ASEAN dan Konflik Rohingya

Selasa, 26 September 2017 - 11:07 WIB
ASEAN dan Konflik Rohingya
ASEAN dan Konflik Rohingya
A A A
DR Edy Purwo Saputro, SE, MS
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

ISU konflik Rohingya telah menyita perhatian dunia, selain kasus peluncuran rudal oleh Korut. Oleh karena itu, situasi ini jelas berdampak sistemik terhadap iklim sospol, tidak hanya di ASEAN, tetapi juga global.

Ketegangan memicu riak konflik adalah bagian dari konsekuensi globalisasi karena memang ada banyak kepentingan yang mendasari.

Perkembangan ASEAN tidak bisa terlepas dari problem konflik yang muncul, baik secara bilateral atau multilateral. Tentu ini menjadi sesuatu yang wajar karena ASEAN bersifat dinamis mengikuti perkembang an global dan masing-masing anggotanya juga bersinergi dengan berbagai pakta perjanjian bilateral-multilateral lainnya. Hal ini menjadi muara dari akar konflik, meskipun di sisi lain, aspek kemanfaatannya tidak bisa diabaikan.

Dari argumen ini maka kasus Rohingya menjadi muara jika ke depan, setelah 50 tahun ASEAN, berharap bisa mereduksi konflik dan merajut asa demi memacu kesejahteraan bersama.

Tentu tidak mudah untuk bisa meraih harapan tersebut. Paling tidak sejumlah konflik yang ada sampai 50 tahun ASEAN menjadi bukti. Bahkan, masih ada dua negara di kawasan Asia Tenggara yang belum bergabung dengan ASEAN, yaitu Timor Leste dan Papua Nugini, yang masing-masing telah menjajaki untuk masuk ke ASEAN.

Timor Leste dirasa lebih siap bergabung karena pada 4 Maret 2011 karena telah mengajukan formal aplikasi ketika Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN 2011.

Sejumlah negara misalnya, AS, Jepang, dan Australia, telah mendukung keanggotaan Timor Leste untuk masuk ASEAN. Bahkan, saat KTT ke-18 ASEAN pada 7-8 Mei 2011 di Jakarta, ditegaskan bahwa masuknya Timor Leste hanya menunggu waktu.

Kecemasan

Keanggotaan Timor Leste masuk ASEAN terkait dengan ketentuan yang menjadi pijakan, yaitu politik dan keamanan, pilar ekonomi, serta pilar sosial budaya. Sebagai negara yang merdeka pada 20 Mei 2002 hasil dari jajak pendapat pada Agustus 1999 dan bagian dari daerah Indonesia sebenarnya ada banyak potensi dari Timor Leste.

Proses panjang dari masuknya Timor Leste mengacu argumen yang mendasari, yaitu ASEAN Charter pada 15 Desember 2008 Pasal 6 yang menyebutkan bahwa penerimaan keang gotaan baru ASEAN harus memenuhi kriteria letak geografis suatu negara diakui berada di wilayah Asia Tenggara.

Jalan panjang Timor Leste masuk ASEAN te - lah dimulai sejak 4 Maret 2011 ketika Indonesia menjadi ketua ASEAN. Selain persoalan keanggotaan Timor Leste, fakta lain yang tidak bisa diabaikan adalah keterlibatan ASEAN+3, yaitu dengan mitra dialog Jepang, China, dan Korsel.

Argumen yang mendasari ASEAN+3 karena Jepang, yaitu negara dengan kekuatan industri, China ke kuatan ekonomi baru dunia, dan Korsel dianggap sebagai negara industri yang memiliki potensi kuat. Keterlibatan ASEAN+3 mengacu komitmen untuk memacu stimulus ekonomi.

Hal ini sejalan dengan komitmen dan tujuan peningkatan kesejahteraan ASEAN ke depan, terutama mengacu pada problem ekonomi global yang semakin kompleks.

Pencapaian ini juga mengacu berbagai KTT ASEAN yang telah dan akan dilakukan, termasuk di sejumlah forum pertemuan Menlu ASEAN dan ASEAN Regional Forum yang menjadi pijakan pembahasan sejumlah isu aktual ASEAN.

ASEAN+3 memang bukan satu-satunya yang memacu peran ASEAN. Sementara ASEAN juga terlibat dalam forum lebih besar, termasuk ASEAN China Free Trade Agreement-ACFTA.

Menariknya terjadi tarik ulur terkait renegosiasi ACFTA beberapa waktu lalu. Di satu sisi, aspek utama tuntutan renegosiasi ternyata masih belum maksimal sehingga dimungkinkan ada perundingan lanjutan.

Di sisi lain, celah memacu kemampuan daya saing industri domestik semestinya juga sangat perlu dilakukan agar pro duk yang dihasilkan bisa bersaing di era pasar global.

Tuntutan ini terkait komitmen pemerintah memacu industri kreatif. Oleh karena itu, tuntutan ACFTA meski secara bilateral antara RI-China diharapkan bisa memacu daya saing industri.

Konflik

ASEAN juga tidak bisa meng elak dari ancaman konflik. Kasus di Myanmar menjadi salah satu yang hingga kini men jadi tantangan bagi ASEAN untuk bisa menuntaskannya.

Selain itu, konflik Laut China Selatan juga men jadi krusial karena terkait teritorial rentan memicu friksi antarnegara dengan keterlibatan sejumlah ne gara ASEAN, misalnya Indonesia, China, Vietnam, dan Taiwan dalam kasus perairan di timur laut Kepulauan Natuna.

Selain itu, ada juga ancaman konflik dari penguasaan ladang gas di Malampaya dan Camago di Laut China Selatan. Kemu dian konflik perairan di sebelah barat Kepulauan Spratly yang melibatkan Vietnam, China, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan.

Di sisi lain, ada Ke pulauan Parcel yang masih men jadi sengketa China dan Vietnam. Persoalan tentang ladang gas dan minyak di Teluk Thai land juga diperebutkan antara Malaysia, Kamboja, dan Thai land.

Semua sengketa teritorial tersebut rentan menyulut konflik militer dan apa yang terjadi dengan konflik Rohingya telah membuktikan hal itu.

Ancaman konflik ASEAN tidak hanya dipicu faktor teritorial dan potensinya, tetapi juga aspek budaya karena keberagam an keanggotaan ASEAN. Bahkan, ke tim pangan antar anggota juga rentan, misalnya PDB Singapura yang men capai USD53.053 sedang kan Kamboja hanya USD1.228 dan Laos USD1.307.

Fakta ini juga rentan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi seperti mengacu data IMF (Januari 2017) ternyata Indonesia mencapai 5,2%, Filipina 6%, Kamboja 7,1%, Laos 7%, Myanmar 8,2%, dan Vietnam 5,9%, sehingga tantangan ke depan untuk pertumbuhan mengacu fluktuasi ekonomi AS yang kini sedang meradang akibat kebijakan ekonominya di bawah pemerintahan Trump.

Bagi ASEAN setelah 50 tahun ada banyak persoalan, misalnya kinerja UMKM dan potensi industri kreatif, daya tarik investasi dan perdagangan, baik lingkup ASEAN atau ASEAN+3, integrasi sosial ekonomi-budaya, termasuk kerawanan konflik agama dan terorisme, sementara perhatian terhadap narkoba tidak bisa diabaikan.

Intinya, konflik yang terjadi di Myanmar terkait Rohingya menjadi tantangan membangun kekuatan ASEAN ke depan untuk mencapai kesejahteraan bersama berbasis kemanusiaan dan sosial.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6036 seconds (0.1#10.140)