Kemiskinan Struktural di Jawa Tengah
A
A
A
Ferry Juliantono
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan Bakal Calon Gubernur Jawa Tengah periode 2018-2023
PROVINSI Jawa Tengah yang terletak di wilayah yang memiliki infrastruktur dan akses yang sangat memadai, seharusnya dapat dijadikan sebagai faktor yang dapat menjadikan sumber daya alam dan sumberdaya manusianya sebagai keunggulan daerah ini dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
Namun justru di wilayah ini terdapat beberapa paradox pembangunannya. Pertama adanya fakta kemiskinan dimana provinsi Jawa tengah secara persentase menempati posisi sebagai provinsi nomor 12 termiskin di Indonesia (BPS 2016). Sebagian besar penduduknya yang hidup di pedesaan tergolong miskin.
Kedua fakta rendahnya upah di Provinsi jawa tengah UMP di Jawa tengah rata rata adalah 1,5 juta rupiah dan hanya dikota dan kabupaten semarang yang Rp2,1 juta rupiah setiap bulannya. Upah buruh dan pekerja yang sangat rendah ini bersamaan dengan minimnya penyediaan fasilitas kesehatan dan perumahan yang layak.
Ketiga adalah fakta menurunnya nilai tukar petani. Berdasarkan data dari BPS tahun 2016 penurunan nilai tukar petani di Jawa tengah ini merupakan nilai tukar yang terendah sejak tahun 2009.
Fakta keempat adalah rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Apabila dilihat dari fakta kemiskinan yang ada seharusnya membuat kita menjadi bertanya, darimanakah datangnya kemiskinan ini. Kemiskinan bisa disebabkan karena beberapa hal yaitu karena sebab alamiah, karena sebab kultural atau karena sebab struktural.
Jika kemiskinan di provinsi Jawa Tengah ditinjau dari sebab yang bersifat alamiah makanya jawabannya adalah tidak. Hal ini dikarenakan lokasi propinsi ini terletak di pulau yang memiliki infrastruktur dan akses yang memadai serta memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Jawa tengah memiliki laut, gunung, dataran tinggi dan sumberdaya serta semua potensinya.
Kalau kemiskinan di Jawa tengah disebabkan karena faktor yang bersifat budaya atau kultural maka jawabannya pasti bukan. Karena provinsi ini memiliki masyarakat yang suka bekerja keras dan produktif. Oleh karena itu penulis mencoba membangun hipotesa bahwa kemiskinan yang ada di Jawa tengah lebih dikarenakan faktor struktural.
Kita perbandingkan APBD Provinsi Jawa Tengah dengan tetangganya yaitu provinsi Jawa Barat dan provinsi Jawa Timur. APBD provinsi Jawa Tengah adalah sekitar 23 triliun. Sementara APBD provinsi Jawa Timur sekitar 29 triliun. Sementara APBD Jawa Barat bahkan sudah sekitar 32 triliun.
Proporsi belanja tidak langsung dan belanja langsung dalam AOBD provinsi Jawa Tengah juga berbeda dengan proporsi yang sama di provinsi tetangganya. Bobot anggaran terpusat pada belanja tidak langssung sebesar 5 triliun berupa belanja pegawai, hibah dan bansos serta transfer keuangan daerah dan biasanya belanja tidak langsung ini sering dikatakan sebagai anggaran politis.
Sedangkan anggaran langsung adalah merupakan anggaran yang sifatnya non partisan dan bersifat langsung pada rakyat. Di provinsi Jawa Tengah anggaran belanja langsung adalah sebesar sekitar 5 triliun juga. Seharusnya proporsi yang baik adalah ketika belanja langsungnya lebih besar dari belanja tidak langsungnya.
Perbandingannya dengan Yogyakarta.
Daerah ini tidak memerlukan hubungan yang bersifat patron klien, sementara Jawa Tengah memerlukan hubungan yang bersifat patron klien. Belanja tidak langsung sering dikatakan bersifat politis karena sering digunakan oleh kekuasaan untuk memelihara hubungan patron klien yang ada.
Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan tingkat kemampuan provinsi Jawa Tengah untuk mengatasi kemiskinan juga terus semakin menurun dari tahun ke tahun dan Provinsi ini terjebak pada situasi yang sulit untuk keluar dari kemiskinan yang ada. Gambar di bawah ini menunjukkan tren menurun dari tingkat kemampuan pemerintah provinsi dalam mengatasi kemiskinan (BPS 2016).
Indeks kedalaman kemiskinan di provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 jug mengalamai kenaikan. Indeks kedalam kemiskinan atau Poverty Gap Index adalah indeks untuk mengukur jarak pengeluaran orang miskin dengan garis kemiskinan.
Semakin meningkat indeks ini berarti semakin dalam kemiskinan yang ada di provinsi Jawa Tengah. Jika dilihat dari indeks keparahan kemiskinan atau Poverty Severity Index yang digunakan untuk mengukur ketimpangan diantara penduduk miskin maka indeks ini di provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 48 persen dari sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 yang berarti di provinsi Jawa Tengah semakin tinggi ketimpangan atau semakin banyak orang yang sangat miskin diantara mereka yang miskin.
Struktur kekuasaan yang adaSejak reformasi hingga saat ini provinsi Jawa Tengah didominasi oleh kekuatan politik tertentu. Yang oleh sebab itu kekuatan partai lain di provinsi ini adalah seperti sub agen dari kekuatan politik utamanya. Kendali kepemimpinan baik di eksekutif maupun di legislatif menjadi cerminan hegemoni kekuasaan tersebut.
Proporsi anggaran belanja tidak langsung yang dipergunakan untuk menjaga hubungan patro klien menurut penulis tidak bisa dipisahkan dari struktur kekuasaan yang ada. Oleh sebab itu hegemoni ini juga cenderung melahirkan sebuah proses pembangunan yang minim konsenrasi terhadap masalah yang dihadapi provinsi di banyak bidang.
Ketertinggalan wilayah selatan provinsi ini dibandingkan wilayah di sebelah utara menunjukan hal tersebut. Lambatnya pengembangan fasilitas pelabuhan laut dan udara serta minimnya penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah ini adalah sebagian bukti yang makin membenarkan minimnya perhatian terhadap masalah mendasar yang ada.
Kemiskinan yang dihasilkan dari struktur kekuasaan yang seperti ini memiliki aneka dampaknya baik yang bersifat irasional. Tumbuhnya terorisme, kriminalitas serta pemahaman yang ekstrim tumbuh subur di Jawa Tengah. Disisi yang lain struktur kekuasaan yang hegemonik di Jawa Tengah juga melahirkan tradisi dan budaya yang cenderung melanggengkan kekuasaan dan hanya menguntungkan kekuasaan.
Banyak tradisi dan budaya di Jawa Tengah saat ini yang sebenarnya bukan berasal dari nilai nilai adiluhung budaya Jawa maupun nilai nilai keagamaanStruktur akan melahirkan kultur dan begitu juga sebaliknya. Jika proses yang berlangsung ini tetap akan dilakukan maka di jawa tengah tidak akan pernah terjadi perubahan ekonomi dan sosial.
Evaluasi terhadap tingkat perekonomian dan kesejahteraan di provinsi Jawa Tengah seharusnya menjadi pegangan bagi semua pihak yang menginginkan perubahan di Jawa Tengah. Tantangan yang ada sebenernya terletak pada sejauh mana agen baik tokoh, partai politik dan semua pihak yang meiliki pengaruh dan kekuasaan yang di wilayah ini yang memiliki keberanian untuk menyampaikan fakta sosial ini menjadi kesadaran masyarakat Jawa Tengah untuk maju mengatasi kemiskinan dan mengejar ketinggalannya dari provinsi yang lain.
