Gubernur Jakarta Harapan Pengusaha
A
A
A
SARMAN SIMANJORANG
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta/Dewan Pengupahan DKI Jakarta
TINGGAL hitungan jam, tepatnya 19 April atau esok hari, rakyat Jakarta kembali mengikuti pesta demokrasi lima tahunan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2012 putaran kedua.
Pilkada Jakarta merupakan satu-satunya pilkada yang dilaksanakan dua putaran dari 101 yang dilaksanakan pada 15 Februari 2017 sebab pada putaran pertama dari tiga pasangan calon yang maju tidak ada satu pun pasangan calon yang mampu meraih suara di atas 50%.
DKI Jakarta dengan status daerah khusus memiliki aturan yang berbeda dengan daerah lain. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU 29/2007, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Berkaca pada hasil pilkada putaran pertama pasangan calon nomor satu Agus Harimurti Yudhoyono–Sylviana Murni memperoleh 937.955 suara atau sekitar 17,05%, pasangan calon nomor dua Basuki Tjahaja Purnama- Saiful Hidayat memperoleh 2.364.577 suara atau 42,99%, dan pasangan calon nomor tiga Anies Rasyid Baswedan–Sandiaga Salahundin Uno memperoleh 2.197.333 suara atau 39,95%.
Dengan demikian, pasangan calon nomor dua dan tiga sebagai peraih suara terbanyak maju pada putaran kedua untuk memastikan siapa guber-nur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan mendapat mandat dan kepercayaan dari rakyat Jakarta.
Pilkada Jakarta tidak luput dari perhatian dan pengamatan para pelaku usaha karena bagaimanapun sosok gubernur Jakarta akan menentukan arah dan kebijakan mau dibawa ke mana iklim usaha dan investasi di Kota Jakarta.
Sebagai kota jasa, gubernur sebagai top manajemen kedudukannya sangat strategis yang akan menetapkan berbagai kebijakan dan regulasi yang bersentuhan langsung dengan kepentingan dunia usaha.
Berdasarkan sensus ekonomi 2016 jumlah usaha di Jakarta sebanyak 1.244.000 dari skala besar/menengah diperkirakan 10%, sisanya 90% adalah pelaku UMKM. Potensi pelaku usaha ini menjadi modal besar jika dapat dikelola dengan baik melalui kebijakan yang probisnis dan produnia usaha untuk menggerakkan berbagai potensi dan peluang bisnis yang ada di Kota Jakarta.
Kebijakan yang terbuka dan berkeadilan menjadi harapan pelaku usaha kepada gubernur yang akan terpilih nanti. Terbuka maksudnya adalah kebijakan yang akan diambil melalui proses yang transparan di mana penyusunannya terlebih dahulu mendengar aspirasi dan masukan dari pelaku usaha karena kerapkali sebuah perda atau pergub disusun hanya dari sisi pola pikir birokrasi.
Sedangkan berkeadilan maksudnya bahwa kebijakan yang diambil tidak berpihak kepada sekelompok usaha tertentu dan mematikan sekelompok usaha lain, tetapi membuka ruang kepada seluruh pelaku usaha untuk berpartisipasi aktif membangun Kota Jakarta secara profesional dan bersaing secara sehat.
Harapan pelaku usaha terhadap gubernur Jakarta sangatlah besar, mengingat tantangan dan permasalahan ekonomi Jakarta ke depan semakin sulit dan variatif di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
Dibutuhkan sosok gubernur yang mampu menggerakkan berbagai potensi ekonomi, memiliki terobosan dan insting yang kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memiliki relationship yang baik dengan semua pihak sehingga Jakarta senantiasa kondusif, aman, dan nyaman, tidak mengganggu aktivitas dunia usaha.
Berbagai keluhan dunia usaha dapat direspons dengan solusi yang cepat dan tepat, tidak berlarut-larut, sehingga ada kepastian dan jaminan dalam menjalankan usahanya.
Setidaknya ada beberapa catatan pelaku usaha yang menjadi referensi kepada gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta lima tahun ke depan yang harus segera ada solusinya.
Pertama, masalah zonasi usaha sesuai dengan Undang-undang Nomor 26/2007 tentang penataan ruang yang telah diimplementasikan dalam bentuk Perda Nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi.
