Ragam Ekspresi Beragama
A
A
A
Komaruddin Hidayat
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
BANYAK ragam bagaimana seseorang mengekspresikan atau mengamalkan keberagamaannya. Ada dimensi agama yang sifatnya sangat personal, tidak terlihat (esoteris) karena berada pada wilayah hati yang orang lain tidak mengetahuinya, tetapi ada pula ekspresi keberagamaan yang terlihat orang lain (eksoteris).
Dalam Islam, semua perilaku kesalehan yang mendekatkan diri kepada Tuhan itu masuk dalam kategori takwa, ibarat jalan besar (syari') menuju Tuhan dan seseorang memiliki banyak jalan dan lorong kecil (sabil) yang menghubungkannya ke jalan besar.
Untuk menjadi pribadi yang sempurna dan utuh (kaffah) yang mampu melaksanakan semua perintah Tuhan rasanya tidak mungkin mengingat tiap orang memiliki keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Yang bisa diraih adalah berusaha berjalan di atas jalan Tuhan sesuai dengan kapasitas dan pilihannya. Sementara di sana terdapat banyak jalan menuju Tuhan sehingga ekspresi keberagamaan masyarakat juga beragam.
Bagi umat Islam, terdapat ritual keberagamaan yang seragam seperti salat menghadapkan muka ke arah Kakbah meskipun muka hatinya tertuju hanya kepada Allah Yang Esa. Begitu pun umat Islam sepakat tentang kerasulan Muhammad dan kitab suci Alquran. Pendeknya doktrin rukun Islam dan rukun Iman umat Islam seragam.
Tapi dalam melaksanakan perintah Tuhan, terutama dalam konteks ibadah sosial, pilihan dan manifestasinya sangat beragam mengingat yang namanya amal saleh itu bermacam-macam perintah dan pilihannya. Tidak hanya ibadah sosial, ritual keagamaan di luar yang wajib, yaitu sunah, juga banyak sekali peluang dan pilihannya.
Ibadah salat sunah, misalnya, belasan macam jumlahnya sehingga jika seseorang ingin mengumpulkan pahala atau keutamaan salat sunah tak akan ada habis-habisnya bisa dilakukan. Begitu juga keutamaan membaca Alquran, setiap saat terbuka peluangnya.
Ibadah sosial juga banyak ragamnya, sejak dari memberi senyum, mendoakan, menolong, dan bersedekah kesemuanya itu ibadah sosial di jalan Tuhan yang sangat dicintai Allah. Bahkan keluar rumah mencari ilmu atau bekerja menjemput rezeki juga ibadah, sebuah kesalehan sosial.
Mereka yang aktif di dunia politik selagi niat, tujuan, dan cara yang ditempuhnya baik dan benar dengan mengikuti rambu-rambu agama, itu juga ekspresi kesalehan dalam beragama. Tak kalah saleh dan mulianya juga para guru yang mendidik anak-anak agar tumbuh jadi anak pintar dan berbaik budi. Pahala yang dijanjikan Allah untuknya juga melimpah.
Jadi, sekali lagi, kesalehan beragama itu banyak jalan dan beragam ekspresinya. Makanya kita tidak dibenarkan merasa diri paling takwa, paling benar, paling saleh, lalu menyalahkan dan meremehkan keberagamaan orang lain. Setiap orang memiliki peluang dan kesempatan serta komitmen yang berbeda-beda. Setiap orang juga tak ada yang bisa membebaskan diri dari berbuat salah dan dosa.
Makanya sangat logis dan menjadi kabar gembira bahwa Tuhan itu maha pengampun. Kalau saja kita ingin barter amal saleh dengan surga, pasti bobot amal kebaikan kita jauh tidak sebanding. Tidak cukup untuk membeli surga. Hanya karena kasih dan ampunan Allah saja seseorang itu bisa masuk surga karena Allah yang memiliki dan punya hak prerogatif untuk memasukkan hamba-Nya ke surga.
Keragaman berpikir dan berekspresi beragama itu termanifestasikan, misalnya, dengan ada orang yang menonjol dalam ibadah sosial, tetapi miskin dalam ibadah ritual. Atau sebaliknya. Ada orang yang dermawan dengan hartanya. Ada lagi yang bisanya bersedekah dengan tenaga atau ilmunya.
Mungkin saja ada yang beramal saleh dengan memanjatkan doa untuk kebaikan teman dan tetangganya. Mungkin juga mereka yang berdemo di jalan itu niatnya juga ibadah sosial.
Jadi, pada level paling dalam, esoteris, kita tidak tahu bobot niat dan keikhlasan seseorang baik ketika melaksanakan ritual maupun aktivitas sosial. Hanya Tuhan yang tahu.