Skenario pembangunan Jawa Tengah ke depan Provinsi Jawa Tengah seharusnya bisa menjadi poros baru ekonomi nasional dan menjadi daerah penyangga wilayah di sektarnya, mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah yang paling efektif menurut hemat penulis adalah dengan mengatasi msalah yang ada di sektor pertanian.
Pertanian yang dimaksud oleh penulis adalah sektor pertanian secara umum yang meliputi peternakan, perikanan, perkebunan, tanaman pangan, Hortikultura dan hasil hutan. Dengan menyelesaikan problematika yang ada di sektor ini berarti kita sudah dapat menyelesaikan sebgian besar masalah kemiskinan yang ada.
Infrastruktur tidak boleh lagi identik hanya dengan membangun jalan dan jembatan melainkan juga harus dialokasikan kepada infrastruktur yang menunjang kegiatan pasca produksi hasil pertanian diatas. Sumber sumber potensi pendapatan dari pariwisata dan industri lainnya bisa di tingkatkan kapasitasnya dengan menggunakan pendekatan yang bersifat modern dan ramah teknologi.
Pengamatan penulis sebenarnya provinsi jawa tengah harus tetap dipertahankan sebagai wilayah yang agraris sesuai dengan karakteristik wilayahnya namun dikelola dengan cara yang jauh lebih cerdas. Masih banyak ide ataupun gagasan yang bisa mendorong provinsi ini melesat jauh sepanjang pembangunan yang dilakukan sebisa mungkin melibatkan partisipasi masyarakat itu sendiri. Pemerintah provinsi sangat mungkin mendorong hal ini bisa terjadi.
Diharapkan kontestasi demokrasi yang akan dilakukan tahun depan dapat mampu melahirkan perubahan struktur kekuasaan yang ada menjadi lebih berimbang. Dinamika yang terjadi kemudian tentu diharapakan menumbuhkan tradisi dan budaya baru yang lebih sesaui dengan nilai nilai adiluhung Jawa dan akhirnya membawa perubahan perekonomian dan kesejahteraan di provinsi Jawa Tengah.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dan Bakal Calon Gubernur Jawa Tengah periode 2018-2023
PROVINSI Jawa Tengah yang terletak di wilayah yang memiliki infrastruktur dan akses yang sangat memadai, seharusnya dapat dijadikan sebagai faktor yang dapat menjadikan sumber daya alam dan sumberdaya manusianya sebagai keunggulan daerah ini dibandingkan wilayah lain di Indonesia.
Namun justru di wilayah ini terdapat beberapa paradox pembangunannya. Pertama adanya fakta kemiskinan dimana provinsi Jawa tengah secara persentase menempati posisi sebagai provinsi nomor 12 termiskin di Indonesia (BPS 2016). Sebagian besar penduduknya yang hidup di pedesaan tergolong miskin.
Kedua fakta rendahnya upah di Provinsi jawa tengah UMP di Jawa tengah rata rata adalah 1,5 juta rupiah dan hanya dikota dan kabupaten semarang yang Rp2,1 juta rupiah setiap bulannya. Upah buruh dan pekerja yang sangat rendah ini bersamaan dengan minimnya penyediaan fasilitas kesehatan dan perumahan yang layak.
Ketiga adalah fakta menurunnya nilai tukar petani. Berdasarkan data dari BPS tahun 2016 penurunan nilai tukar petani di Jawa tengah ini merupakan nilai tukar yang terendah sejak tahun 2009.
Fakta keempat adalah rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Apabila dilihat dari fakta kemiskinan yang ada seharusnya membuat kita menjadi bertanya, darimanakah datangnya kemiskinan ini. Kemiskinan bisa disebabkan karena beberapa hal yaitu karena sebab alamiah, karena sebab kultural atau karena sebab struktural.
Jika kemiskinan di provinsi Jawa Tengah ditinjau dari sebab yang bersifat alamiah makanya jawabannya adalah tidak. Hal ini dikarenakan lokasi propinsi ini terletak di pulau yang memiliki infrastruktur dan akses yang memadai serta memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah. Jawa tengah memiliki laut, gunung, dataran tinggi dan sumberdaya serta semua potensinya.
