Jakarta Masih Tidak Ramah untuk Petahana
A
A
A
Hendri Satrio
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI
RANGKAIAN Pemilihan Gubernur Jakarta 2017 sudah hampir usai. Pemungutan suara sudah digelar, kita tinggal menunggu hasil hitung manual KPUD DKI Jakarta. Hasil hitung cepat Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan bahwa pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno unggul di semua wilayah Jakarta. Anies-Sandi meraih 58,10%, sedangkan petahana Ahok-Djarot hanya meraih 41,9%.
Hasil hitung cepat mencatatkan hanya di Jakarta Utara suara Ahok-Djarot (46,32%) paling mendekati suara Anies-Sandi (53,68%). Wilayah lain, Anies-Sandi jauh meninggalkan Ahok-Djarot. Di Jakarta Timur raihan suara Ahok-Djarot 38,35%, Anies Sandi 61,65%. Jakarta Barat yang sempat dicitrakan menjadi lumbung suara Ahok-Djarot ternyata tidak seperti yang diduga, di sini Anies-Sandi meraih 56,73% suara, sementara petahana hanya 43,27%.
Wilayah Jakarta Selatan yang pada putaran pertama dimenangkan oleh Anies-Sandi juga mampu dipertahankan dengan meraih 59,22% suara, sedangkan Ahok-Djarot meraih 40,78% saja. Pada awal pelaksanaan hitung cepat sempat terjadi susul-menyusul raihan suara di Jakarta Pusat walaupun akhirnya Anies-Sandi juga berhasil unggul suara 56,10%, sementara Basuki Djarot 43,9%.
Anies-Sandi bahkan unggul jauh di Kepulauan Seribu dengan meraih 73,65%, sedangkan Ahok-Djarot hanya mampu mendapatkan 26,35%.
Sejarah Berulang di Jakarta
Sejak awal saya sudah mencatat bahwa Jakarta tidak ramah bagi petahana sejak pemilihan gubernur Jakarta dilakukan dengan sistem langsung. Sejak sistem ini diberlakukan belum pernah ada petahana yang berhasil lolos dua periode.
Bila hasil hitung KPUD Jakarta tidak berbeda dengan hasil hitung cepat KedaiKOPI, kembali sejarah mencatat bahwa petahana gagal memperpanjang masa kepemimpinannya menjadi dua periode.
Hal ini menarik mengingat kepuasan publik Jakarta terhadap kinerja petahana juga tinggi. Artinya adalah tuntutan warga Jakarta terhadap sang gubernur sangat tinggi. Bila gagal sedikit saja, warga Jakarta terbuka untuk mencoba penantang petahana untuk memimpin Jakarta.
Peran Suara Pemilih Agus-Sylvi?
Kendati KedaiKOPI sejak awal 2015 melalui beberapa kali hasil survei opini publik sudah memprediksi bahwa petahana sulit mempertahankan kursinya, tetap saja selisih 17% cukup mengejutkan.
Banyak yang mempertanyakan dari mana penambahan suara Anies-Sandi yang pada putaran pertama justru tertinggal 3% dari petahana. Pertanyaan yang juga menarik, mengapa suara Ahok-Djarot juga tergerus?
Ada beberapa hipotesis dalam menjawab pertanyaan ini. Satu di antara alasan kuat yang muncul dari beberapa kali diskusi internal KedaiKOPI adalah rasa nyaman warga Jakarta ketika mengetahui bahwa Anies-Sandi tidak akan menghapus program bagus Ahok-Djarot seperti KJP, KJS, Pasukan Oranye, dan lainnya.
Setelah rasa nyaman dan aman didapatkan warga Jakarta kemudian lebih leluasa memilih Anies-Sandi dengan tambahan alasan kesamaan agama. Berdasarkan hasil survei KedaiKOPI, alasan agama juga merupakan faktor yang memengaruhi keputusan pemilih Jakarta.
