Pilkada Menggembirakan
A
A
A
Tahapan krusial pilkada serentak 2018 telah dimulai pekan ini dengan pendaftaran calon pasangan kepala daerah. Dinamika politik tampak meningkat dengan ditandai bongkar-pasang pasangan dan perubahan arah koalisi partai politik.
Selain itu, pilkada kali juga sudah dimulai isu-isu nonpolitik yang mengganggu pasangan untuk mendaftarkan diri. Mesin politik mulai digas agar kompetisi Juni nanti bisa menghasilkan sesuai yang diharapkan bagi partai politik atau pasangan yang berkompetisi. Mengaca pada pilkada serentak 2017 lalu banyak yang mengkhawatirkan bahwa pada 2018 lebih panas.
Pada 2017 lalu, kondisi politik cukup memanas terkait dengan pilkada di DKI Jakarta. Dinamikanya begitu kuat sehingga mewarnai isu nasional. Bahkan, media massa yang bukan berbasis di DKI Jakarta pun ikut mengekspos dinamika Pilkada 2017. Akibatnya, dampak Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu terasa hingga daerah-daerah.
Apakah memang Pilkada 2018 ini akan lebih panas dari 2017? Jika melihat daerah tempat Pilkada 2018, tentu prediksi Pilkada 2018 ini akan lebih panas benar adanya. Hampir semua provinsi di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur bakal menggelar pemilihan gubernur.
Sementara di luar Pulau Jawa, provinsi besar seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua juga menggelar pilkada. Artinya secara suara, Pilkada 2018 ini akan lebih masif dan bahkan konon banyak yang mengatakan akan memengaruhi politik pada 2019 yang akan ada pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Dinamikanya pun terasa lebih kencang dibandingkan 2017, juga terlihat dari menjelang pendaftaran dengan bongkar-pasang pasangan dan koalisi partai politik.
Soal akankah isu yang sama seperti pada 2017 akan mewarnai 2018, banyak pihak yang mengatakan memang akan terjadi. Namun, masyarakat Indonesia (terutama daerah yang menggelar Pilkada 2018) telah belajar dari Pilkada 2017 bahwa isu-isu yang tidak produktif harus disingkirkan.
Masyarakat tampaknya sudah sangat sadar bahwa lebih baik menjalankan kompetisi secara santun. Apa yang terjadi pada 2017 diharapkan menjadi pendewasaan masyarakat pemilih kita agar Pilkada 2018 nanti berjalan lebih santun dan tentunya tetap kompetitif. Para kelompok terpelajar pun harus terus mengampanyekan tentang politik yang santun agar demokrasi di negara ini semakin matang.
Demikian juga dengan tim sukses masing-masing pasangan agar tetap mengedepankan etika berpolitik dibandingkan kemenangan kompetisi.
Jadi, kita semua harus menjadikan Pilkada 2018 ini pilkada menggembirakan.
Tanda-tanda bahwa Pilkada 2018 (dan semestinya semua pilkada) harus menggembirakan, salah satunya diutarakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro.
Pilkada 2018 adalah mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Pilkada 2018 adalah peluang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan pendapatannya. Dengan Pilkada 2018, pelaku bisnis di tingkat UMKM diharapkan bisa bergembira karena ada peluang bisnis di sana.
Selain itu, Pilkada 2018 yang digelar 27 Juni 2018 adalah dua pekan setelah Idul Fitri yang tentu keberlanjutan dari kegembiraan masyarakat Indonesia setelah semua kembali ke fitrah kita sebagai manusia. Politik santun dan kompetisi dengan santun semestinya lebih mewarnai dibandingkan kompetisi yang menghujat.
Hal lain yang membuat Pilkada 2018 harus menggembirakan adalah setelah gelaran ini, Indonesia mempunyai hajat Asian Games yang digelar pada 18 Agustus 2018. Semua mata warga Asia akan tertuju kepada Indonesia. Bayangkan jika pada pilkada nanti masih diisi dengan cara-cara yang kurang baik sehingga justru mencitrakan bangsa ini bukan bangsa yang beradab.
Masih ada gelaran internasional lagi yang harus kita gunakan sebagai momentum bahwa bangsa ini adalah bangsa dengan demokrasi yang matang dengan politik santun. Kita bisa menunjukkan di mata dunia, bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang santun. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menjadikan Pilkada 2018 sebagai pilkada menggembirakan.
