Presidential Threshold Cederai Kredibilitas Rezim Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berpendapat, pada dasarnya keberadaan presidential threshold sudah menjadi kontroversial, karena banyak pakar dan ahli pemilu menganggap presidential threshold ilegal dan inkonstitusional.
Sikap pemerintah yang mau menarik diri juga membingungkan, bahkan sampai membuat pernyataan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Tentu ini bisa mencederai kredibilitas Jokowi dan mempertaruhkan kualitas pemilu 2019, kalau benar dilakukan, publik bisa meragukan kesungguhan pemerintah dalam pelaksanaan proses demokrasi," kata Titi kepada Koran SINDO di Jakarta, kemarin.
Titi menyarankan, seharusnya pemerintah memikirkan, jika presidential threshold disahkan ini berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tentu ini kontra produktif karena tidak memberikan kepastian hukum pemilu 2019, meskipun itu mekanisme yang dijamin konstitusi, dan seharusnya pemerintah menghindari itu.
"Saat ini bola di tangan pemerintah, dan ada banyak sekali pakar dan ahli pemilu yang mengatakan ini (presidential threshold inkonstitusional)," ucapnya.
(Baca juga: Yusri Sebut Presidential Threshold Akan Lahirkan Presiden Inkonstitusional)
Karena itu lanjutnya, fraksi-fraksi harus meyakinkan pemerintah bahwa pembahasan harus dilanjutkan dengan baik. Dan persoalan presidential threshold dan 4 isu krusial lainnya ini kepentingan elite dan tidak banyak efeknya ke publik, karena dimensinya elitis.
Yang jelas, patut dipertanyakan kenapa pemerintah sebegitu ngototnya dengan presidential threshold 20%. "Tapi, kalau sampai kembali ke undang-undang lama, itu sudah tidak relevan lagi. Dan jika sampai mengeluarkan perppu ini mempermalukan Indonesia, sebagai contoh pelaksanaan demokrasi terbesar di Asia Tenggara," tutupnya.
Sikap pemerintah yang mau menarik diri juga membingungkan, bahkan sampai membuat pernyataan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Tentu ini bisa mencederai kredibilitas Jokowi dan mempertaruhkan kualitas pemilu 2019, kalau benar dilakukan, publik bisa meragukan kesungguhan pemerintah dalam pelaksanaan proses demokrasi," kata Titi kepada Koran SINDO di Jakarta, kemarin.
Titi menyarankan, seharusnya pemerintah memikirkan, jika presidential threshold disahkan ini berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tentu ini kontra produktif karena tidak memberikan kepastian hukum pemilu 2019, meskipun itu mekanisme yang dijamin konstitusi, dan seharusnya pemerintah menghindari itu.
"Saat ini bola di tangan pemerintah, dan ada banyak sekali pakar dan ahli pemilu yang mengatakan ini (presidential threshold inkonstitusional)," ucapnya.
(Baca juga: Yusri Sebut Presidential Threshold Akan Lahirkan Presiden Inkonstitusional)
Karena itu lanjutnya, fraksi-fraksi harus meyakinkan pemerintah bahwa pembahasan harus dilanjutkan dengan baik. Dan persoalan presidential threshold dan 4 isu krusial lainnya ini kepentingan elite dan tidak banyak efeknya ke publik, karena dimensinya elitis.
Yang jelas, patut dipertanyakan kenapa pemerintah sebegitu ngototnya dengan presidential threshold 20%. "Tapi, kalau sampai kembali ke undang-undang lama, itu sudah tidak relevan lagi. Dan jika sampai mengeluarkan perppu ini mempermalukan Indonesia, sebagai contoh pelaksanaan demokrasi terbesar di Asia Tenggara," tutupnya.
(maf)