Keterangan Yulianis tentang KPK
A
A
A
Moh Mahfud MD
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN)
Ketua MK (2008-2013)
SEBENARNYA hampir semua yang disampaikan Yulianis dalam testimoninya di depan apa yang menamakan diri sebagai Pansus Angket KPK di DPR pada Selasa (25/7) sudah lama beredar di masyarakat. Bahkan, saya sendiri pernah menelusuri sampai ke KPK dan mendapat penjelasan secara resmi.
Saya tak ingat persis hari dan tanggalnya, tetapi itu terjadi sekitar Juli 2015. Kawan saya yang anggota DPD RI, Gede Pasek Suardika, mengirim terusan (forward) cuitan-cuitan Yulianis kepada saya yang berisi sebagian besar apa yang disampaikan oleh Yulianis di DPR, Selasa lalu itu.
Yulianis bercerita bahwa sahabatnya, Anas Urbaningrum diperlakukan tidak adil, sedangkan Nazaruddin diistimewakan oleh KPK. Bahkan, Yulianis mengkritik keras karena meskipun masyarakat tahu Nazaruddin dipenjara, dia tahu pula bahwa Nazaruddin sering berada di luar lapas.
Banyak pejabat dan mantan pejabat yang mendapat uang haram dari Nazaruddin, dan itu semua tercantum di dalam buku catatan Yulianis sebagai bendahara di perusahaan yang dipimpin oleh Nazaruddin. Hal itu juga sudah disampaikan kepada KPK.
Diceritakan pula bahwa Nazaruddin masih mengendalikan banyak perusahaan dari dalam penjara. Yulianis mengaku kecewa karena hal-hal tersebut sudah disampaikan kepada KPK tetapi tidak ditindaklanjuti. Saya agak terganggu karena ketika menerima terusan cuitan-cuitan itu dari Gede Pasek, saya merasa Gede Pasek ingin mengatakan sesuatu yang bersifat komplain kepada saya.
Mengapa cuitan-cuitan tersebut diteruskan kepada saya? Saya bukan orang KPK dan bukan juga pejabat pemerintah. Saya menduga Gede Pasek ingin meledek saya dengan menunjukkan bahwa KPK yang selalu saya bela itu sebenarnya tidak beres dan berlaku tebang pilih.
Saya bilang, saya tidak percaya cuitan-cuitan itu benar dari Yulianis, mungkin hanya dari orang iseng yang menggunakan Yulianis sebagai nama akunnya. Yulianis sendiri kan tidak ada yang tahu seperti apa sebab dia itu selalu mengenakan cadar hitam.
Namun, Gede Pasek mengatakan bahwa itu benar akunnya Yulianis, dan dia benar-benar membawa Yulianis yang asli ke kantor saya. Pasek bilang, mungkin dengan basa basi, dia meneruskan cuitan-cuitan Yulianis kepada saya karena saya seperti halnya Busyro Muqoddas adalah tokoh penegak hukum yang dihormatinya karena bersikap sangat antikorupsi, yang suaranya didengar. Dia teruskan cuitan-cuitan Yulianis itu agar saya bisa bersuara juga.
Saya bilang, kalau benar Yulianis mempunyai data, saya akan menyuarakan dan mengadvokasi kritik berdasar fakta dari Yulianis itu kepada pemerintah dan KPK. Ketika ternyata Pasek benar-benar membawa Yulianis ke kantor saya di Jalan Dempo, Matraman, itu saya respek dan mengapresiasi Pasek yang benar-benar membawa Yulianis yang asli.
Saya periksa KTP-nya yang bukan KTP elektronik tetapi waktu masih sah, saya juga mewawancarai latar belakang kasus yang pasti hanya Yulianis yang tahu. Ternyata benar, dia Yulianis.
Saya agak terperangah ketika Yulianis bercerita tentang bagaimana Nazaruddin di dalam dan di luar penjara. Saya agak bergidik membayangkan bagaimana hukum kita bisa berjalan seperti itu terhadap orang yang menjadi napi korupsi. Saya menjadi lebih kaget ketika Yulianis menunjukkan daftar puluhan perusahaan yang masih aktif dan dikelola oleh Nazaruddin dari penjara.
