Kerangka Institusionalisasi Parpol

Senin, 12 Juni 2017 - 09:00 WIB
Kerangka Institusionalisasi...
Kerangka Institusionalisasi Parpol
A A A
Dr Mardani Ali Sera M.Eng
Anggota Komisi II DPR RI, Fraksi PKS, Dapil Jabar VII

DEMOKRASI telah menjadi spektrum sistem politik kebanyakan negara-negara di dunia. Indonesia sendiri merupakan salah satu penganut bentuk pemerintahan yang demokratis. Ide dasar demokrasi yakni setiap warga memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang kemudian dapat mengubah hajat hidup mereka.

Sistem ini menghendaki rakyat berkuasa atau government by the people. Sistem demokrasi juga meng­atur dibentuk partai politik sebagai sarana partisipasi rakyat dalam proses pengelolaan negara. Partai politik memiliki posisi yang penting dalam sistem demokrasi.

Indonesia pasca-Orde Baru mengalami perubahan dalam penerapan sistem politik, dari sistem politik otoritarian ke sistem politik demokratis. Penerapan sistem demokratis memberikan perubahan terhadap dinamika kehidupan politik.

Di antara perubahan yang terjadi adalah jaminan kebebasan berekspresi dan berasosiasi untuk mendirikan dan atau membentuk partai politik. Indonesia merupakan penganut sistem partai politik multi­partai. Sekalipun gejala partai tunggal dan dwitunggal tidak asing dalam sejarah Indonesia.

Pada era Orde Baru misalnya berlaku sistem multipartai, namun dihegemoni satu partai. Pada masa Reformasi, kemudian kembali pada sistem multi­partai tanpa hegemoni satu partai. Realitas politik Era Refor­masi justru menunjukkan ada penurunan tingkat kepercayaan (kredibilitas) masyarakat terhadap partai politik secara masif. Hal ini disebabkan oleh partai politik itu sendiri yang tidak mampu memainkan fungsinya secara optimal.

Institusionalisasi partai politik yang kurang baik menjadi masalah utama partai politik di Indonesia. Pengelolaan manajemen internal dikelola rendah dan kurang secara profesional dan demokratis. Lembaga riset IndoBarometer, awal 2017 melakukan survei terhadap 1.200 sampling di 34 provinsi dengan angka margin of error sekitar 3%, menyatakan sebanyak 51,3% masyarakat menilai partai politik buruk.

Muhammad Qodari, direktur eksekutif IndoBarometer, menyebutkan masifnya ketidakpercayaan itu berdampak terhadap tingkat kedekatan masyarakat kepada partainya. Rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik antara lain disebabkan oleh: Pertama, perpecahan dan perebutan kekuasaan di internal partai menjadi tontonan publik di media massa.

Contohnya saja dari 10 partai yang saat ini lolos electoral threshold pada 2014, masih ada partai yang sampai saat ini dalam kondisi dualisme kepemimpinan. Tujuannya tidak lain tidak bukan untuk agenda politik kepentingan kelompoknya semata.

Kedua, anggapan aktivis-aktivis partai politik koruptif. Misalnya dalam beberapa tahun terakhir beberapa ketua parpol menjadi pesakitan di penjara. Selain itu, dalam isu korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) menjerat sebagian besar elite politik yang didakwa terlibat kasus tersebut.

Ketiga, sistem kaderisasi internal partai yang masih menggunakan patronase ketokohan semata. Beberapa parpol yang saat ini memiliki perwakilan di parlemen misalnya ketua umumnya sudah beberapa periode tidak tergantikan, paling bergeser ke ketua Dewan Pembina.

Artinya, regenerasi kaderisasi kepemimpinan di parpol tersebut tidak berjalan. Dan, bukan hanya satu-dua parpol, beberapa parpol di Indonesia mengandalkan figuritas ketokohan semata. Keempat, sistem internal parpol yang masih feodal yakni pucuk pimpinan partai di kuasai oleh keluarga.

Contohnya ada parpol yang ketua umum bapaknya, lalu anaknya menjabat jadi ketua fraksi di parlemennya. Ada lagi ketua umum ibunya, anaknya menjadi menko di pemerintahan yang dipimpin. Artinya, parpol sejatinya merupakan wadah aspirasi masyarakat. Sayangnya, di Indonesia masih ada parpol yang masih menggunakan sis­tem feodal dalam internal partainya.

Institusionalisasi Partai Politik

Kenapa hal itu bisa terjadi? Menurut penulis, faktor utama yang menyebabkan hal itu terjadi adalah partai politik tidak mampu memainkan fungsinya secara optimal sebagai organi­sasi profesional. Institusi partai politik cenderung terjebak hanya mengejar kepentingan sendiri dan golongannya, kemudian melupakan keberadaan hakikinya dalam sistem politik.

