Fenomena Mirip Sodom dan Gomora di Era Modern

Kamis, 12 Oktober 2017 - 09:03 WIB
Fenomena Mirip Sodom dan Gomora di Era Modern
Fenomena Mirip Sodom dan Gomora di Era Modern
A A A
Faisal Ismail
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga dan Pascasarjana FIAI UII Yogyakarta

KATA 'sodom' dan 'menyodomi’ sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘menyodomi’ berarti menyetubui melalui anal atau anus. Kata ‘sodom’ terkait erat dengan perilaku seksual yang menyimpang dari penduduk Kota Sodom (Arab: Sadum) dan Gomora (Arab: Amurah) di Lembah Yordan pada zaman Nabi Luth. Mereka menyukai sesama jenis (sesama laki-laki) dan mereka melakukan hubungan seks melalui anus.

Tuhan sangat murka kepada penduduk Sodom dan Gomora yang melakukan praktik sodomi atau homoseksualitas itu. Karena itu, Tuhan melaknat mereka dengan menurunkan hujan belerang dan api dari langit yang sangat dahsyat dan mematikan. Akibatnya, hukuman keras Tuhan menimpa mereka: Kota Sodom dan Gomora (dan kota-kota lainnya), seluruh penduduk kota, Lembah Yordan, harta benda, dan tumbuh-tumbuhan luluh lantak, musnah, dan rata dengan tanah.

Kutukan dan laknat Tuhan yang menyebabkan tragedi kehancuran dan kemusnahan pen­duduk Sodom dan Gomora ini dikisahkan dalam Kitab Ibrani, Alkitab, dan Alquran. Sejauh menyangkut kisah dalam rekaman Alquran, Tuhan mengutus Nabi Luth (Lot) dengan misi utamanya mengingatkan dan memperingatkan perilaku penyimpangan seksual (sodomi atau homoseksualitas) yang secara luas dan merajalela dilakukan oleh kaumnya agar menghentikan praktik seperti itu.

Nabi Luth mengingatkan dan memperingatkan kaumnya agar kembali ke jalan Tuhan yang lurus dan benar, taat, berbakti, patuh, dan bertakwa kepada-Nya, serta menjauhi dan menghentikan praktik sodomi yang mereka lakukan. Tetapi, kaumnya membangkang terhadap larangan Tuhan dan terus melakukan praktik sodomi. Oleh karena itu, pada akhirnya, Tuhan mendatangkan laknat dan kutukan dengan menurunkan hujan belerang bercampur api yang mematikan mereka.

Era Modern
Fenomena Sodom dan Gomora muncul di era modern sekarang ini. Agar terasa sopan, terdengar ‘civilized’, tidak terasa diskriminatif, demi menghormati dan menghargai hak asasi manusia, serta demi alasan-alasan lain yang disesuaikan dengan alur logika manusia dan perkembangan zaman. Sejumlah negara di dunia, terutama negara-negara Barat, telah membolehkan dan melegalkan perkawinan sesama jenis (sesama pria).

Dengan kata lain, praktik sodomi atau homo­seksualitas di sejumlah negara terutama di negara-negara Barat telah dilegalkan melalui ikatan perkawinan. Negara-negara yang telah melegalkan perkawinan sesama jenis antara lain, Belanda, Belgia, Spanyol, Kanada, Afrika Selatan, Swedia, Portugal, Islandia, Argentina, Meksiko, Uruguay, Selandia Baru, Prancis, dan Brasil. Bahkan di Tel Aviv, Israel, pernah diselenggarakan pesta para gay.

Dilihat dari perspektif hukum negara, pernikahan sesama jenis dipandang legal di negara-negara yang melegalkan­nya. Oleh karena itu, para pasangan sesama jenis yang sepakat menjalin hubungan perkawinan dipersilakan dan tidak dihambat atau dihalang-halangi karena negara mereka telah melegalkannya. Betul, menurut hukum negara, perkawinan sesama jenis adalah legal di negara-negara Barat yang telah melegalkannya. Tapi, apakah perkawinan sesama jenis itu legal dilihat dari perspektif agama (Kristen) yang menjadi anutan masyarakat Barat?

