Telat Sepakati RAPBD, Tiga Provinsi Terancam Sanksi Administratif

Selasa, 26 Desember 2017 - 13:44 WIB
Telat Sepakati RAPBD,...
Telat Sepakati RAPBD, Tiga Provinsi Terancam Sanksi Administratif
A A A
JAKARTA - Tiga provinsi terancam sanksi administratif karena terlambat menyepakati Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun 2018. Pemerintah telah mengeluarkan aturan teknis pemberian sanksi bagi daerah yang terlambat.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah diatur bahwa DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun akan dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan selama enam bulan.

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebelumnya masih menunggu aturan teknis untuk memberikan sanksi keterlambatan usulan RAPBD. Namun saat ini sudah ada aturan teknis berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Dengan begitu sanksi bisa dijatuhkan kepada daerah yang mengalami keterlambatan dalam menyerahkan RAPBD.

Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri Syariffudin menuturkan, dari 34 provinsi masih ada 3 provinsi yang sampai saat ini belum menyerahkan RAPBD ke Kemendagri. "Tiga daerah itu adalah Aceh, Sulawesi Barat, dan Papua Barat," katanya.

Pihaknya masih terus mendorong agar persetujuan RAPBD dapat segera dilaksanakan antara pemerintah daerah (pemda) dan DPRD. Dengan demikian ketiga daerah tersebut dapat terhindar dari sanksi administratif. "Jadi kita dorong agar ada persetujuan bersama sebelum tanggal 31 Desember karena akan terkena penalti. Kan PPnya sudah ada," ungkapnya.

Menurut Syariffudin, alasan keterlambatan tiga daerah tersebut disebabkan beberapa hal. Salah satunya lantaran alotnya pembahasan antara pemda dan DPRD. Baik Pemda maupun DPRD masih memiliki perbedaan pendapat terhadap usulan RPABD. "Ini terjadi di Aceh dan Papua Barat. DPRD dan pemdanya belum sepakat. Kita sudah fasilitasi agar segera ada persetujuan bersama," tuturnya.

Sementara itu untuk Sulawesi Barat disebabkan pimpinan DPRD ditahan karena kasus korupsi pada Oktober lalu. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Kejati Sulselbar) menetapkan empat pimpinan DPRD Sulawesi Barat, yakni Andi Mappangara (Ketua DPRD Sulbar), Munandar Wijaya (Wakil Ketua DPRD Sulbar), Hamzah Hapati Hasan (Wakil Ketua DPRD Sulbar), Hamn (Wakil Ketua DPRD Sulbar), sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan APBD Provinsi Sulbar tahun anggaran 2015-2016.

"Karena tidak ada pimpinan, ini jadi perdebatan panjang siapa yang akan menandatangani RAPBD. Tapi ini sudah kita fasilitasi baik kita panggil atau saya sudah datang langsung ke sana. Harapannya segera ada persetujuan," paparnya.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo sebelumnya telah mengingatkan agar daerah tidak saja terfokus pada penyerapan anggaran. Menurut Tjahjo, penyerapan anggaran tetap penting, tapi jangan hanya asal uang habis. "Soal penyerapan anggaran penting. Tapi jangan mengada-ada, tidak fokus, dan tidak ada manfaatnya," katanya.

Mantan anggota DPR itu telah memerintahkan Ditjen Keuda untuk lebih cermat dalam melakukan evaluasi RAPBD. Dia meminta dalam evaluasi harus dipastikan program-program strategis nasional berjalan di daerah. Termasuk juga program-program kepala daerah yang baru terpilih. "Fokus pada skala prioritas pembangunan daerah seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Lalu harus sesuai dengan aturan yang ada. Jangan sampai usulan APBD sesuai dengan programnya, tapi melanggar aturan. Dirjen Keuangan Daerah harus tegas. Jangan sampai kita disalahkan kembali," tegasnya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1474 seconds (0.1#10.140)