Mengawal APBN 2017

Kamis, 03 November 2016 - 08:57 WIB
Mengawal APBN 2017
Mengawal APBN 2017
A A A
GUNA memastikan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang baru saja disahkan tidak tersendat-sendat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan segera menyiapkan pelaksanaan dengan baik. Presiden menekankan pentingnya proses pralelang dituntaskan akhir tahun ini sehingga tepat Januari 2017 langsung jalan.

Tiga kementerian dikabarkan sudah siap melaksanakan proyek awal tahun, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PURR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), dan Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam sidang kabinet paripurna yang digelar kemarin tidak hanya membahas pelaksanaan APBN 2017, tetapi sekaligus membicarakan rancangan APBN 2018.

Apakah tidak terlalu dini membahas rancangan APBN 2018, sementara APBN 2017 yang disahkan DPR pekan lalu baru akan dilaksanakan awal tahun depan? Pemerintah beralasan semakin cepat membahas rancangan APBN 2018 semakin bagus sebab makin panjang waktu untuk mempersiapkannya.
Meminjam istilah mantan gubernur DKI Jakarta itu, ”lebih baik cepat daripada terlambat”.

Beban percepatan pertumbuhan ekonomi ke depan semakin tidak ringan sehingga dibutuhkan perencanaan yang matang. Untuk tahun depan, pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi sekitar 5,1% dan pada 2018 menjadi di atas 6%. Pemerintah paham bahwa target pertumbuhan ekonomi tersebut tidak mudah dicapai, tetapi menjadi pemicu bagi pemerintah untuk bekerja lebih keras guna mewujudkan target tersebut. Karena itu, motor penggerak roda perekonomian semua bergerak secara cepat, mulai dari investasi yang harus tumbuh di atas 10% sebagai pendorong utama dari pertumbuhan ekonomi.

Menyusul konsumsi rumah tangga minimal naik sekitar 5%. Begitupula dari sisi ekspor yang harus terus bertumbuh yang diiringi penurunan angka impor. Kalau angka ekspor tumbuh dan berada pada kisaran 4%, angka impor berada pada level 2% hingga 3%.

Selain bicara angka-angka pertumbuhan, pemerintah juga akan menyederhanakan surat pertanggungjawaban (SPJ). Penyusunan SPJ yang rumit ternyata salah satu beban berat aparat birokrasi selama ini.

Sebelumnya dalam sidang paripurna DPR akhir Oktober lalu telah mengesahkan APBN 2017 senilai Rp2.080,5 triliun. Anggaran tersebut naik dari usulan awal sebesar Rp2.070,5 triliun. Meski anggaran mengalami kenaikan, pemerintah dan DPR telah membangun semangat dan menyepakati agar penggunaan anggaran betul-betul hemat dan tepat sasaran.

Sumber pembiayaan APBN 2017 ditetapkan dari penerimaan pajak nonminyak dan gas bumi (migas) sebesar Rp1.271,7 triliun. Pendapatan pajak nonmigas meliputi pajak penghasilan (PPh) nonmigas sebesar Rp751,8 triliun, pajak pertambahan nilai (PPN) sekitar Rp493,9 triliun, pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp17,3 triliun, dan pajak lainnya sekitar Rp8,7 triliun.

Pemerintah mengakui target penerimaan pajak sangat ambisius. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani beralasan bahwa program tax amnesty (pengampunan pajak) sangat progresif dan mampu menghasilkan wajib pajak baru.

Dengan demikian, pemerintah optimistis potensi penerimaan pajak untuk tahun depan akan meningkat. Memang, kalau dilihat dari angka, target penerimaan pajak APBN 2017 dibandingkan target pemasukan pajak APBN Perubahan 2016 lebih rendah.

Target pajak APBNP 2016 dipatok Rp1.318,9 triliun, namun proyeksi realisasi hanya Rp1.105,9 triliun. Tahun depan diprediksi realisasi penerimaan pajak lebih besar dari tahun ini. Di balik angka-angka penerimaan pajak yang dipatok pemerintah dengan optimistis bakal terealisasi dengan baik itu menarik sebab target pajak dalam beberapa tahun selalu meleset dari realisasi penerimaan, termasuk untuk tahun ini.

Namun, yang lebih menarik untuk dicermati adalah angka defisit keseimbangan primer dalam APBN 2017. Pengertian keseimbangan primer adalah selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang.

Betul angka tersebut turun dari sebesar Rp111,4 triliun tahun ini menjadi sebesar Rp109 triliun, namun tetap membuktikan bahwa negeri ini masih berutang untuk membayar bunga utang. Sementara itu, total defisit anggaran diasumsikan sekitar 2,41% atau Rp330,2 triliun untuk tahun depan. Jadi, pengelolaan APBN memang harus dilaksanakan secara cermat, terarah, dan tepat sasaran, serta menekan angka utang agar tidak membengkak terus.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7076 seconds (0.1#10.140)