KPU Diminta Bersikap Adil Saat Verifikasi Parpol Peserta Pemilu
A
A
A
JAKARTA - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow menilai bagus jika verifikasi keanggotaan partai politik (parpol) calon peserta pemilu 2019 menggunakan sistem sensus.
"Semestinya model sensus ini diterapkan sebab tidak ada ruang lagi bagi partai politik untuk melakukan manipulasi," ujar Jeirry kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Namun demikian, dia memandang syarat tersebut harusnya KPU berlakukan terhadap semua parpol, baik parpol lama mau yang baru akan mengikuti pemilu. "Kalau itu hanya diberlakukan bagi partai baru jelas terlihat ada diskriminasi. Saya tidak setuju dengan itu. Karena prinsipnya peserta pemilu harus setara dan diperlakukan sama," kata Jeirry.
Apalagi kalau parpol yang punya wakil di DPR tidak menginginkan diverifikasi jelas bahwa ada pelanggaran prinsip terkandung di dalamnya. "Kalau satu partai politik diverifikasi yah yang lainnya juga harus diverifikasi," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, bahwa Komisi II DPR menggelar rapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri membahas konsultasi Peraturan KPU terkait verifikasi parpol Pemilu 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis 24 Agustus 2017.
Dalam kesempatan itu, Komisi II DPR meminta kepada KPU di dalam PKPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu. Padahal, pada Pemilu 2009 dan 2014 sistem yang digunakan untuk verifikasi faktual adalah sistem sampling, di mana akan diverifikasi 10% dari jumlah anggota yang disetorkan.
Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni mengatakan hal itu menimbulkan kecurigaan, seperti ada motif untuk menghalangi dan ketakutan terhadap kehadiran partai baru seperti PSI. Toni menegaskan, salah satu alasan Komisi II DPR di dalam UU Pemilu yang menyebutkan dasar parpol lama tidak diverifikasi adalah karena persyaratan sama dengan Pemilu 2014.
“Nah, sementara mereka meminta KPU untuk memperlakukan perbedaan tata cara verifikasi calon peserta Pemilu 2019 dengan apa yang mereka lakukan di Pemilu 2014,” ujar Toni di Jakarta, Rabu (30/8/2017)
Jika permohonan Komisi II DPR ini dikabulkan, lanjut Toni, KPU dalam PKPU mestinya berlaku untuk semua parpol, baik yang baru atau papol lama yang telah lolos 2014 harus diverifikasi ulang anggotanya dengan sistem yang sama, yaitu sensus.
“Apa pun persyaratan KPU tentang model verifikasi politik PSI siap menghadapinya. Tapi, kami juga menuntut konsistensi DPR dan KPU soal verifikasi parpol ini” tegas Toni.
"Semestinya model sensus ini diterapkan sebab tidak ada ruang lagi bagi partai politik untuk melakukan manipulasi," ujar Jeirry kepada wartawan di Jakarta, Rabu (30/8/2017).
Namun demikian, dia memandang syarat tersebut harusnya KPU berlakukan terhadap semua parpol, baik parpol lama mau yang baru akan mengikuti pemilu. "Kalau itu hanya diberlakukan bagi partai baru jelas terlihat ada diskriminasi. Saya tidak setuju dengan itu. Karena prinsipnya peserta pemilu harus setara dan diperlakukan sama," kata Jeirry.
Apalagi kalau parpol yang punya wakil di DPR tidak menginginkan diverifikasi jelas bahwa ada pelanggaran prinsip terkandung di dalamnya. "Kalau satu partai politik diverifikasi yah yang lainnya juga harus diverifikasi," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, bahwa Komisi II DPR menggelar rapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri membahas konsultasi Peraturan KPU terkait verifikasi parpol Pemilu 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis 24 Agustus 2017.
Dalam kesempatan itu, Komisi II DPR meminta kepada KPU di dalam PKPU untuk menggunakan sistem sensus terhadap verifikasi anggota partai calon peserta pemilu. Padahal, pada Pemilu 2009 dan 2014 sistem yang digunakan untuk verifikasi faktual adalah sistem sampling, di mana akan diverifikasi 10% dari jumlah anggota yang disetorkan.
Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni mengatakan hal itu menimbulkan kecurigaan, seperti ada motif untuk menghalangi dan ketakutan terhadap kehadiran partai baru seperti PSI. Toni menegaskan, salah satu alasan Komisi II DPR di dalam UU Pemilu yang menyebutkan dasar parpol lama tidak diverifikasi adalah karena persyaratan sama dengan Pemilu 2014.
“Nah, sementara mereka meminta KPU untuk memperlakukan perbedaan tata cara verifikasi calon peserta Pemilu 2019 dengan apa yang mereka lakukan di Pemilu 2014,” ujar Toni di Jakarta, Rabu (30/8/2017)
Jika permohonan Komisi II DPR ini dikabulkan, lanjut Toni, KPU dalam PKPU mestinya berlaku untuk semua parpol, baik yang baru atau papol lama yang telah lolos 2014 harus diverifikasi ulang anggotanya dengan sistem yang sama, yaitu sensus.
“Apa pun persyaratan KPU tentang model verifikasi politik PSI siap menghadapinya. Tapi, kami juga menuntut konsistensi DPR dan KPU soal verifikasi parpol ini” tegas Toni.
(kri)