Belajar dari Kasus Allianz
A
A
A
Jagat perasuransian sedang mendapat sorotan. Hal ini setelah polisi menetapkan dua petinggi PT Asuransi Allianz Life Indonesia sebagai tersangka. Keduanya dinilai mempersulit nasabahnya dalam pencairan klaim. Fenomena ini wajib menjadi perhatian semua pihak, baik pemerintah, pihak asuransi maupun masyarakat, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Kasus klaim asuransi berujung pidana ini berawal dari laporan nasabah yang merasa sangat dirugikan Allianz saat akan mencairkan klaim biaya perawatan rumah sakit. Pihak Allianz selalu meminta catatan medis lengkap dari rumah sakit sebagai syarat pencairan. Adapun pihak rumah sakit tidak akan pernah memberikan catatan medis lengkap karena melanggar Permenkes No 269/Menkes/PER/ III/2008 tentang Rekam Medis. Nasabah tersebut merasa ditipu pihak asuransi hingga akhirnya berujung ke polisi. Akibatnya polisi menjerat dua bos Allianz dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Kasus Allianz tersebut tampaknya hanyalah puncak gunung es. Karena bisa jadi masih banyak kasus serupa yang menimpa nasabah di perusahaan asuransi lain. Namun para nasabah asuransi yang dirugikan tidak mau mempermasalahkan ke ranah hukum. Mereka biasanya cenderung pasrah dengan aturan atau kebijakan dari pihak asuransi meski mereka sebenarnya dirugikan. Mengapa mereka cenderung diam? Bisa jadi banyak masyarakat pesimistis bisa membawa hasil dengan memerkarakan masalah-masalah asuransi tersebut ke ranah hukum. Apalagi yang akan dihadapi adalah perusahaan-perusahaan besar. Mereka mungkin takut langkah hukum yang akan diambil malah justru bisa menjadi bumerang sehingga sangat jarang masalah-masalah asuransi dibawa ke ranah hukum.
Karena itu munculnya kasus Allianz ini bisa menjadi contoh positif bagi masyarakat agar semuanya bertindak secara profesional dan sesuai dengan aturan. Atau dengan kata lain, kasus Allianz ini bisa menjadi pelajaran tersendiri bagi masyarakat, perusahaan asuransi hingga pemerintah (Otoritas Jasa Keuangan/OJK). Bagi masyarakat, mereka mesti lebih berhati-hati dalam memilih produk, membaca dengan detail isi polis, dan tidak begitu saja percaya apa yang disampaikan agen penjualan asuransi. Bagi perusahaan asuransi, tentu harus semakin menerapkan good corporate governance dan menjalankan bisnis sesuai dengan kaidah bisnis yang profesional dan beretika. Dengan demikian semua pihak bisa sama-sama mendapat manfaat sesuai hak dan kewajibannya. Dan bagi regulator (pemerintah) juga dituntut harus terus meningkatkan pengawasan terhadap lembaga asuransi nasional.
Diharapkan dengan kesadaran tersebut, masyarakat bisa aman dan terlindungi menggunakan suatu produk asuransi. Untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang, masyarakat wajib membaca semua ketentuan yang berlaku baik mengenai jenis produk asuransi, proses pembayaran, proses klaim maupun manfaat dan kekurangan asuransi. Hal ini penting agar nasabah mengetahui hak dan kewajibannya secara lebih detail sebagai nasabah asuransi.
Hal itu sangat penting mengingat produk asuransi yang dibeli tentu membutuhkan dana besar. Ambil contoh produk asuransi jiwa yang dibalut dengan investasi bernama unit link. Produk ini sangat diminati masyarakat karena menjanjikan perlindungan kesehatan dan return investasi yang cukup besar. Tentu saja produk ini menjadi favorit agen penjualan asuransi. Tapi kenyataannya sebagian besar nilai yang diperoleh pemegang polis tidak sesuai dengan yang dijanjikan perusahaan asuransi. Misalnya nilai investasi dalam lima tahun jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan yang tercantum di dalam polis.
Karena itu masyarakat harus waspada dan tidak mudah tergoda dengan janji-janji manis agen penjual produk asuransi jiwa maupun asuransi lain. Jangan sampai calon nasabah enggan membaca detail karena alasan banyaknya ketentuan yang tercantum dalam polis. Karena hal ini berpotensi besar merugikan nasabah di kemudian hari.
Apa yang dilakukan pihak kepolisian patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa kepolisian bekerja secara profesional dan melindungi hak-hak hukum masyarakat. Harapannya adalah agar kasus tersebut tidak berhenti di tengah jalan tanpa ada solusi bagi korban. Diharapkan kasus Allianz ini bisa menjadi pelajaran dan bahan koreksi bagi semua pihak sehingga tidak terulang lagi di masa mendatang.