Sebagai tanggung jawab saya benar-benar bertindak. Saya menyampaikan hal tersebut kepada Menko Polhukam Luhut Panjaitan agar lembaga pemasyarakatan ditertibkan. Saya membuat surat kepada Presiden melalui Menkum-HAM dan Jaksa Agung untuk menyampaikan hal yang sama. Tak ketinggalan, saya juga berkirim surat kepada KPK.
Sekitar Oktober 2015, saya diundang secara resmi oleh KPK untuk mendapat penjelasan tentang laporan-laporan Yulianis itu. Saya diundang khusus, sendirian, dan KPK memaparkan kasus itu di ruangan tertutup secara detail.
Ternyata dan ternyata, apa yang disampaikan Yulianis itu benar adanya. KPK menunjukkan kepada saya data yang sama. KPK menyatakan, Yulianis agak kurang fair karena menyampaikan kepada publik seakan-akan KPK mendiamkan laporannya.
“Padahal kami terus memproses, bahkan kami sudah meminta keterangan projustisia kepada Bu Yulianis,” kata penyidik KPK yang ditugasi menyampaikan paparan itu kepada saya.
KPK lalu memperlihatkan kepada saya catatan kapan saja Yulianis dimintai keterangan. KPK juga menunjukkan catatan Yulianis tentang ke mana dan kepada siapa saja dana dari Nazaruddin mengalir; juga nama-nama puluhan perusahaan yang masih dikelola oleh Nazaruddin.
Saya bergidik karena di daftar catatan yang ditelusuri oleh KPK itu ada nama-nama menteri, dirjen, anggota DPR, rektor, dan lain-lain yang menerima aliran dana dari Nazaruddin. Nama-nama itu mendapat aliran dana dari Nazaruddin melalui Yulianis, lengkap dengan catatan tanggal penyerahan, bahkan ada yang dengan bukti transfer.
KPK kemudian menegaskan bahwa pihaknya bukan mendiamkan laporan Yulianis itu, tetapi masalahnya memang tidak mudah. Nama-nama yang terlibat di sana ada puluhan orang yang kait-kelindannya sangat rumit.
Untuk membongkar kasus A harus selesai dulu kasus C, untuk membongkar kasus C harus dituntaskan dulu kasus E, untuk menuntaskan E harus ke pengadilan dulu kasus D, untuk mengadili kasus D harus jelas dulu keterlibatan F, dan seterusnya yang melibatkan puluhan pejabat yang sekarang ini sudah banyak yang mantan.
Jadi, laporan Yulianis itu substansinya benar tetapi rumit cara mengurainya secara hukum. Makanya, penanganannya agak lamban. Tapi saya tahu, kasus-kasus itu tetap ditangani sampai sekarang. Banyak pejabat dan mantan pejabat yang antre di sana. Agak lamban karena setiap hari masuk kasus-kasus baru yang juga tak boleh dibiarkan.
Saya membayangkan betapa pusingnya KPK menangani kasus-kasus yang masuk. Yang dari Nazaruddin saja sudah begitu rumit, apalagi ditambah dengan yang dari kasus-kasus lain.
Saya baru mendengar tudingan penerimaan uang Rp1 miliar oleh mantan komisioner KPK Adnan Pandu Praja dari keterangan Yulianis di DPR awal pekan ini. Ketika bertemu dengan saya, Yulianis tidak menyampaikan itu. KPK juga tidak punya catatan itu dalam konteks laporan-laporan Yulianis.
Tetapi info tersebut penting dan harus diselesaikan. Kalau KPK mau, petunjuk untuk menelusuri sudah jelas. Yulianis mengatakan bahwa penyerahan uang tersebut dilakukan di kantor Elza Syarief dan itu didengarnya dari Minarsih.
Ini bukan delik aduan, tak perlu ada laporan resmi ke KPK. Ini kasus dugaan korupsi yang sangat serius karena melibatkan komisioner KPK yang saat itu masih menjabat.
Jadi, KPK tidak perlu menunggu laporan, melainkan langsung bisa bertindak, meminta keterangan dan mengonfrontasikan kasus itu kepada empat orang, yakni Yulianis, Minarsih, Elza Syarief, dan Adnan Pandu Praja. Akan diketahui siapa yang salah atau berbohong dalam kasus ini sehingga harus ditindak secara hukum. Ayo, KPK.