Dalam perda tersebut ditegaskan pelaku usaha yang beroperasi di luar zona industri/usaha yang telah ditentukan harus segera merelokasi tempat usahanya paling lambat pertengahan Februari 2017.
Jika hal ini konsisten dilakukan, akan mengancam kelangsungan ratusan ribuan usaha di Jakarta. Dinas PTSP dan Investasi telah mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa dokumen izin dan non-izin yang telah diterbitkan oleh BPTSP dengan masa berlaku sampai 18 Februari 2017 dinyatakan tetap berlaku sampai berlaku revisi atas Perda Nomor 1/2014.
Namun, hal ini belum memiliki kekuatan hukum sehingga diharapkan agar perda tersebut dipercepat direvisi untuk memberikan jaminan ketenangan berusaha.
Kedua, menyangkut kebijakan lelang konsolidasi yang merupakan penggabungan proyek pembangunan yang sama dengan nilai kecil menjadi satu paket besar yang kemudian pengerjaan fisiknya dikerjakan hanya oleh satu kontraktor besar sekelas BUMN.
Dengan demikian, porsi untuk UKM hilang. Akibat itu, hampir enam ribu UKM yang selama ini menjadi rekanan pemprov nyaris tidak aktif lagi.
Kebijakan ini ke depan diharapkan dievaluasi kembali dan memastikan pelaku UKM mendapat bagian dalam berbagai proyek Pemprov DKI Jakarta.
Jika alasannya selama ini kualitas kerjanya tidak sesuai standar, menjadi tugas pemprovlah untuk membinanya, bukan sebaliknya, membinasakan. Pelaku UKM harus dibina dan diarahkan menjadi pengusaha yang profesional dalam mengerjakan sebuah proyek dengan aturan dan standar yang jelas sehingga secara alami akan terseleksi jika tidak ingin tersingkirkan dan masuk dalam daftar hitam.
Ketiga, kualitas pelayanan perizinan berbagai bidang usaha semakin disederhanakan dengan jaminan waktu yang pasti dan biaya yang terukur. Masih ada beberapa perizinan yang dalam praktiknya prosesnya lama dan tidak pasti seperti IMB, amdal, dan lain-lain. Ini akan mengganggu perencanaan pengusaha.
Dinas Penanaman Modal dan PTSP diharapkan semakin meningkatkan mutu pelayanan berbasis data teknologi sehingga ke depan pengusaha tidak lagi harus antre di loket, tetapi dapat mengurus izin via internet yang akan lebih mudah dan praktis.
Semua ini aspirasi yang akan menjadi referensi gubernur dan wakil gubernur yang akan terpilih. Tentu masih banyak isu-isu ekonomi yang perlu dibenahi seperti strategi mencetak pelaku-pelaku usaha baru, optimalisasi Balai Latihan Kerja untuk mampu mencetak tenaga kerja terampil dan besertifikat, infrastruktur pariwisata, serta pemakaian produk Indonesia.
Yang tidak kalah penting, komunikasi berbagai organisasi pengusaha dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk bersama-sama merumuskan solusi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi pelaku usaha. Selama ini terkesan ruang komunikasi, koordinasi, dan interaksi berbagai organisasi pengusaha dengan gubernur DKI Jakarta kurang maksimal sehingga banyak informasi dan aspirasi yang tersumbat atau tidak tersalurkan.
Harapan pelaku usaha, siapa pun yang terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta harus mampu membawa perubahan dalam berbagai bidang pelayanan, kebijakan, dan komunikasi yang menyejukkan serta menjauhkan politik balas dendam.
Mari kita sukseskan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua dengan memastikan seluruh pelaku usaha memberikan suara di TPS tempat tinggal masing-masing. Soal pilihan tentu kembali ke hati nurani, selaku pengusaha tentu memiliki penilaian, pertimbangan, dan alasan yang diyakini mampu menggerakkan dan memberdayakan 1.244.000 usaha dengan kebijakan yang probisnis dan berkeadilan.
Siapa pun yang terpilih merupakan hasil pesta demokrasi yang wajib kita dukung untuk membangun Kota Jakarta yang lebih baik.