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2/2008 tentang Partai Politik sebenarnya sudah mengatur fungsi partai politik di Indonesia. Pertama, partai politik merupakan sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kedua, partai politik sebagai sarana penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat. Ketiga, partai politik sebagi wadah penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan.

Keempat, partai politik merupakan sarana partisipasi politik warga negara Indonesia. Kelima, sebagai sarana rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.

Karena itu, seluruh partai po­litik memerlukan institusionalisasi untuk meningkatkan kinerja organisasi dari partai tersebut. Hal ini diharapkan dapat menunjang kehadiran proses demokratis yang lebih baik di dalam institusinya.

Pembenahan institusi partai politik ini sejatinya merupakan aspek penting menuju transisi demokratisasi yang baik di Indonesia. Lantas, apakah institusionalisasi baru partai politik itu? Menurut Huntington, institusionalisasi partai politik adalah sebuah proses pengorganisasian dan prosedur untuk mendapatkan value (nilai) dan stability (stabilitas) tertentu.

Ketika partai politik telah berhasil memformulasi dan menginternalisasi nilai-nilai organisasionalnya serta dalam periode waktu tertentu terdapat stabilitas internal, partai politik tersebut dapat dikatakan telah terlembagakan dengan baik. Satu masalah serius yang dihadapi partai-partai di Indonesia saat ini adalah tidak ada institusionalisasi dalam tubuh partai secara menyeluruh. Partai seakan-akan hanya menjalankan aktivitasnya menjelang pemilu.

Kerangka Institusionalisasi Partai Politik

Indonesia pada dasarnya masih membutuhkan partai politik dalam sistem demokrasi. Untuk itu, dibutuhkan kerangka institusionalisasi partai politik sebagai acuan menciptakan sistem politik yang lebih demokratis. Pertama, partai politik harus membangun kekuatan institusi yang demokratis, bukan membangun kekuatan ketokohan personal atau bintang politik.

Apabila masih mengandarkan figur belaka, bila figur itu rusak, rusak juga seluruh institusi partai tersebut sehingga peran kaderisasi dalam partai politik sungguh vital. Menghidupkan sistem rekrutmen internal yang terstruktur dan menggunakan sistem merit. Partai politik memilih kader terbaik dari tingkat ranting, kecamatan untuk menjadi calon pemimpin yang akan diusung pada pemilu maupun pilkada ke depan.

Kedua, partai politik harus memiliki integritas internal yang kuat. Dengan memiliki kekuatan internal yang memiliki integritas, kebijakan yang kemudian diterapkan keluar akan memiliki kualitas yang baik karena lahir dari sistem integritas internal yang baik.

Ketiga, Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) harus mendukung partai politik untuk membentuk jadi dirinya sehingga partai tidak mengandalkan kekuatan uang (money politic) dan tawaran kekuasaan sebagai senjata utama meminta dukungan. Membentuk jadi diri parpol lambat laun dapat mengikis parpol yang hanya mengandalkan uang.

Sistem partai politik ke depan yang bertahan adalah yang memiliki basis kekuatan organisasi yang baik. Selain itu, parpol seharusnya bisa memiliki kemampuan crowd funding, di mana parpol mampu melaksanakan kegiatan dengan melibatkan dana kader atau publik. Contohnya Gerakan Lima Puluh Ribu (Galibu).

Keempat, negara bisa hadir membiayai partai politik. Tujuannya agar partai bisa bekerja secara efisien tanpa terbebani oleh pendana swasta. Namun, pendanaan parpol oleh APBN ini harus dipertanggungjawabkan dan harus terbuka untuk umum pelaksanaannya.

Adopsi kebijakan ini sebenarnya sudah dilakukan oleh beberapa negara maju lain contohnya Australia dan Jerman. Memberikan pendanaan kepada partai pendanaan harus disesuaikan dengan budget kegiatan, bagaimana tiap partai mendapat hak pada saat yang sama sesuai proporsi pemilunya, namun yang utama juga harus mau diaudit dan memiliki prestasi di lapangan.

Kerangka institusionalisasi partai politik di atas diharapkan menjadikan partai politik di Indonesia menjadi lebih profesional dan kembali dipercaya oleh masyarakat. Hidupnya mesin internal partai politik diharapkan kelak dapat melahirkan banyak politisi negarawan.

Dengan begitu, pada suatu titik Indonesia akan menuju tahap akhir proses transisi demokratisasi dan sudah sepenuhnya menjadi negara yang demokrasi Pancasila seutuhnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0761 seconds (0.1#10.140)