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN)
Ketua MK (2008-2013)
SEBENARNYA hampir semua yang disampaikan Yulianis dalam testimoninya di depan apa yang menamakan diri sebagai Pansus Angket KPK di DPR pada Selasa (25/7) sudah lama beredar di masyarakat. Bahkan, saya sendiri pernah menelusuri sampai ke KPK dan mendapat penjelasan secara resmi.
Saya tak ingat persis hari dan tanggalnya, tetapi itu terjadi sekitar Juli 2015. Kawan saya yang anggota DPD RI, Gede Pasek Suardika, mengirim terusan (forward) cuitan-cuitan Yulianis kepada saya yang berisi sebagian besar apa yang disampaikan oleh Yulianis di DPR, Selasa lalu itu.
Yulianis bercerita bahwa sahabatnya, Anas Urbaningrum diperlakukan tidak adil, sedangkan Nazaruddin diistimewakan oleh KPK. Bahkan, Yulianis mengkritik keras karena meskipun masyarakat tahu Nazaruddin dipenjara, dia tahu pula bahwa Nazaruddin sering berada di luar lapas.
Banyak pejabat dan mantan pejabat yang mendapat uang haram dari Nazaruddin, dan itu semua tercantum di dalam buku catatan Yulianis sebagai bendahara di perusahaan yang dipimpin oleh Nazaruddin. Hal itu juga sudah disampaikan kepada KPK.
Diceritakan pula bahwa Nazaruddin masih mengendalikan banyak perusahaan dari dalam penjara. Yulianis mengaku kecewa karena hal-hal tersebut sudah disampaikan kepada KPK tetapi tidak ditindaklanjuti. Saya agak terganggu karena ketika menerima terusan cuitan-cuitan itu dari Gede Pasek, saya merasa Gede Pasek ingin mengatakan sesuatu yang bersifat komplain kepada saya.
Mengapa cuitan-cuitan tersebut diteruskan kepada saya? Saya bukan orang KPK dan bukan juga pejabat pemerintah. Saya menduga Gede Pasek ingin meledek saya dengan menunjukkan bahwa KPK yang selalu saya bela itu sebenarnya tidak beres dan berlaku tebang pilih.
Saya bilang, saya tidak percaya cuitan-cuitan itu benar dari Yulianis, mungkin hanya dari orang iseng yang menggunakan Yulianis sebagai nama akunnya. Yulianis sendiri kan tidak ada yang tahu seperti apa sebab dia itu selalu mengenakan cadar hitam.
Namun, Gede Pasek mengatakan bahwa itu benar akunnya Yulianis, dan dia benar-benar membawa Yulianis yang asli ke kantor saya. Pasek bilang, mungkin dengan basa basi, dia meneruskan cuitan-cuitan Yulianis kepada saya karena saya seperti halnya Busyro Muqoddas adalah tokoh penegak hukum yang dihormatinya karena bersikap sangat antikorupsi, yang suaranya didengar. Dia teruskan cuitan-cuitan Yulianis itu agar saya bisa bersuara juga.
Saya bilang, kalau benar Yulianis mempunyai data, saya akan menyuarakan dan mengadvokasi kritik berdasar fakta dari Yulianis itu kepada pemerintah dan KPK. Ketika ternyata Pasek benar-benar membawa Yulianis ke kantor saya di Jalan Dempo, Matraman, itu saya respek dan mengapresiasi Pasek yang benar-benar membawa Yulianis yang asli.
Saya periksa KTP-nya yang bukan KTP elektronik tetapi waktu masih sah, saya juga mewawancarai latar belakang kasus yang pasti hanya Yulianis yang tahu. Ternyata benar, dia Yulianis.
Saya agak terperangah ketika Yulianis bercerita tentang bagaimana Nazaruddin di dalam dan di luar penjara. Saya agak bergidik membayangkan bagaimana hukum kita bisa berjalan seperti itu terhadap orang yang menjadi napi korupsi. Saya menjadi lebih kaget ketika Yulianis menunjukkan daftar puluhan perusahaan yang masih aktif dan dikelola oleh Nazaruddin dari penjara.