Kalau kemiskinan di Jawa tengah disebabkan karena faktor yang bersifat budaya atau kultural maka jawabannya pasti bukan. Karena provinsi ini memiliki masyarakat yang suka bekerja keras dan produktif. Oleh karena itu penulis mencoba membangun hipotesa bahwa kemiskinan yang ada di Jawa tengah lebih dikarenakan faktor struktural.
Kita perbandingkan APBD Provinsi Jawa Tengah dengan tetangganya yaitu provinsi Jawa Barat dan provinsi Jawa Timur. APBD provinsi Jawa Tengah adalah sekitar 23 triliun. Sementara APBD provinsi Jawa Timur sekitar 29 triliun. Sementara APBD Jawa Barat bahkan sudah sekitar 32 triliun.
Proporsi belanja tidak langsung dan belanja langsung dalam AOBD provinsi Jawa Tengah juga berbeda dengan proporsi yang sama di provinsi tetangganya. Bobot anggaran terpusat pada belanja tidak langssung sebesar 5 triliun berupa belanja pegawai, hibah dan bansos serta transfer keuangan daerah dan biasanya belanja tidak langsung ini sering dikatakan sebagai anggaran politis.
Sedangkan anggaran langsung adalah merupakan anggaran yang sifatnya non partisan dan bersifat langsung pada rakyat. Di provinsi Jawa Tengah anggaran belanja langsung adalah sebesar sekitar 5 triliun juga. Seharusnya proporsi yang baik adalah ketika belanja langsungnya lebih besar dari belanja tidak langsungnya.
Perbandingannya dengan Yogyakarta.
Daerah ini tidak memerlukan hubungan yang bersifat patron klien, sementara Jawa Tengah memerlukan hubungan yang bersifat patron klien. Belanja tidak langsung sering dikatakan bersifat politis karena sering digunakan oleh kekuasaan untuk memelihara hubungan patron klien yang ada.
Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan tingkat kemampuan provinsi Jawa Tengah untuk mengatasi kemiskinan juga terus semakin menurun dari tahun ke tahun dan Provinsi ini terjebak pada situasi yang sulit untuk keluar dari kemiskinan yang ada. Gambar di bawah ini menunjukkan tren menurun dari tingkat kemampuan pemerintah provinsi dalam mengatasi kemiskinan (BPS 2016).
Indeks kedalaman kemiskinan di provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 jug mengalamai kenaikan. Indeks kedalam kemiskinan atau Poverty Gap Index adalah indeks untuk mengukur jarak pengeluaran orang miskin dengan garis kemiskinan.
Semakin meningkat indeks ini berarti semakin dalam kemiskinan yang ada di provinsi Jawa Tengah. Jika dilihat dari indeks keparahan kemiskinan atau Poverty Severity Index yang digunakan untuk mengukur ketimpangan diantara penduduk miskin maka indeks ini di provinsi Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 48 persen dari sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 yang berarti di provinsi Jawa Tengah semakin tinggi ketimpangan atau semakin banyak orang yang sangat miskin diantara mereka yang miskin.
Struktur kekuasaan yang adaSejak reformasi hingga saat ini provinsi Jawa Tengah didominasi oleh kekuatan politik tertentu. Yang oleh sebab itu kekuatan partai lain di provinsi ini adalah seperti sub agen dari kekuatan politik utamanya. Kendali kepemimpinan baik di eksekutif maupun di legislatif menjadi cerminan hegemoni kekuasaan tersebut.
Proporsi anggaran belanja tidak langsung yang dipergunakan untuk menjaga hubungan patro klien menurut penulis tidak bisa dipisahkan dari struktur kekuasaan yang ada. Oleh sebab itu hegemoni ini juga cenderung melahirkan sebuah proses pembangunan yang minim konsenrasi terhadap masalah yang dihadapi provinsi di banyak bidang.