Suara pemilih Agus-Sylvi yang dibiarkan mengambang dan tidak diarahkan oleh si empunya suara sangat wajar bila dicitrakan beralih ke Anies-Sandi. Kemungkinan besar kembali peran agama juga berperan di sini. Perbedaan sebesar 17% semakin memperkuat analisis bahwa besar kemungkinan suara pemilih pasangan calon satu itu menyeberang ke pasangan calon tiga.
Peran Partai Politik Pengusung
Partai politik pengusung juga harus dicatat sebagai pemain utama di Pilgub Jakarta. KedaiKOPI berpendapat bahwa satu di antara faktor yang memenangkan Anies-Sandi adalah lebih solidnya parpol pengusung mereka dibandingkan parpol pengusung Ahok-Djarot.
PKS yang pernah menguasai akar rumput Jakarta pada 2004-2009 dengan didukung oleh hierarki Gerindra mampu menghadirkan kesolidan dukungan bagi Anies-Sandi. Komando pemenangan yang dibebankan pada PKS sukses berhasil dijalankan. Apalagi, pada putaran kedua koalisi ini mendapat tambahan amunisi dari PAN yang memang dekat dengan salah satu organisasi besar Islam.
Sementara di kubu petahana dicitrakan hanya PDIP yang bergerak dalam untuk meraih suara akar rumput. Kehadiran PPP yang sedang terbelah kendati juga memiliki massa kuat di Jakarta ternyata tidak membantu banyak dalam perolehan suara.
Pekerjaan Rumah Gubernur Baru
Sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta versi hitung cepat hingga penetapan oleh KPUD Jakarta, banyak tugas besar menunggu Anies-Sandi. Satu di antaranya merekatkan kembali persatuan warga Jakarta yang sempat terkotak-kotakkan akibat proses pemilihan gubernur.
Toleransi dan saling menghormati yang menjadi ciri khas orang Indonesia harus kembali dirajut. Berbagai program yang dilakukan tidak boleh berhenti di kebinekaan saja, tapi juga harus berlanjut hingga tunggal ika.
Selain itu, Anies-Sandi juga harus segera mempersiapkan program yang mereka janjikan kepada warga Jakarta. Sebab, bila menunggu pelantikan, bukan tidak mungkin warga Jakarta tidak akan sabar menunggu.
Hal itu pasti mungkin dilakukan sebab Ahok-Djarot pada pidato pascahasil hitung cepat muncul sudah berjanji akan membuka diri untuk membantu Anies-Sandi.
Pengaruh ke Pilpres 2019
Pilkada rasa pilpres sudah sering diutarakan warga sejak Pilgub Jakarta digulirkan. Usai hitung cepat kembali muncul dugaan-dugaan tentang bagaimana konstelasi politik saat Pilpres 2019.
Hal ini wajar sebab sejak 2012 kemudian 2014 bahkan hingga sebelum pilgub dilakukan, kekuatan Jokowi dan PDIP di Jakarta sudah tidak terbantahkan. Namun, hasil hitung cepat akan mengubah pendapat ini.
Prabowo Subianto mungkin nama yang patut diperhitungkan. Namun, bukan sebagai penantang Jokowi, Prabowo lebih ditempatkan sebagai king maker. Bagaimana tidak, dua kali berturut-turut jagoan Prabowo menjadi juara di Ibu Kota.
Maka itu, sangat mungkin pada Pilpres 2019, calon presiden yang mendapat restu dan diusung Prabowo dapat menjadi pemenang. Sangat mungkin ini terjadi walaupun mungkin masih terlalu dini untuk dibicarakan.
Bagaimana kelanjutan karier Ahok-Djarot? Wah, sebagai orang yang dekat dengan kekuasaan, pasti ada posisi bagus untuk Basuki dan Djarot. Kita tunggu saja, jangan-jangan setelah penetapan pemenang secara resmi dari KPUD, Presiden Jokowi langsung melakukan perombakan Kabinet Kerja.
Yah, siapa tahu? Kita tunggu saja.
