Pansus Angket: Konflik Internal Antar Penyidik KPK Harus Diakhiri
A
A
A
JAKARTA - Panitia khusus (Pansus) Hak Angket DPR tentang Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin yakin bakal mengungkap kebobrokan lembaga antirasuah.
Apalagi setelah mendengarkan kesaksian Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Aris Budiman pada Selasa 29 Agustus 2017 kemarin.
Anggota Pansus Angket Ahmad Sahroni menilai, ada dugaan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh penyidik senior tertentu dan kelompoknya secara berkelanjutan. Hal itu tentu mengancam eksistensi KPK sebagai lembaga penegak hukum yang bersih dan berwibawa.
"Keberadaan kelompok ini kerap mendominasi dan powerfull melampaui kewenangan komisioner," ujar Sahroni kepada wartawan di Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2017).
Menurutnya, adanya klik-klik atau kelompok tertentu yang kerap melakukan tindakan-tindakan di luar koridor hukum dalam proses penyelidikan dan penyidikan di KPK. "Terbukti nyata dan ada," katanya.
Anggota Komisi III itu menjelaskan, dalam pertemuan dengan Aris Budiman terungkap juga rekaman yang diputar di dalam persidangan Miryam, diakui secara tegas tidak utuh karena dipenggal-penggal dan secara sengaja ditayangkan sepotong-sepotong. Sehingga, tidak menggambarkan fakta pemeriksaan yang sebenarnya.
"Terbukti nyata ada konflik internal yang tajam antara penyidik senior tertentu bersama kelompoknya yang selama ini mendominasi dan powerfull di KPK, dengan penyidik lainnya terutama yang berasal dari Polri. Kondisi ini harus segera diakhiri karena dapat mengganggu agenda pemberantasan korupsi dan rawan dibajak oleh kepentingan tertentu di luar kepentingan negara dan rakyat," jelasnya.
Tak hanya itu, banyaknya kasus yang mandek dan banyaknya orang yang sudah terlanjur ditersangkakan namun tidak juga disidangkan atau dilimpahkan ke pengadilan hingga tahunan karena diduga minimnya alat bukti.
"Mengonfirmasi pernyataan Prof Romli di hadapan sidang Pansus Hak Angket KPK beberapa waktu lalu. Bahwa sedikitnya ada 26 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kelompok penyidik tertentu tersebut, tanpa bukti awal permulaan yang cukup," kata Sahroni.
Apalagi setelah mendengarkan kesaksian Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Brigjen Aris Budiman pada Selasa 29 Agustus 2017 kemarin.
Anggota Pansus Angket Ahmad Sahroni menilai, ada dugaan dan potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh penyidik senior tertentu dan kelompoknya secara berkelanjutan. Hal itu tentu mengancam eksistensi KPK sebagai lembaga penegak hukum yang bersih dan berwibawa.
"Keberadaan kelompok ini kerap mendominasi dan powerfull melampaui kewenangan komisioner," ujar Sahroni kepada wartawan di Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis (31/8/2017).
Menurutnya, adanya klik-klik atau kelompok tertentu yang kerap melakukan tindakan-tindakan di luar koridor hukum dalam proses penyelidikan dan penyidikan di KPK. "Terbukti nyata dan ada," katanya.
Anggota Komisi III itu menjelaskan, dalam pertemuan dengan Aris Budiman terungkap juga rekaman yang diputar di dalam persidangan Miryam, diakui secara tegas tidak utuh karena dipenggal-penggal dan secara sengaja ditayangkan sepotong-sepotong. Sehingga, tidak menggambarkan fakta pemeriksaan yang sebenarnya.
"Terbukti nyata ada konflik internal yang tajam antara penyidik senior tertentu bersama kelompoknya yang selama ini mendominasi dan powerfull di KPK, dengan penyidik lainnya terutama yang berasal dari Polri. Kondisi ini harus segera diakhiri karena dapat mengganggu agenda pemberantasan korupsi dan rawan dibajak oleh kepentingan tertentu di luar kepentingan negara dan rakyat," jelasnya.
Tak hanya itu, banyaknya kasus yang mandek dan banyaknya orang yang sudah terlanjur ditersangkakan namun tidak juga disidangkan atau dilimpahkan ke pengadilan hingga tahunan karena diduga minimnya alat bukti.
"Mengonfirmasi pernyataan Prof Romli di hadapan sidang Pansus Hak Angket KPK beberapa waktu lalu. Bahwa sedikitnya ada 26 orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh kelompok penyidik tertentu tersebut, tanpa bukti awal permulaan yang cukup," kata Sahroni.
(kri)