Ketertinggalan wilayah selatan provinsi ini dibandingkan wilayah di sebelah utara menunjukan hal tersebut. Lambatnya pengembangan fasilitas pelabuhan laut dan udara serta minimnya penciptaan lapangan pekerjaan di wilayah ini adalah sebagian bukti yang makin membenarkan minimnya perhatian terhadap masalah mendasar yang ada.
Kemiskinan yang dihasilkan dari struktur kekuasaan yang seperti ini memiliki aneka dampaknya baik yang bersifat irasional. Tumbuhnya terorisme, kriminalitas serta pemahaman yang ekstrim tumbuh subur di Jawa Tengah. Disisi yang lain struktur kekuasaan yang hegemonik di Jawa Tengah juga melahirkan tradisi dan budaya yang cenderung melanggengkan kekuasaan dan hanya menguntungkan kekuasaan.
Banyak tradisi dan budaya di Jawa Tengah saat ini yang sebenarnya bukan berasal dari nilai nilai adiluhung budaya Jawa maupun nilai nilai keagamaanStruktur akan melahirkan kultur dan begitu juga sebaliknya. Jika proses yang berlangsung ini tetap akan dilakukan maka di jawa tengah tidak akan pernah terjadi perubahan ekonomi dan sosial.
Evaluasi terhadap tingkat perekonomian dan kesejahteraan di provinsi Jawa Tengah seharusnya menjadi pegangan bagi semua pihak yang menginginkan perubahan di Jawa Tengah. Tantangan yang ada sebenernya terletak pada sejauh mana agen baik tokoh, partai politik dan semua pihak yang meiliki pengaruh dan kekuasaan yang di wilayah ini yang memiliki keberanian untuk menyampaikan fakta sosial ini menjadi kesadaran masyarakat Jawa Tengah untuk maju mengatasi kemiskinan dan mengejar ketinggalannya dari provinsi yang lain.
Skenario pembangunan Jawa Tengah ke depan Provinsi Jawa Tengah seharusnya bisa menjadi poros baru ekonomi nasional dan menjadi daerah penyangga wilayah di sektarnya, mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah yang paling efektif menurut hemat penulis adalah dengan mengatasi msalah yang ada di sektor pertanian.
Pertanian yang dimaksud oleh penulis adalah sektor pertanian secara umum yang meliputi peternakan, perikanan, perkebunan, tanaman pangan, Hortikultura dan hasil hutan. Dengan menyelesaikan problematika yang ada di sektor ini berarti kita sudah dapat menyelesaikan sebgian besar masalah kemiskinan yang ada.
Infrastruktur tidak boleh lagi identik hanya dengan membangun jalan dan jembatan melainkan juga harus dialokasikan kepada infrastruktur yang menunjang kegiatan pasca produksi hasil pertanian diatas. Sumber sumber potensi pendapatan dari pariwisata dan industri lainnya bisa di tingkatkan kapasitasnya dengan menggunakan pendekatan yang bersifat modern dan ramah teknologi.
Pengamatan penulis sebenarnya provinsi jawa tengah harus tetap dipertahankan sebagai wilayah yang agraris sesuai dengan karakteristik wilayahnya namun dikelola dengan cara yang jauh lebih cerdas. Masih banyak ide ataupun gagasan yang bisa mendorong provinsi ini melesat jauh sepanjang pembangunan yang dilakukan sebisa mungkin melibatkan partisipasi masyarakat itu sendiri. Pemerintah provinsi sangat mungkin mendorong hal ini bisa terjadi.
Diharapkan kontestasi demokrasi yang akan dilakukan tahun depan dapat mampu melahirkan perubahan struktur kekuasaan yang ada menjadi lebih berimbang. Dinamika yang terjadi kemudian tentu diharapakan menumbuhkan tradisi dan budaya baru yang lebih sesaui dengan nilai nilai adiluhung Jawa dan akhirnya membawa perubahan perekonomian dan kesejahteraan di provinsi Jawa Tengah.
(maf)