Performa Ekonomi 2017
A
A
A
PERFORMA perekonomian Indonesia pada tahun ini diprediksi bakal lebih baik dibandingkan pada tahun lalu, seiring dengan menggeliatnya perekonomian sejumlah negara maju yang membentuk sikap optimistis tersendiri. Secara umum ekonomi global sudah memberi sinyal pemulihan meski belum secepat yang diharapkan.
Setidaknya indikator pemulihan ekonomi global sudah muncul di Amerika Serikat (AS) yang ditandai dengan melandainya angka pengangguran ke level 4,6%, tercatat terendah sejak zaman perang Vietnam. Disusul kebijakan Presiden terpilih AS, Donald Trump yang diprediksi fokus pada stimulasi fiskal dan proteksi perdagangan di dalam negeri. Melihat kondisi tersebut, Chief Economist DBS Group Research, David Carbon berani memprediksi pertumbuhan ekonomi AS pada level 2,7% pada tahun ini.
Dalam kaitan perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun ini, masih berdasarkan hasil riset DBS Group Research, perekonomian bakal bertumbuh pada level 5,3% yang didukung peningkatan arus investasi menjadi 5,6% dari tahun lalu yang diprediksi sekitar 4,5%. Sedang tingkat konsumsi diperkirakan bakal beretengger di level 5% dengan tingkat inflasi rata-rata 4,5%.
Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dinilai cukup percaya diri untuk mengendalikan defisit anggaran menyusul suksesnya program pengampunan pajak. Adapun defisit neraca transaksi berjalan diramalkan pada kisaran 2,1% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dan, sepanjang tahun lalu BI dinilai lebih aktif dalam mengendalikan volatilitas di pasar uang. Berkat pengalaman bank sentral itu akan sangat berguna sepanjang tahun ini.
Pemerintah sendiri begitu optimistis pertumbuhan ekonomi akan lebih baik pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Simak saja pernyataan dari Menteri Perdagangan (Memperdag) Enggartiasto Lukito bahwa tidak ada alasan untuk tidak optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun ini dengan melihat angka inflasi yang terkontrol dan didukung oleh daya beli masyarakat yang terjaga.
Saat ini, sebagaimana diklaim Mendag Enggartiasto Lukito bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada diperingkat ketiga di Asia di bawah China dan India. Meski demikian, Mendag mengakui berbagai tantangan baru yang kini harus disiasati, di antaranya munculnya berbagai tindakan proteksi perdagangan oleh sejumlah negara dengan berbagai cara, misalnya mempersulit barang masuk melalui pengenaan kenaikan bea masuk.
Memang, sejumlah indikasi pertumbuhan ekonomi akan lebih baik tahun dibanding tahun lalu telah memberi semangat tersendiri. Dilihat dari sisi pasar modal perkembangan sepanjang tahun lalu cukup meyakinkan.
Sebagaimana diungkapkan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio, bursa saham Indonesia kini berada diperingkat empat dunia dan nomor dua di Asia. Denga fakta tersebut, Tito Sulistio menyatakan sebuah cerminan kepercayaan terhadap BEI dan masa depan perekonomian Indonesia yang lebih baik.
BEI sempat mencatat transaksi tertinggi sebanyak 433.000 tranksasi per hari dan pernah mencapai kapitalisasi pasar tertinggi sekitar Rp 5.850 triliun. Dan pada penutupan perdagagan akhir 2016 lalu indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 5.296.
Dari sektor perbankan juga meniupkan angin segar pertumbuhan untuk tahun ini. Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan total aset industri perbankan 2017 tumbuh sekitar 11,28% year on year (yoy) atau sebesar Rp7.352 triliun.
Adapun pertumbuhan kredit dipatok pada kisaran 13,25% yoy atau sebesar Rp 4.995 triliun, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) melaju 11,94% yoy atau sebesar Rp 5.304 triliun. Meski demikian, persoalan suku bunga kredit masih menjadi momok tersendiri.
Suku bunga acuan BI, yakni BI 7 Days Repo Rate yang kini berada di level 4,75% sudah beberapa kali mencatat penurunan namun tidak serta merta diikuti penurunan suku bunga kredit perbankan. Sedang suku bunga DPK perbankan sudah menyesuaikan alias turun.
Bagaimana dengan proyeksi pertumbuhan industri nasional? Pihak Kementerian Perindustrian juga diliputi perasaan optimisme bahwa perekonomian tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu.
Industri non minyak dan gas (migas) diproyeksi tumbuh 5,2% hingga 5,4% pada tahun ini, hal itu didasarkan pada prediksi pertumbuhan ekonomi nasional yang terus membaik sehingga merangsang tumbuhnya investasi baru. Industri makanan dan minuman berpotensi menjadi motor dalam pertumbuhan industri non migas.
Meski diliputi sikap optimistis, pemerintah tetap harus bersikap hati hati yang dilandasi pembuatan kebijakan yang strategis pada segala aspek kehidupan bernegara. Sebab tahun ini berdasarkan penanggalan China adalah tahun Ayam Api yang dimulai 28 Januari 2017 dan berakhir 15 Februari 2018, yang bisa memberi kehangatan, namun bila salah sedikit malah bisa terbakar.