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta/Dewan Pengupahan DKI Jakarta
TINGGAL hitungan jam, tepatnya 19 April atau esok hari, rakyat Jakarta kembali mengikuti pesta demokrasi lima tahunan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2012 putaran kedua.
Pilkada Jakarta merupakan satu-satunya pilkada yang dilaksanakan dua putaran dari 101 yang dilaksanakan pada 15 Februari 2017 sebab pada putaran pertama dari tiga pasangan calon yang maju tidak ada satu pun pasangan calon yang mampu meraih suara di atas 50%.
DKI Jakarta dengan status daerah khusus memiliki aturan yang berbeda dengan daerah lain. Sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU 29/2007, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Berkaca pada hasil pilkada putaran pertama pasangan calon nomor satu Agus Harimurti Yudhoyono–Sylviana Murni memperoleh 937.955 suara atau sekitar 17,05%, pasangan calon nomor dua Basuki Tjahaja Purnama- Saiful Hidayat memperoleh 2.364.577 suara atau 42,99%, dan pasangan calon nomor tiga Anies Rasyid Baswedan–Sandiaga Salahundin Uno memperoleh 2.197.333 suara atau 39,95%.
Dengan demikian, pasangan calon nomor dua dan tiga sebagai peraih suara terbanyak maju pada putaran kedua untuk memastikan siapa guber-nur dan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan mendapat mandat dan kepercayaan dari rakyat Jakarta.
Pilkada Jakarta tidak luput dari perhatian dan pengamatan para pelaku usaha karena bagaimanapun sosok gubernur Jakarta akan menentukan arah dan kebijakan mau dibawa ke mana iklim usaha dan investasi di Kota Jakarta.
Sebagai kota jasa, gubernur sebagai top manajemen kedudukannya sangat strategis yang akan menetapkan berbagai kebijakan dan regulasi yang bersentuhan langsung dengan kepentingan dunia usaha.
Berdasarkan sensus ekonomi 2016 jumlah usaha di Jakarta sebanyak 1.244.000 dari skala besar/menengah diperkirakan 10%, sisanya 90% adalah pelaku UMKM. Potensi pelaku usaha ini menjadi modal besar jika dapat dikelola dengan baik melalui kebijakan yang probisnis dan produnia usaha untuk menggerakkan berbagai potensi dan peluang bisnis yang ada di Kota Jakarta.
Kebijakan yang terbuka dan berkeadilan menjadi harapan pelaku usaha kepada gubernur yang akan terpilih nanti. Terbuka maksudnya adalah kebijakan yang akan diambil melalui proses yang transparan di mana penyusunannya terlebih dahulu mendengar aspirasi dan masukan dari pelaku usaha karena kerapkali sebuah perda atau pergub disusun hanya dari sisi pola pikir birokrasi.
Sedangkan berkeadilan maksudnya bahwa kebijakan yang diambil tidak berpihak kepada sekelompok usaha tertentu dan mematikan sekelompok usaha lain, tetapi membuka ruang kepada seluruh pelaku usaha untuk berpartisipasi aktif membangun Kota Jakarta secara profesional dan bersaing secara sehat.
Harapan pelaku usaha terhadap gubernur Jakarta sangatlah besar, mengingat tantangan dan permasalahan ekonomi Jakarta ke depan semakin sulit dan variatif di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
Dibutuhkan sosok gubernur yang mampu menggerakkan berbagai potensi ekonomi, memiliki terobosan dan insting yang kuat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan memiliki relationship yang baik dengan semua pihak sehingga Jakarta senantiasa kondusif, aman, dan nyaman, tidak mengganggu aktivitas dunia usaha.
Berbagai keluhan dunia usaha dapat direspons dengan solusi yang cepat dan tepat, tidak berlarut-larut, sehingga ada kepastian dan jaminan dalam menjalankan usahanya.
Setidaknya ada beberapa catatan pelaku usaha yang menjadi referensi kepada gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta lima tahun ke depan yang harus segera ada solusinya.
Pertama, masalah zonasi usaha sesuai dengan Undang-undang Nomor 26/2007 tentang penataan ruang yang telah diimplementasikan dalam bentuk Perda Nomor 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi.
