pungkasnya.
Sebab, aturan nomor B/2/2018 dan Nomor Kerma/2/I/2018 yang ditandatangani oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tertanggal 23 Januari 2018 itu dianggap berbahaya.
"Nah ini bahaya banget sebenernya ya," ujar ahli hukum tata negara Bivitri Susanti di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (3/2/2018).
Karena kata Bivitri, tugas pokok dan fungsi TNI dengan Polri jelas berbeda secara konstitusi. "Dan memang dulu tuh tahun 1999 - 2002 waktu amandemen konstitusi, salah satu misi utamanya adalah untuk memisahkan TNI dan Polri tadi," ujarnya.
Semenjak itu, Polri bertugas di bidang ketertiban masyarakat, sedangkan TNI pada pertahanan negara.
"Dengan adanya MoU itu, itu kan seperti memberikan pintu masuk gitu, seakan-akan TNI menggunakan wewenang Kepolisian untuk masuk ke soal-soal ketertiban. Tidak bisa. Karena mereka sudah terpisah secara konstitusional," imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, karakter antara TNI dengan Polri juga berbeda. Dia menambahkan, prajurit TNI dilatih untuk perang atau membunuh musuh negara. Sedangkan pelanggar ketertiban merupakan warga negara Indonesia.
"Jadi MoU nya menurut saya ini sesuatu yang salah dan tidak konstitusional. Jadi mestinya dilakukan upaya-upaya politik supaya MoU ini dibatalkanlah menurut saya, karena ini berbahaya sekali, apalagi kita mau Pemilu kan," pungkasnya.
(maf)