Founder Lembaga Survei KedaiKOPI
RANGKAIAN Pemilihan Gubernur Jakarta 2017 sudah hampir usai. Pemungutan suara sudah digelar, kita tinggal menunggu hasil hitung manual KPUD DKI Jakarta. Hasil hitung cepat Lembaga Survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan bahwa pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno unggul di semua wilayah Jakarta. Anies-Sandi meraih 58,10%, sedangkan petahana Ahok-Djarot hanya meraih 41,9%.
Hasil hitung cepat mencatatkan hanya di Jakarta Utara suara Ahok-Djarot (46,32%) paling mendekati suara Anies-Sandi (53,68%). Wilayah lain, Anies-Sandi jauh meninggalkan Ahok-Djarot. Di Jakarta Timur raihan suara Ahok-Djarot 38,35%, Anies Sandi 61,65%. Jakarta Barat yang sempat dicitrakan menjadi lumbung suara Ahok-Djarot ternyata tidak seperti yang diduga, di sini Anies-Sandi meraih 56,73% suara, sementara petahana hanya 43,27%.
Wilayah Jakarta Selatan yang pada putaran pertama dimenangkan oleh Anies-Sandi juga mampu dipertahankan dengan meraih 59,22% suara, sedangkan Ahok-Djarot meraih 40,78% saja. Pada awal pelaksanaan hitung cepat sempat terjadi susul-menyusul raihan suara di Jakarta Pusat walaupun akhirnya Anies-Sandi juga berhasil unggul suara 56,10%, sementara Basuki Djarot 43,9%.
Anies-Sandi bahkan unggul jauh di Kepulauan Seribu dengan meraih 73,65%, sedangkan Ahok-Djarot hanya mampu mendapatkan 26,35%.
Sejarah Berulang di Jakarta
Sejak awal saya sudah mencatat bahwa Jakarta tidak ramah bagi petahana sejak pemilihan gubernur Jakarta dilakukan dengan sistem langsung. Sejak sistem ini diberlakukan belum pernah ada petahana yang berhasil lolos dua periode.
Bila hasil hitung KPUD Jakarta tidak berbeda dengan hasil hitung cepat KedaiKOPI, kembali sejarah mencatat bahwa petahana gagal memperpanjang masa kepemimpinannya menjadi dua periode.
Hal ini menarik mengingat kepuasan publik Jakarta terhadap kinerja petahana juga tinggi. Artinya adalah tuntutan warga Jakarta terhadap sang gubernur sangat tinggi. Bila gagal sedikit saja, warga Jakarta terbuka untuk mencoba penantang petahana untuk memimpin Jakarta.
Peran Suara Pemilih Agus-Sylvi?
Kendati KedaiKOPI sejak awal 2015 melalui beberapa kali hasil survei opini publik sudah memprediksi bahwa petahana sulit mempertahankan kursinya, tetap saja selisih 17% cukup mengejutkan.
Banyak yang mempertanyakan dari mana penambahan suara Anies-Sandi yang pada putaran pertama justru tertinggal 3% dari petahana. Pertanyaan yang juga menarik, mengapa suara Ahok-Djarot juga tergerus?
Ada beberapa hipotesis dalam menjawab pertanyaan ini. Satu di antara alasan kuat yang muncul dari beberapa kali diskusi internal KedaiKOPI adalah rasa nyaman warga Jakarta ketika mengetahui bahwa Anies-Sandi tidak akan menghapus program bagus Ahok-Djarot seperti KJP, KJS, Pasukan Oranye, dan lainnya.
Setelah rasa nyaman dan aman didapatkan warga Jakarta kemudian lebih leluasa memilih Anies-Sandi dengan tambahan alasan kesamaan agama. Berdasarkan hasil survei KedaiKOPI, alasan agama juga merupakan faktor yang memengaruhi keputusan pemilih Jakarta.