Selain itu, pilkada kali juga sudah dimulai isu-isu nonpolitik yang mengganggu pasangan untuk mendaftarkan diri. Mesin politik mulai digas agar kompetisi Juni nanti bisa menghasilkan sesuai yang diharapkan bagi partai politik atau pasangan yang berkompetisi. Mengaca pada pilkada serentak 2017 lalu banyak yang mengkhawatirkan bahwa pada 2018 lebih panas.
Pada 2017 lalu, kondisi politik cukup memanas terkait dengan pilkada di DKI Jakarta. Dinamikanya begitu kuat sehingga mewarnai isu nasional. Bahkan, media massa yang bukan berbasis di DKI Jakarta pun ikut mengekspos dinamika Pilkada 2017. Akibatnya, dampak Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu terasa hingga daerah-daerah.
Apakah memang Pilkada 2018 ini akan lebih panas dari 2017? Jika melihat daerah tempat Pilkada 2018, tentu prediksi Pilkada 2018 ini akan lebih panas benar adanya. Hampir semua provinsi di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur bakal menggelar pemilihan gubernur.
Sementara di luar Pulau Jawa, provinsi besar seperti Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua juga menggelar pilkada. Artinya secara suara, Pilkada 2018 ini akan lebih masif dan bahkan konon banyak yang mengatakan akan memengaruhi politik pada 2019 yang akan ada pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Dinamikanya pun terasa lebih kencang dibandingkan 2017, juga terlihat dari menjelang pendaftaran dengan bongkar-pasang pasangan dan koalisi partai politik.
Soal akankah isu yang sama seperti pada 2017 akan mewarnai 2018, banyak pihak yang mengatakan memang akan terjadi. Namun, masyarakat Indonesia (terutama daerah yang menggelar Pilkada 2018) telah belajar dari Pilkada 2017 bahwa isu-isu yang tidak produktif harus disingkirkan.
Masyarakat tampaknya sudah sangat sadar bahwa lebih baik menjalankan kompetisi secara santun. Apa yang terjadi pada 2017 diharapkan menjadi pendewasaan masyarakat pemilih kita agar Pilkada 2018 nanti berjalan lebih santun dan tentunya tetap kompetitif. Para kelompok terpelajar pun harus terus mengampanyekan tentang politik yang santun agar demokrasi di negara ini semakin matang.
Demikian juga dengan tim sukses masing-masing pasangan agar tetap mengedepankan etika berpolitik dibandingkan kemenangan kompetisi.
Jadi, kita semua harus menjadikan Pilkada 2018 ini pilkada menggembirakan.
Tanda-tanda bahwa Pilkada 2018 (dan semestinya semua pilkada) harus menggembirakan, salah satunya diutarakan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro.
Pilkada 2018 adalah mendorong pertumbuhan ekonomi domestik. Pilkada 2018 adalah peluang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan pendapatannya. Dengan Pilkada 2018, pelaku bisnis di tingkat UMKM diharapkan bisa bergembira karena ada peluang bisnis di sana.
Selain itu, Pilkada 2018 yang digelar 27 Juni 2018 adalah dua pekan setelah Idul Fitri yang tentu keberlanjutan dari kegembiraan masyarakat Indonesia setelah semua kembali ke fitrah kita sebagai manusia. Politik santun dan kompetisi dengan santun semestinya lebih mewarnai dibandingkan kompetisi yang menghujat.
Hal lain yang membuat Pilkada 2018 harus menggembirakan adalah setelah gelaran ini, Indonesia mempunyai hajat Asian Games yang digelar pada 18 Agustus 2018. Semua mata warga Asia akan tertuju kepada Indonesia. Bayangkan jika pada pilkada nanti masih diisi dengan cara-cara yang kurang baik sehingga justru mencitrakan bangsa ini bukan bangsa yang beradab.
Masih ada gelaran internasional lagi yang harus kita gunakan sebagai momentum bahwa bangsa ini adalah bangsa dengan demokrasi yang matang dengan politik santun. Kita bisa menunjukkan di mata dunia, bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang santun. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak menjadikan Pilkada 2018 sebagai pilkada menggembirakan.
(nag)