Sebagai tanggung jawab saya benar-benar bertindak. Saya menyampaikan hal tersebut kepada Menko Polhukam Luhut Panjaitan agar lembaga pemasyarakatan ditertibkan. Saya membuat surat kepada Presiden melalui Menkum-HAM dan Jaksa Agung untuk menyampaikan hal yang sama. Tak ketinggalan, saya juga berkirim surat kepada KPK.
Sekitar Oktober 2015, saya diundang secara resmi oleh KPK untuk mendapat penjelasan tentang laporan-laporan Yulianis itu. Saya diundang khusus, sendirian, dan KPK memaparkan kasus itu di ruangan tertutup secara detail.
Ternyata dan ternyata, apa yang disampaikan Yulianis itu benar adanya. KPK menunjukkan kepada saya data yang sama. KPK menyatakan, Yulianis agak kurang fair karena menyampaikan kepada publik seakan-akan KPK mendiamkan laporannya.
“Padahal kami terus memproses, bahkan kami sudah meminta keterangan projustisia kepada Bu Yulianis,” kata penyidik KPK yang ditugasi menyampaikan paparan itu kepada saya.
KPK lalu memperlihatkan kepada saya catatan kapan saja Yulianis dimintai keterangan. KPK juga menunjukkan catatan Yulianis tentang ke mana dan kepada siapa saja dana dari Nazaruddin mengalir; juga nama-nama puluhan perusahaan yang masih dikelola oleh Nazaruddin.
Saya bergidik karena di daftar catatan yang ditelusuri oleh KPK itu ada nama-nama menteri, dirjen, anggota DPR, rektor, dan lain-lain yang menerima aliran dana dari Nazaruddin. Nama-nama itu mendapat aliran dana dari Nazaruddin melalui Yulianis, lengkap dengan catatan tanggal penyerahan, bahkan ada yang dengan bukti transfer.
KPK kemudian menegaskan bahwa pihaknya bukan mendiamkan laporan Yulianis itu, tetapi masalahnya memang tidak mudah. Nama-nama yang terlibat di sana ada puluhan orang yang kait-kelindannya sangat rumit.
Untuk membongkar kasus A harus selesai dulu kasus C, untuk membongkar kasus C harus dituntaskan dulu kasus E, untuk menuntaskan E harus ke pengadilan dulu kasus D, untuk mengadili kasus D harus jelas dulu keterlibatan F, dan seterusnya yang melibatkan puluhan pejabat yang sekarang ini sudah banyak yang mantan.
Jadi, laporan Yulianis itu substansinya benar tetapi rumit cara mengurainya secara hukum. Makanya, penanganannya agak lamban. Tapi saya tahu, kasus-kasus itu tetap ditangani sampai sekarang. Banyak pejabat dan mantan pejabat yang antre di sana. Agak lamban karena setiap hari masuk kasus-kasus baru yang juga tak boleh dibiarkan.
Saya membayangkan betapa pusingnya KPK menangani kasus-kasus yang masuk. Yang dari Nazaruddin saja sudah begitu rumit, apalagi ditambah dengan yang dari kasus-kasus lain.
Saya baru mendengar tudingan penerimaan uang Rp1 miliar oleh mantan komisioner KPK Adnan Pandu Praja dari keterangan Yulianis di DPR awal pekan ini. Ketika bertemu dengan saya, Yulianis tidak menyampaikan itu. KPK juga tidak punya catatan itu dalam konteks laporan-laporan Yulianis.
Tetapi info tersebut penting dan harus diselesaikan. Kalau KPK mau, petunjuk untuk menelusuri sudah jelas. Yulianis mengatakan bahwa penyerahan uang tersebut dilakukan di kantor Elza Syarief dan itu didengarnya dari Minarsih.
Ini bukan delik aduan, tak perlu ada laporan resmi ke KPK. Ini kasus dugaan korupsi yang sangat serius karena melibatkan komisioner KPK yang saat itu masih menjabat.
Jadi, KPK tidak perlu menunggu laporan, melainkan langsung bisa bertindak, meminta keterangan dan mengonfrontasikan kasus itu kepada empat orang, yakni Yulianis, Minarsih, Elza Syarief, dan Adnan Pandu Praja. Akan diketahui siapa yang salah atau berbohong dalam kasus ini sehingga harus ditindak secara hukum. Ayo, KPK.
(poe)