Suara pemilih Agus-Sylvi yang dibiarkan mengambang dan tidak diarahkan oleh si empunya suara sangat wajar bila dicitrakan beralih ke Anies-Sandi. Kemungkinan besar kembali peran agama juga berperan di sini. Perbedaan sebesar 17% semakin memperkuat analisis bahwa besar kemungkinan suara pemilih pasangan calon satu itu menyeberang ke pasangan calon tiga.
Peran Partai Politik Pengusung
Partai politik pengusung juga harus dicatat sebagai pemain utama di Pilgub Jakarta. KedaiKOPI berpendapat bahwa satu di antara faktor yang memenangkan Anies-Sandi adalah lebih solidnya parpol pengusung mereka dibandingkan parpol pengusung Ahok-Djarot.
PKS yang pernah menguasai akar rumput Jakarta pada 2004-2009 dengan didukung oleh hierarki Gerindra mampu menghadirkan kesolidan dukungan bagi Anies-Sandi. Komando pemenangan yang dibebankan pada PKS sukses berhasil dijalankan. Apalagi, pada putaran kedua koalisi ini mendapat tambahan amunisi dari PAN yang memang dekat dengan salah satu organisasi besar Islam.
Sementara di kubu petahana dicitrakan hanya PDIP yang bergerak dalam untuk meraih suara akar rumput. Kehadiran PPP yang sedang terbelah kendati juga memiliki massa kuat di Jakarta ternyata tidak membantu banyak dalam perolehan suara.
Pekerjaan Rumah Gubernur Baru
Sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta versi hitung cepat hingga penetapan oleh KPUD Jakarta, banyak tugas besar menunggu Anies-Sandi. Satu di antaranya merekatkan kembali persatuan warga Jakarta yang sempat terkotak-kotakkan akibat proses pemilihan gubernur.
Toleransi dan saling menghormati yang menjadi ciri khas orang Indonesia harus kembali dirajut. Berbagai program yang dilakukan tidak boleh berhenti di kebinekaan saja, tapi juga harus berlanjut hingga tunggal ika.
Selain itu, Anies-Sandi juga harus segera mempersiapkan program yang mereka janjikan kepada warga Jakarta. Sebab, bila menunggu pelantikan, bukan tidak mungkin warga Jakarta tidak akan sabar menunggu.
Hal itu pasti mungkin dilakukan sebab Ahok-Djarot pada pidato pascahasil hitung cepat muncul sudah berjanji akan membuka diri untuk membantu Anies-Sandi.
Pengaruh ke Pilpres 2019
Pilkada rasa pilpres sudah sering diutarakan warga sejak Pilgub Jakarta digulirkan. Usai hitung cepat kembali muncul dugaan-dugaan tentang bagaimana konstelasi politik saat Pilpres 2019.
Hal ini wajar sebab sejak 2012 kemudian 2014 bahkan hingga sebelum pilgub dilakukan, kekuatan Jokowi dan PDIP di Jakarta sudah tidak terbantahkan. Namun, hasil hitung cepat akan mengubah pendapat ini.
Prabowo Subianto mungkin nama yang patut diperhitungkan. Namun, bukan sebagai penantang Jokowi, Prabowo lebih ditempatkan sebagai king maker. Bagaimana tidak, dua kali berturut-turut jagoan Prabowo menjadi juara di Ibu Kota.
Maka itu, sangat mungkin pada Pilpres 2019, calon presiden yang mendapat restu dan diusung Prabowo dapat menjadi pemenang. Sangat mungkin ini terjadi walaupun mungkin masih terlalu dini untuk dibicarakan.
Bagaimana kelanjutan karier Ahok-Djarot? Wah, sebagai orang yang dekat dengan kekuasaan, pasti ada posisi bagus untuk Basuki dan Djarot. Kita tunggu saja, jangan-jangan setelah penetapan pemenang secara resmi dari KPUD, Presiden Jokowi langsung melakukan perombakan Kabinet Kerja.
Yah, siapa tahu? Kita tunggu saja.
(mhd)