Skenario Jegal Prabowo di Pilpres 2019

Senin, 17 Juli 2017 - 18:08 WIB
Skenario Jegal Prabowo...
Skenario Jegal Prabowo di Pilpres 2019
A A A
JAKARTA - Sikap pemerintah mengotot agar ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20-25 persen dicurigai memiliki motif tertentu. Motif itu dicurigai untuk memunculkan calon tunggal di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengungkapkan, kecurigaan itu semakin menguat setelah sejumlah partai politik (parpol) memiliki sikap yang sama mengenai jumlah minimal presidential threshold tersebut. Apalagi, kata dia sejumlah parpol itu adalah pendukung Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

"Jelas kok arahnya ini mau dibikin semacam calon tunggal. Partai-partai itu mau membikin calon tunggal," ujar Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (17/7/2017).

Namun dia memprediksi calon lain tetap ada meskipun presidenstial threshold 20-25 persen. Menurutnya calon lain itu sengaja dimunculkan sebagai skenario politik saja.

"Dan saya kira itu tidak bagus bagi demokrasi," ucapnya.

Bahkan, dia mencurigai adanya keinginan sekelompok parpol pendukung pemerintah untuk menjegal presidential threshold tidak nol persen. Tujuan utamanya, kata dia untuk menjegal Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto maju di Pilpres 2019.

"Menurut saya yang ada sekarang itu pemerintah sedang berusaha untuk menjegal Pak Prabowo menjadi calon dan ini tidak masuk akal," katanya.

Dia menegaskan, partainya siap menempuh jalur hukum jika presidential threshold tetap dipaksakan 20-25 persen. Upaya hukum ini, lanjut dia akan dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dan cara-cara yang lain supaya demokrasi kita tetap dalam aturan," tegasnya. (Baca: Pemerintah Ancam Menarik Diri dari Pembahasan RUU Pemilu)

Dia menambahkan, Partai Gerindra konsisten untuk penghapusan presidential threshold. Alasannya, MK sudah memutuskan pemilu legislatif digelar serentak mulai 2019.

"Jadi harusnya pembicaraan presidential threshold tidak ada lagi. Tapi kan ini dipaksakan sebagai keputusan politik, bukan keputusan hukum kontitusional kita, ketatanegaraan kita," tukasnya.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7800 seconds (0.1#10.140)