Trump dan Teka-teki Doktrin Politik Luar Negeri Amerika

Kamis, 25 Januari 2018 - 08:30 WIB
Trump dan Teka-teki...
Trump dan Teka-teki Doktrin Politik Luar Negeri Amerika
A A A
Khasan Ashari
Alumnus Australian National University,
Penyusun Kamus Hubungan Internasional

PEMERINTAHAN Donald Trump di Gedung Putih telah memasuki usia satu tahun. Momen setahun usia pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) ini mendapat perhatian besar, tidak hanya di dalam negeri AS, tapi juga dari masyarakat internasional. Perhatian masyarakat internasional umumnya tertuju pada aspek kebijakan di bidang politik luar negeri Paman Sam ini.

Ada dua faktor yang membuat kebijakan politik luar negeri Trump menarik dicermati. Pertama, kebijakan AS sebagai negara besar (great power) dapat membawa dampak pada tingkat global dan dampak tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Kedua, Trump adalah sosok yang unik dan sejumlah kebijakan di tahun pertama pemerintahannya oleh banyak pihak dianggap mengejutkan.

Doktrin Politik Luar Negeri

Dalam kajian hubungan internasional dikenal konsep doktrin. Dalam bahasa sederhana, doktrin dapat diartikan sebagai pedoman yang dipakai sebagai dasar kebijakan oleh negara besar, umumnya berkaitan dengan penetapan kriteria atau situasi yang membolehkan penggunaan kekuatan militer. Pedoman ini biasanya disampaikan melalui pernyataan pemimpin negara besar yang diberitakan secara luas.

Dengan kekuatan yang dimilikinya, doktrin politik luar neĀ­geri AS selalu mendapat perhatian khusus. Oleh negara lain, doktrin yang dicetuskan penguasa Gedung Putih dijadikan panduan untuk menganalisis kebijakan luar negeri AS. Doktrin ini juga dijadikan sebagai dasar oleh negara lain dalam menetapkan kebijakan yang bersinggungan dengan kepentingan negara adidaya ini, apakah akan menjadi sekutu, netral, atau menentangnya.

Membuka catatan sejarah politik luar negeri AS, kita akan menemukan banyak doktrin. Yang paling awal adalah Doktrin Monroe yang dicetuskan oleh Presiden James Monroe pada 1823. Monroe menegaskan bahwa upaya negara-negara Eropa untuk menjajah kembali kawasan Amerika akan dilihat sebagai bentuk agresi dan AS akan mengintervensi upaya tersebut. Doktrin Monroe adalah salah satu momentum terpenting di bidang polugri AS karena menegaskan peran negara ini sebagai great power di kawasan.

Selepas Perang Dunia II, Presiden Harry Truman menegaskan komitmen AS memberi bantuan ekonomi dan militer kepada Turki dan Yunani untuk mencegah kedua negara itu jatuh ke pengaruh Uni Soviet. Pernyataan yang disampaikan tahun 1947 ini dikenal sebagai Doktrin Truman dan dijadikan dasar kebijakan containment atau pembendungan meluasnya pengaruh komunisme pada masa Perang Dingin. Kebijakan ini diimplementasikan dengan pemberian bantuan ekonomi dan militer kepada negara-negara yang menjalankan kebijakan antikomunis.

Kebijakan Truman diperkuat oleh Presiden Ronald Reagan melalui Doktrin Reagan menjelang akhir masa Perang Dingin. Lebih agresif dari Truman, Reagan tidak hanya menjalankan kebijakan containment atau membendung perluasan pengaruh Soviet, tapi juga menjalankan strategi rollback atau merebut kembali negara-negara yang sudah jatuh ke pengaruh Soviet.

Setelah Perang Dingin muncul Doktrin Clinton. Presiden Bill Clinton menegaskan bahwa AS dapat melakukan intervensi militer untuk menghentikan aksi genosida dan pembersihan etnis. Doktrin ini antara lain dijadikan sebagai dasar keterlibatan AS dalam perang sipil di Somalia pada paruh kedua 1990-an.

Memasuki abad ke-21, kita mengenal Doktrin Bush yang dicetuskan sebagai reaksi terhadap serangan teroris 11 September 2001. Presiden George W Bush menekankan hak AS untuk menentukan prioritasnya tanpa harus mendapat persetujuan negara-negara lain. Doktrin ini diimplementasikan melalui sejumlah kebijakan, termasuk pemberantasan terorisme dan penghancuran senjata pemusnah massal. Operasi militer di Afghanistan dan Irak adalah contoh kebijakan yang didasarkan pada doktrin ini.

Doktrin Trump?

Apakah akan muncul Doktrin Trump? Pertanyaan ini layak diajukan karena Presiden Trump menjalankan kebijakan luar negeri yang cukup aktif. Kebijakan yang berkaitan dengan status Yerusalem, nuklir Korea Utara, dan masa depan kesepakatan nuklir Iran merupakan contoh bagaimana Trump dapat memengaruhi dinamika politik dan keamanan internasional.

Sejauh ini Trump belum mengeluarkan pernyataan yang dapat dikategorikan sebagai doktrin. Artinya belum ada pernyataannya yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memprediksikan pola dan kebijakan luar negeri AS. Sebagian pemerhati masalah internasional menilai telah terjadi perubahan postur politik luar negeri AS selama setahun terakhir, namun perubahan ini belum mengarah pada tercetusnya sebuah doktrin.

Mengingat Trump baru satu tahun menjabat, masih terbuka kemungkinan doktrin dimaksud akan tercetus. Terlebih jika kita melihat slogan Make America Great Again yang diusungnya selama kampanye. Slogan ini tentu saja mencakup berbagai aspek politik luar negeri.

Terjadinya peristiwa besar juga dapat memicu tercetusnya doktrin politik luar negeri AS. Melihat konflik yang masih terjadi di sejumlah tempat, terbuka kemungkinan terjadinya peristiwa yang kemudian dijadikan alasan pencetusan Doktrin Trump. Peristiwa tersebut dapat berkaitan dengan aksi terorisme, konflik di sejumlah kawasan, hingga uji coba dan penggunaan senjata nuklir.

Yang patut diwaspadai adalah pribadi Trump yang sulit diprediksi. Kita dapat belajar dari Doktrin Bush yang mendapat banyak kritik karena dianggap tidak mengindahkan kaidah dan norma yang berlaku secara global seperti penghormatan terhadap kedaulatan negara dan prinsip nonintervensi. Kebijakan dan tindakan unilateral AS di bawah Presiden Bush juga dikhawatirkan menjadi preseden bagi munculnya tindakan serupa di masa yang akan datang. Kita berharap Trump tidak mengulangi kesalahan Presiden Bush.

Akhirnya, kita dihadapkan pada kenyataan bahwa AS suka atau tidak suka adalah negara paling kuat di dunia yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan dinamika politik global. Doktrin politik luar negeri yang dicetuskan pemimpin negara ini akan membawa dampak terhadap masa depan keamanan dan perdamaian dunia.

Kita berharap Presiden Trump tidak mencetuskan doktrin yang bertentangan dengan kepentingan sebagian besar masyarakat internasional. Terlebih jika doktrin tersebut berkaitan dengan penggunaan kekuatan militer.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0707 seconds (0.1#10.140)