Sejumlah Fraksi di DPR Dukung Penghapusan Syarat Usung Capres
A
A
A
JAKARTA - Sebagian fraksi di DPR menilai pemberlakuan syarat ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) pada Pemilu 2019 inkonstitusional.
Pemberlakuan dua syarat itu tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013, Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden digelar serentak mulai tahun 2019.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, Lukman Edy mengatakan, dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah disebutkan parliamentary threshold tetap 3,5%.
"Tapi, perkembangan dari beberapa fraksi untuk meniadakan parliamentary threshold," kata Lukman Edy dalam diskusi polemik SINDO Trijaya Network bertajuk RUU Pemilu dan Pertaruhan Demokrasi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2017).
Menurut dia, alasan peniadaan parliamentary threshold masuk akal. "Bagus juga," ucapnya.
Adapun alasan peniadaan parliamentary threshold yang disampaikan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ke DPR bahwa parliamentary threshold tidak signifikan sebagai instrumen konsolidasi demokrasi untuk penyederhanaan partai politik (parpol).
"Jadi beberapa periode pemilu kita yang awalnya 2,5% naik 3,5%, jumlah parpol yang lolos parliamentary threshold atau yang ada di parlemen justru bertambah," papar politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Dia menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 adalah final dan mengikat. "Nah ini sebagian fraksi di Pansus ini keputusan serentak ini otomatis meniadakan presidential threshold, kenapa? Acuannya yang mana," paparnya. (Baca juga: Gerindra Setuju Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold)
Dia mengakui sebagian fraksi di DPR mempertanyakan usulan pemerintah tentang presidential threshold karena berimplikasi melanggar konstitusi. "Sebagian fraksi menyatakan inkonstitusional," ujarnya.
Pemberlakuan dua syarat itu tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013, Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden digelar serentak mulai tahun 2019.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu, Lukman Edy mengatakan, dalam draf revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah disebutkan parliamentary threshold tetap 3,5%.
"Tapi, perkembangan dari beberapa fraksi untuk meniadakan parliamentary threshold," kata Lukman Edy dalam diskusi polemik SINDO Trijaya Network bertajuk RUU Pemilu dan Pertaruhan Demokrasi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2017).
Menurut dia, alasan peniadaan parliamentary threshold masuk akal. "Bagus juga," ucapnya.
Adapun alasan peniadaan parliamentary threshold yang disampaikan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ke DPR bahwa parliamentary threshold tidak signifikan sebagai instrumen konsolidasi demokrasi untuk penyederhanaan partai politik (parpol).
"Jadi beberapa periode pemilu kita yang awalnya 2,5% naik 3,5%, jumlah parpol yang lolos parliamentary threshold atau yang ada di parlemen justru bertambah," papar politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Dia menjelaskan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 adalah final dan mengikat. "Nah ini sebagian fraksi di Pansus ini keputusan serentak ini otomatis meniadakan presidential threshold, kenapa? Acuannya yang mana," paparnya. (Baca juga: Gerindra Setuju Parliamentary Threshold dan Presidential Threshold)
Dia mengakui sebagian fraksi di DPR mempertanyakan usulan pemerintah tentang presidential threshold karena berimplikasi melanggar konstitusi. "Sebagian fraksi menyatakan inkonstitusional," ujarnya.
(dam)