Kasus klaim asuransi berujung pidana ini berawal dari laporan nasabah yang merasa sangat dirugikan Allianz saat akan mencairkan klaim biaya perawatan rumah sakit. Pihak Allianz selalu meminta catatan medis lengkap dari rumah sakit sebagai syarat pencairan. Adapun pihak rumah sakit tidak akan pernah memberikan catatan medis lengkap karena melanggar Permenkes No 269/Menkes/PER/ III/2008 tentang Rekam Medis. Nasabah tersebut merasa ditipu pihak asuransi hingga akhirnya berujung ke polisi. Akibatnya polisi menjerat dua bos Allianz dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Kasus Allianz tersebut tampaknya hanyalah puncak gunung es. Karena bisa jadi masih banyak kasus serupa yang menimpa nasabah di perusahaan asuransi lain. Namun para nasabah asuransi yang dirugikan tidak mau mempermasalahkan ke ranah hukum. Mereka biasanya cenderung pasrah dengan aturan atau kebijakan dari pihak asuransi meski mereka sebenarnya dirugikan. Mengapa mereka cenderung diam? Bisa jadi banyak masyarakat pesimistis bisa membawa hasil dengan memerkarakan masalah-masalah asuransi tersebut ke ranah hukum. Apalagi yang akan dihadapi adalah perusahaan-perusahaan besar. Mereka mungkin takut langkah hukum yang akan diambil malah justru bisa menjadi bumerang sehingga sangat jarang masalah-masalah asuransi dibawa ke ranah hukum.
Karena itu munculnya kasus Allianz ini bisa menjadi contoh positif bagi masyarakat agar semuanya bertindak secara profesional dan sesuai dengan aturan. Atau dengan kata lain, kasus Allianz ini bisa menjadi pelajaran tersendiri bagi masyarakat, perusahaan asuransi hingga pemerintah (Otoritas Jasa Keuangan/OJK). Bagi masyarakat, mereka mesti lebih berhati-hati dalam memilih produk, membaca dengan detail isi polis, dan tidak begitu saja percaya apa yang disampaikan agen penjualan asuransi. Bagi perusahaan asuransi, tentu harus semakin menerapkan good corporate governance dan menjalankan bisnis sesuai dengan kaidah bisnis yang profesional dan beretika. Dengan demikian semua pihak bisa sama-sama mendapat manfaat sesuai hak dan kewajibannya. Dan bagi regulator (pemerintah) juga dituntut harus terus meningkatkan pengawasan terhadap lembaga asuransi nasional.
Diharapkan dengan kesadaran tersebut, masyarakat bisa aman dan terlindungi menggunakan suatu produk asuransi. Untuk menghindari kejadian serupa di masa mendatang, masyarakat wajib membaca semua ketentuan yang berlaku baik mengenai jenis produk asuransi, proses pembayaran, proses klaim maupun manfaat dan kekurangan asuransi. Hal ini penting agar nasabah mengetahui hak dan kewajibannya secara lebih detail sebagai nasabah asuransi.
Hal itu sangat penting mengingat produk asuransi yang dibeli tentu membutuhkan dana besar. Ambil contoh produk asuransi jiwa yang dibalut dengan investasi bernama unit link. Produk ini sangat diminati masyarakat karena menjanjikan perlindungan kesehatan dan return investasi yang cukup besar. Tentu saja produk ini menjadi favorit agen penjualan asuransi. Tapi kenyataannya sebagian besar nilai yang diperoleh pemegang polis tidak sesuai dengan yang dijanjikan perusahaan asuransi. Misalnya nilai investasi dalam lima tahun jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan yang tercantum di dalam polis.
Karena itu masyarakat harus waspada dan tidak mudah tergoda dengan janji-janji manis agen penjual produk asuransi jiwa maupun asuransi lain. Jangan sampai calon nasabah enggan membaca detail karena alasan banyaknya ketentuan yang tercantum dalam polis. Karena hal ini berpotensi besar merugikan nasabah di kemudian hari.
Apa yang dilakukan pihak kepolisian patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa kepolisian bekerja secara profesional dan melindungi hak-hak hukum masyarakat. Harapannya adalah agar kasus tersebut tidak berhenti di tengah jalan tanpa ada solusi bagi korban. Diharapkan kasus Allianz ini bisa menjadi pelajaran dan bahan koreksi bagi semua pihak sehingga tidak terulang lagi di masa mendatang.
(zik)