Setidaknya indikator pemulihan ekonomi global sudah muncul di Amerika Serikat (AS) yang ditandai dengan melandainya angka pengangguran ke level 4,6%, tercatat terendah sejak zaman perang Vietnam. Disusul kebijakan Presiden terpilih AS, Donald Trump yang diprediksi fokus pada stimulasi fiskal dan proteksi perdagangan di dalam negeri. Melihat kondisi tersebut, Chief Economist DBS Group Research, David Carbon berani memprediksi pertumbuhan ekonomi AS pada level 2,7% pada tahun ini.
Dalam kaitan perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun ini, masih berdasarkan hasil riset DBS Group Research, perekonomian bakal bertumbuh pada level 5,3% yang didukung peningkatan arus investasi menjadi 5,6% dari tahun lalu yang diprediksi sekitar 4,5%. Sedang tingkat konsumsi diperkirakan bakal beretengger di level 5% dengan tingkat inflasi rata-rata 4,5%.
Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dinilai cukup percaya diri untuk mengendalikan defisit anggaran menyusul suksesnya program pengampunan pajak. Adapun defisit neraca transaksi berjalan diramalkan pada kisaran 2,1% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Dan, sepanjang tahun lalu BI dinilai lebih aktif dalam mengendalikan volatilitas di pasar uang. Berkat pengalaman bank sentral itu akan sangat berguna sepanjang tahun ini.
Pemerintah sendiri begitu optimistis pertumbuhan ekonomi akan lebih baik pada tahun ini dibandingkan tahun lalu. Simak saja pernyataan dari Menteri Perdagangan (Memperdag) Enggartiasto Lukito bahwa tidak ada alasan untuk tidak optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih baik pada tahun ini dengan melihat angka inflasi yang terkontrol dan didukung oleh daya beli masyarakat yang terjaga.
Saat ini, sebagaimana diklaim Mendag Enggartiasto Lukito bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia berada diperingkat ketiga di Asia di bawah China dan India. Meski demikian, Mendag mengakui berbagai tantangan baru yang kini harus disiasati, di antaranya munculnya berbagai tindakan proteksi perdagangan oleh sejumlah negara dengan berbagai cara, misalnya mempersulit barang masuk melalui pengenaan kenaikan bea masuk.
Memang, sejumlah indikasi pertumbuhan ekonomi akan lebih baik tahun dibanding tahun lalu telah memberi semangat tersendiri. Dilihat dari sisi pasar modal perkembangan sepanjang tahun lalu cukup meyakinkan.
Sebagaimana diungkapkan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio, bursa saham Indonesia kini berada diperingkat empat dunia dan nomor dua di Asia. Denga fakta tersebut, Tito Sulistio menyatakan sebuah cerminan kepercayaan terhadap BEI dan masa depan perekonomian Indonesia yang lebih baik.
BEI sempat mencatat transaksi tertinggi sebanyak 433.000 tranksasi per hari dan pernah mencapai kapitalisasi pasar tertinggi sekitar Rp 5.850 triliun. Dan pada penutupan perdagagan akhir 2016 lalu indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 5.296.
Dari sektor perbankan juga meniupkan angin segar pertumbuhan untuk tahun ini. Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan total aset industri perbankan 2017 tumbuh sekitar 11,28% year on year (yoy) atau sebesar Rp7.352 triliun.
Adapun pertumbuhan kredit dipatok pada kisaran 13,25% yoy atau sebesar Rp 4.995 triliun, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) melaju 11,94% yoy atau sebesar Rp 5.304 triliun. Meski demikian, persoalan suku bunga kredit masih menjadi momok tersendiri.
Suku bunga acuan BI, yakni BI 7 Days Repo Rate yang kini berada di level 4,75% sudah beberapa kali mencatat penurunan namun tidak serta merta diikuti penurunan suku bunga kredit perbankan. Sedang suku bunga DPK perbankan sudah menyesuaikan alias turun.
Bagaimana dengan proyeksi pertumbuhan industri nasional? Pihak Kementerian Perindustrian juga diliputi perasaan optimisme bahwa perekonomian tahun ini akan lebih baik dari tahun lalu.
Industri non minyak dan gas (migas) diproyeksi tumbuh 5,2% hingga 5,4% pada tahun ini, hal itu didasarkan pada prediksi pertumbuhan ekonomi nasional yang terus membaik sehingga merangsang tumbuhnya investasi baru. Industri makanan dan minuman berpotensi menjadi motor dalam pertumbuhan industri non migas.
Meski diliputi sikap optimistis, pemerintah tetap harus bersikap hati hati yang dilandasi pembuatan kebijakan yang strategis pada segala aspek kehidupan bernegara. Sebab tahun ini berdasarkan penanggalan China adalah tahun Ayam Api yang dimulai 28 Januari 2017 dan berakhir 15 Februari 2018, yang bisa memberi kehangatan, namun bila salah sedikit malah bisa terbakar.
(poe)