Curhat Penghayat Kepercayaan: Dicap Atheis hingga Sulit Dapat Kerja

Rabu, 08 November 2017 - 07:05 WIB
Curhat Penghayat Kepercayaan: Dicap Atheis hingga Sulit Dapat Kerja
Curhat Penghayat Kepercayaan: Dicap Atheis hingga Sulit Dapat Kerja
A A A
JAKARTA - Penghayat kepercayaan senang karena Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi (judicial review) Pasal 61 ayat 1 dan 2 serta 64 ayat 1 dan 5 Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan.

Dikabulkannya uji materi pasal tersebut membuat penghayat kepercayaan dapat mencantumkan statusnya di kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK).

Selama ini mereka mengaku kerap mendapat perlakuan berbeda (diskriminasi) ketika akan mengajukan pembuatan dokumen kependudukan, baik KK maupun KTP.

Diskriminasi juga terjadi di tengah masyarakat. Tidak hanya dianggap kolot, kafir serta sesat, mereka juga kesulitan mendapatkan layanan pendidikan juga pekerjaan karena tidak adanya keterangan pada kolom agama di KTP dan KK imbas dari kepercayaan yang mereka anut.

“Kami sangat senang karena telah tercapainya kepercayaan itu diakui pemerintah dan ruang lingkupnya untuk pekerjaan anak-anak saya telah terbuka,” ujar Arnol Purba, salah seorang pemohon uji materi UU Administrasi Kependudukan, di Gedung MK, Jakarta Selasa 7 November 2017. (Baca juga: MK Putuskan Status Penghayat Kepercayaan Bisa Dicantumkan di KTP )

Arnol yang menjalankan kepercayaan Ugamo Bangsa Batak berharap diisinya kolom agama bagi penghayat kepercayaan dapat menghilangkan diskriminasi.

Dia mengaku merasakan bagaimana anaknya sulit untuk mendapat pekerjaan. Anaknya kerap ditolak oleh perusahaan dengan alasan tidak ada keterangan agama di KTP. “Calon pencari kerja menganggap tanda strip pada kolom agama identik dengan atheis atau kafir,” ucap Arnol.

Kalaupun akhirnya diterima pada satu perusahaan, masalah tidak berhenti di situ. Kesulitan juga dihadapi saat proses pengupahan untuk mendapatkan akses bank.

Menurut dia, pihak bank mengaku harus terlebih dahulu meminta klarifikasi pemerintah dan pengurus kepercayaan Ugamo Bangsa Batak sebelum memberikan persetujuan.

“Begitu juga saat meminta modal usaha, lembaga keuangan seperti bank, koperasi tidak bisa memberikan akses. Kami pun terpaksa mengubah kolom agama di KTP dengan agama Kristen,” tuturnya.

Selain Arnol, pemohon uji materi juga berasal dari pemeluk kepercayaan lain di sejumlah daerah di Indonesia seperti Komunitas Merapu (Sumba Timur, Pulau Sumba), Komunitas Parmalim (Sumatera Utara) serta Sapto Darmo (Brebes, Jawa Tengah).
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3895 seconds (0.1#10.140)