Dalam perda tersebut ditegaskan pelaku usaha yang beroperasi di luar zona industri/usaha yang telah ditentukan harus segera merelokasi tempat usahanya paling lambat pertengahan Februari 2017.
Jika hal ini konsisten dilakukan, akan mengancam kelangsungan ratusan ribuan usaha di Jakarta. Dinas PTSP dan Investasi telah mengeluarkan pengumuman yang menyatakan bahwa dokumen izin dan non-izin yang telah diterbitkan oleh BPTSP dengan masa berlaku sampai 18 Februari 2017 dinyatakan tetap berlaku sampai berlaku revisi atas Perda Nomor 1/2014.
Namun, hal ini belum memiliki kekuatan hukum sehingga diharapkan agar perda tersebut dipercepat direvisi untuk memberikan jaminan ketenangan berusaha.
Kedua, menyangkut kebijakan lelang konsolidasi yang merupakan penggabungan proyek pembangunan yang sama dengan nilai kecil menjadi satu paket besar yang kemudian pengerjaan fisiknya dikerjakan hanya oleh satu kontraktor besar sekelas BUMN.
Dengan demikian, porsi untuk UKM hilang. Akibat itu, hampir enam ribu UKM yang selama ini menjadi rekanan pemprov nyaris tidak aktif lagi.
Kebijakan ini ke depan diharapkan dievaluasi kembali dan memastikan pelaku UKM mendapat bagian dalam berbagai proyek Pemprov DKI Jakarta.
Jika alasannya selama ini kualitas kerjanya tidak sesuai standar, menjadi tugas pemprovlah untuk membinanya, bukan sebaliknya, membinasakan. Pelaku UKM harus dibina dan diarahkan menjadi pengusaha yang profesional dalam mengerjakan sebuah proyek dengan aturan dan standar yang jelas sehingga secara alami akan terseleksi jika tidak ingin tersingkirkan dan masuk dalam daftar hitam.
Ketiga, kualitas pelayanan perizinan berbagai bidang usaha semakin disederhanakan dengan jaminan waktu yang pasti dan biaya yang terukur. Masih ada beberapa perizinan yang dalam praktiknya prosesnya lama dan tidak pasti seperti IMB, amdal, dan lain-lain. Ini akan mengganggu perencanaan pengusaha.
Dinas Penanaman Modal dan PTSP diharapkan semakin meningkatkan mutu pelayanan berbasis data teknologi sehingga ke depan pengusaha tidak lagi harus antre di loket, tetapi dapat mengurus izin via internet yang akan lebih mudah dan praktis.
Semua ini aspirasi yang akan menjadi referensi gubernur dan wakil gubernur yang akan terpilih. Tentu masih banyak isu-isu ekonomi yang perlu dibenahi seperti strategi mencetak pelaku-pelaku usaha baru, optimalisasi Balai Latihan Kerja untuk mampu mencetak tenaga kerja terampil dan besertifikat, infrastruktur pariwisata, serta pemakaian produk Indonesia.
Yang tidak kalah penting, komunikasi berbagai organisasi pengusaha dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk bersama-sama merumuskan solusi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi pelaku usaha. Selama ini terkesan ruang komunikasi, koordinasi, dan interaksi berbagai organisasi pengusaha dengan gubernur DKI Jakarta kurang maksimal sehingga banyak informasi dan aspirasi yang tersumbat atau tidak tersalurkan.
Harapan pelaku usaha, siapa pun yang terpilih menjadi gubernur DKI Jakarta harus mampu membawa perubahan dalam berbagai bidang pelayanan, kebijakan, dan komunikasi yang menyejukkan serta menjauhkan politik balas dendam.
Mari kita sukseskan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua dengan memastikan seluruh pelaku usaha memberikan suara di TPS tempat tinggal masing-masing. Soal pilihan tentu kembali ke hati nurani, selaku pengusaha tentu memiliki penilaian, pertimbangan, dan alasan yang diyakini mampu menggerakkan dan memberdayakan 1.244.000 usaha dengan kebijakan yang probisnis dan berkeadilan.
Siapa pun yang terpilih merupakan hasil pesta demokrasi yang wajib kita dukung untuk membangun Kota Jakarta yang lebih baik.
(dam)