Berkaca 2019, Fahri Hamzah Minta Pemilu Serentak 2024 Zero Accident
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah meminta agar pemerintah, DPR RI, dan lembaga penyelenggara pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencari solusi agar gelaran Pemilu 2024 mendatang tidak menimbulkan korban jiwa (zero accident). Menurutnya, Pemilu 2019 lalu harus dijadikan sebagai pelajaran.
Sebagaimana diketahui, Pemilu 2019 lalu yang merupakan pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres) serentak perdana telah menyebabkan 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia dan 5.175 lainnya mengalami sakit akibat beban kerja di Pemilu 2019 cukup besar.
“Pemilu 2019 adalah sejarah buruk bagi pesta demokrasi lima tahunan di Tanah Air. Untuk itu, saya minta semua pihak yang terkait dengan gelaran Pemilu, mencari solusi bagaimana Pemilu mendatang zero accident,” ujar Fahri dalam keterangan kepada wartawan dikutip Selasa (7/12/2021).
Mantan Wakil Ketua DPR RI ini berpandangan perlu adanya mitigasi terhadap potensi jatuhnya korban akibat pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 dengan berkaca pada Pemilu 2019 yang lalu, termasuk apakah kemudian pelaksanaan Pemilu serentak tetap harus dilaksanakan atau tidak. Dia menilai koreksi itu wajib dilakukan untuk Pemilu 2024 mendatang.
“Perlu adanya koreksi. Jangan sampai ada kesan kecenderungan elite yang menyederhanakan Pemilu. Tetapi, di saat yang bersamaan salah juga kalau mitigasi terhadap para korban kemarin itu, para petugas Pemilu tidak ditelusuri,” jelasnya.
Menurut mantan Anggota Komisi III DPR ini, kalau pun tak bisa dimasukkan dalam aturan yakni Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena adanya kesepakatan bahwa UU itu tidak direvisi, tentunya hal itu bisa diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang dibuat oleh penyelenggara pemilu.
“Keselamatan jiwa para petugas KPPS harus menjadi perhatian penyelenggara pemilu. Jangan sampai peristiwa Pemilu 2019 terulang kembali. Bila perlu dipikirkan juga jaminan asuransi bagi para petugas KPPS,” tegas Fahri.
Di sisi lain, Fahri juga meminta agar presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dihapus menjadi 0% karena persyaratan itu telah menyebabkan calon presiden (capres) potensial terkendala karena capres yang diajukan partai atau gabungan partai sangat besar yakni 20%.
“Bila presidential threshold dihapus, semua putera daerah bisa memiliki peluang yang sama untuk memimpin bangsa Indonesia ke depan. Dan kita juga bisa mencari dan menggali sumber potensi kepemimpinan, terutama dari daerah,” tuturnya.
“Dengan begitu, kesempatan tampil bukan hanya untuk orang yang ada di Jakarta atau di Pulau Jawa saja, tetapi seluruh wilayah, seperti Papua, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, NTT, Tidore dan lain-lain,” pungkas politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
Sebagaimana diketahui, Pemilu 2019 lalu yang merupakan pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres) serentak perdana telah menyebabkan 894 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia dan 5.175 lainnya mengalami sakit akibat beban kerja di Pemilu 2019 cukup besar.
Baca Juga
“Pemilu 2019 adalah sejarah buruk bagi pesta demokrasi lima tahunan di Tanah Air. Untuk itu, saya minta semua pihak yang terkait dengan gelaran Pemilu, mencari solusi bagaimana Pemilu mendatang zero accident,” ujar Fahri dalam keterangan kepada wartawan dikutip Selasa (7/12/2021).
Mantan Wakil Ketua DPR RI ini berpandangan perlu adanya mitigasi terhadap potensi jatuhnya korban akibat pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 dengan berkaca pada Pemilu 2019 yang lalu, termasuk apakah kemudian pelaksanaan Pemilu serentak tetap harus dilaksanakan atau tidak. Dia menilai koreksi itu wajib dilakukan untuk Pemilu 2024 mendatang.
“Perlu adanya koreksi. Jangan sampai ada kesan kecenderungan elite yang menyederhanakan Pemilu. Tetapi, di saat yang bersamaan salah juga kalau mitigasi terhadap para korban kemarin itu, para petugas Pemilu tidak ditelusuri,” jelasnya.
Menurut mantan Anggota Komisi III DPR ini, kalau pun tak bisa dimasukkan dalam aturan yakni Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena adanya kesepakatan bahwa UU itu tidak direvisi, tentunya hal itu bisa diatur melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang dibuat oleh penyelenggara pemilu.
“Keselamatan jiwa para petugas KPPS harus menjadi perhatian penyelenggara pemilu. Jangan sampai peristiwa Pemilu 2019 terulang kembali. Bila perlu dipikirkan juga jaminan asuransi bagi para petugas KPPS,” tegas Fahri.
Di sisi lain, Fahri juga meminta agar presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dihapus menjadi 0% karena persyaratan itu telah menyebabkan calon presiden (capres) potensial terkendala karena capres yang diajukan partai atau gabungan partai sangat besar yakni 20%.
“Bila presidential threshold dihapus, semua putera daerah bisa memiliki peluang yang sama untuk memimpin bangsa Indonesia ke depan. Dan kita juga bisa mencari dan menggali sumber potensi kepemimpinan, terutama dari daerah,” tuturnya.
“Dengan begitu, kesempatan tampil bukan hanya untuk orang yang ada di Jakarta atau di Pulau Jawa saja, tetapi seluruh wilayah, seperti Papua, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Bali, NTT, Tidore dan lain-lain,” pungkas politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.
(kri)