Dari hasil pembelajaran dan pembacaan saya, Alkitab jelas mengatakan bahwa perkawinan sesama jenis tidak sesuai dengan iman Kristen. Saya yakin agama-agama lain, termasuk Islam, tidak membenarkan atau melarang perkawinan sesama jenis. Perkawinan sesama jenis merupakan sesuatu yang tidak tabu di negara-negara Barat yang menganut sekularisme.

Kota Pattaya, Thailand, dilukiskan oleh media Barat, Daily Mirror, sebagai Sodom dan Gomora modern: “Inside the world’s sex capital: City dubbed ‘modern day Sodom and Gomorrah’ with highest number of prostitutes anywhere.” (Di pusat seks dunia: kota dijuluki ‘Sodom dan Gomora’ modern dengan jum­lah pelacur/PSK yang paling tinggi dan pelacuran terdapat di mana-mana). Jumlah PSK di Pattaya mencapai 27.000 wanita dan dikunjungi oleh satu juta pria tiap tahunnya. “Orang-orang baik pergi ke surga, orang jahat pergi ke Pattaya,” begitulah slogan populer terpampang di T-shirt yang dijual untuk para wisatawan di Pattaya.

Sebenarnya prostitusi adalah ilegal di Thailand, tetapi aturan hukum ini diabaikan di Pattaya yang terkenal dengan industri seksnya. Kota Pattaya sendiri mempunyai lebih dari 1.000 bar, banyak panti pijat, dan banyak situs prostitusi ilegal. Kementerian Pariwisata Thailand pernah menggagas rencananya hendak membasmi wisata seks ini dan mengembalikan Thailand sebagai tujuan wisata yang ramah.

Di Indonesia
Perbuatan sodomi juga terjadi berulang kali di negara kita. Media massa sering memberitakan banyak pria dewasa menyodomi anak kecil. Para penyodom itu melakukan kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah umur. Oleh karena itu, untuk melindungi anak-anak dari (calon) predator penyodom, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Kebiri bagi mereka yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan sodomi terhadap anak-anak.

Media massa juga sering memberitakan tentang polisi atau aparat keamanan yang merazia dan menangkap para PSK, misalnya di beberapa hotel berbintang tertentu atau PSK yang menggunakan jaringan online. Prostitusi online sudah banyak dan sering diungkap petugas kepolisian. Kasus terbaru yang kita simak di media massa adalah Polres Metro Jakarta Pusat menggerebek para pelaku prostitusi sesama jenis berkedok spa di Ruko Plaza Harmoni, Jakarta, tanggal 6 Oktober 2017. Polisi telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dan satu orang DPO.

Dalam penggerebekan itu, sebanyak tujuh orang karyawan ruko dan 50 orang yang diduga melalukan pesta sesama jenis ditahan petugas kepolisian. Barang bukti yang disita antara lain, uang tunai sebesar Rp14 juta, rekening koran PT Teritor Alam Sejati, daftar karyawan, mesin EDC Mandiri, 1 bundel berkas T 1 spa, 14 buah nota, 12 buah handuk, dan 13 alat perangsang merek Rush. Tersangka terancam Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat 2 UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 296 KUHP.

Prostitusi sesama jenis yang terjadi di Ruko Plaza Harmoni, Jakarta (atau di mana saja), mirip seperti yang terjadi di Sodom dan Gomora di Lembah Yordan pada zaman Nabi Luth. Apa pun motif dan alasannya, segala bentuk prostitusi, termasuk prostitusi sesama jenis, tidak dapat dibenarkan secara moral atau dilarang agama. Terlebih di negara Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan nilai-nilai agama.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2220 seconds (0.1#10.140)