Oleh karenanya, tugas negara dan kewajiban umat beragama adalah menjaga kedamaian dan etika sosial. Menjaga ketertiban ruang publik. Silakan orang mengekspresikan keberagamaannya selama tidak mengganggu hak-hak orang lain dan ketertiban serta kedamaian publik.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
BANYAK ragam bagaimana seseorang mengekspresikan atau mengamalkan keberagamaannya. Ada dimensi agama yang sifatnya sangat personal, tidak terlihat (esoteris) karena berada pada wilayah hati yang orang lain tidak mengetahuinya, tetapi ada pula ekspresi keberagamaan yang terlihat orang lain (eksoteris).
Dalam Islam, semua perilaku kesalehan yang mendekatkan diri kepada Tuhan itu masuk dalam kategori takwa, ibarat jalan besar (syari') menuju Tuhan dan seseorang memiliki banyak jalan dan lorong kecil (sabil) yang menghubungkannya ke jalan besar.
Untuk menjadi pribadi yang sempurna dan utuh (kaffah) yang mampu melaksanakan semua perintah Tuhan rasanya tidak mungkin mengingat tiap orang memiliki keterbatasan dan kelebihan masing-masing. Yang bisa diraih adalah berusaha berjalan di atas jalan Tuhan sesuai dengan kapasitas dan pilihannya. Sementara di sana terdapat banyak jalan menuju Tuhan sehingga ekspresi keberagamaan masyarakat juga beragam.
Bagi umat Islam, terdapat ritual keberagamaan yang seragam seperti salat menghadapkan muka ke arah Kakbah meskipun muka hatinya tertuju hanya kepada Allah Yang Esa. Begitu pun umat Islam sepakat tentang kerasulan Muhammad dan kitab suci Alquran. Pendeknya doktrin rukun Islam dan rukun Iman umat Islam seragam.
Tapi dalam melaksanakan perintah Tuhan, terutama dalam konteks ibadah sosial, pilihan dan manifestasinya sangat beragam mengingat yang namanya amal saleh itu bermacam-macam perintah dan pilihannya. Tidak hanya ibadah sosial, ritual keagamaan di luar yang wajib, yaitu sunah, juga banyak sekali peluang dan pilihannya.
Ibadah salat sunah, misalnya, belasan macam jumlahnya sehingga jika seseorang ingin mengumpulkan pahala atau keutamaan salat sunah tak akan ada habis-habisnya bisa dilakukan. Begitu juga keutamaan membaca Alquran, setiap saat terbuka peluangnya.
Ibadah sosial juga banyak ragamnya, sejak dari memberi senyum, mendoakan, menolong, dan bersedekah kesemuanya itu ibadah sosial di jalan Tuhan yang sangat dicintai Allah. Bahkan keluar rumah mencari ilmu atau bekerja menjemput rezeki juga ibadah, sebuah kesalehan sosial.
Mereka yang aktif di dunia politik selagi niat, tujuan, dan cara yang ditempuhnya baik dan benar dengan mengikuti rambu-rambu agama, itu juga ekspresi kesalehan dalam beragama. Tak kalah saleh dan mulianya juga para guru yang mendidik anak-anak agar tumbuh jadi anak pintar dan berbaik budi. Pahala yang dijanjikan Allah untuknya juga melimpah.
Jadi, sekali lagi, kesalehan beragama itu banyak jalan dan beragam ekspresinya. Makanya kita tidak dibenarkan merasa diri paling takwa, paling benar, paling saleh, lalu menyalahkan dan meremehkan keberagamaan orang lain. Setiap orang memiliki peluang dan kesempatan serta komitmen yang berbeda-beda. Setiap orang juga tak ada yang bisa membebaskan diri dari berbuat salah dan dosa.
Makanya sangat logis dan menjadi kabar gembira bahwa Tuhan itu maha pengampun. Kalau saja kita ingin barter amal saleh dengan surga, pasti bobot amal kebaikan kita jauh tidak sebanding. Tidak cukup untuk membeli surga. Hanya karena kasih dan ampunan Allah saja seseorang itu bisa masuk surga karena Allah yang memiliki dan punya hak prerogatif untuk memasukkan hamba-Nya ke surga.
Keragaman berpikir dan berekspresi beragama itu termanifestasikan, misalnya, dengan ada orang yang menonjol dalam ibadah sosial, tetapi miskin dalam ibadah ritual. Atau sebaliknya. Ada orang yang dermawan dengan hartanya. Ada lagi yang bisanya bersedekah dengan tenaga atau ilmunya.
Mungkin saja ada yang beramal saleh dengan memanjatkan doa untuk kebaikan teman dan tetangganya. Mungkin juga mereka yang berdemo di jalan itu niatnya juga ibadah sosial.
Jadi, pada level paling dalam, esoteris, kita tidak tahu bobot niat dan keikhlasan seseorang baik ketika melaksanakan ritual maupun aktivitas sosial. Hanya Tuhan yang tahu.
Oleh karenanya, tugas negara dan kewajiban umat beragama adalah menjaga kedamaian dan etika sosial. Menjaga ketertiban ruang publik. Silakan orang mengekspresikan keberagamaannya selama tidak mengganggu hak-hak orang lain dan ketertiban serta kedamaian publik.
(poe)