Fenomena Laporan Asal Bapak Senang (ABS)

Rabu, 12 Oktober 2016 - 14:42 WIB
Fenomena Laporan Asal Bapak Senang (ABS)
Fenomena Laporan Asal Bapak Senang (ABS)
A A A
Asmadji AS Muchtar
Wakil Rektor III Universitas Sains
Alquran Wonosobo Jawa Tengah

JIKA banyak data di atas kertas yang ada di tangan pemimpin pemerintahan di pusat dan di daerah berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, itulah bukti ada fenomena laporan asal bapak senang (ABS). Misalnya, data tentang wilayah rawan bencana, data logistik, data perkembangan ekonomi, dan sebagainya.

Di negeri ini fenomena laporan ABS sudah dianggap klasik karena identik dengan karakter setiap pejabat bawahan kepada atasan dalam lembaga pemerintahan. Karena itu, dapat dikatakan bahwa semua pemimpin pemerintahan (sebagai atasan) pernah atau sering bicara tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya gara-gara hanya merujuk pada laporan ABS yang diberikan oleh bawahan.

Konkretnya, setiap pemimpin memerlukan pembantu untuk mengeluarkan pernyataan di depan publik sehingga jika pembantunya tidak jujur alias ABS, akibatnya sang pemimpin bisa dituduh berbohong kepada publik. Dengan kata lain, tidak ada satu pun pemimpin pemerintahan yang bekerja sendirian dalam mengumpulkan data-data berdasarkan fakta yang ada. Karena itu, jika dia dianggap bohong karena bicara berdasarkan data-data yang disampaikan bawahan, sebenarnya yang berbohong adalah bawahan.

Lebih spesifiknya, jika misalnya Presiden dianggap suka bicara yang tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya, bisa jadi bukan berniat untuk berbohong, melainkan hanya tergelincir dalam kebohongan karena berbicara berdasarkan laporan bawahan yang ternyata ABS. Dengan demikian, jika kemudian ada pihak yang menegur atau melontarkan kritik kepada Presiden yang menganggapnya telah berbohong, seharusnya respons yang paling relevan untuk segera dilakukan Presiden adalah melakukan evaluasi terhadap semua laporan yang disampaikan kepadanya sebagai dasar untuk memperbaiki kinerja pemerintahan yang dipimpinnya.

Kontraproduktif
Respons Presiden dalam bentuk bantahan terhadap teguran atau kritikan yang disampaikan sejumlah pihak bisa dianggap kontraproduktif. Pasalnya, jika Presiden tidak segera mengevaluasi laporan bawahan yang membuatnya dituduh berbohong, kinerja pemerintahan yang dipimpinnya tidak akan berubah. Artinya, jika kinerja pemerintahannya buruk, akan tetap buruk. Jika misalnya sejumlah pembantu atau bawahan suka memberikan laporan ABS, akan tetap memberikan laporan ABS sehingga Presiden bisa dianggap tetap suka berbohong.

Selain itu, teguran atau kritikan sejumlah pihak yang disertai anggapan bahwa pemerintah telah berbohong juga kontraproduktif. Seharusnya, sebagai pihak yang peduli bangsa dan negara, dapat memilih cara yang lebih efektif dan produktif untuk ikut serta memperbaiki kinerja pemerintah.

Misalnya, kalau memang telah muncul fenomena laporan ABS, Presiden perlu didorong untuk lebih aktif blusukan lagi untuk melihat kenyataan yang sebenarnya. Kalau ternyata kenyataan berbeda dengan laporan yang diterimanya dari sejumlah pejabat, langkah terbaik adalah mengganti pejabat-pejabat yang sudah nyata-nyata suka memberikan laporan ABS.

Karena itu, sejumlah pihak layak mendesak Presiden untuk segera mengevaluasi kinerja pemerintahannya yang dianggap tidak sesuai dengan harapan rakyat, bahkan yang membuat Presiden sering bicara tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Maka itu, Presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan mau tidak mau harus segera mengevaluasi kinerja semua pembantu dan bawahannya.

Jika ternyata ada sejumlah pembantu dan bawahan yang sering memberikan laporan ABS atau laporan bohong, segera diberi sanksi yang pantas. Karena itu, perombakan pejabat mutlak diperlukan sebagai respons positif yang hasilnya untuk meningkatkan kinerja pemerintahan secara keseluruhan.

Lembaga Kontrol
Setelah dituduh berbicara tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (bohong), Presiden juga seharusnya segera membentuk lembaga kontrol untuk memberikan teguran dan kritikan terhadap kinerja pemerintah secara kontinu dan sejujur-jujurnya.

Lembaga kontrol yang perlu dibentuk harus berisi tokoh-tokoh lintas agama dan kalangan akademisi (Forum Rektor) yang betul-betul independen dan tidak terkontaminasi kepentingan politik mana pun. Mereka pasti akan bicara jujur. Jika mereka melihat kinerja pemerintah masih buruk, akan bilang buruk sehingga upaya perbaikan segera bisa dilakukan sebelum keadaan bangsa dan negara bertambah buruk.

Sebaliknya, jika Presiden kemudian misalnya membentuk lembaga kontrol yang berisi tokoh-tokoh lintas agama dan akademisi yang tidak lagi independen atau telah terkontaminasi kepentingan politik tertentu, akibatnya justru bisa sangat negatif bagi citra kepemimpinannya. Sangat disayangkan, jika gara-gara dianggap berbohong, kemudian pemerintah tidak terima dengan melakukan ihwal negatif dan kontraproduktif yang tidak akan bisa memperbaiki kinerjanya sehingga keadaan bangsa dan negara semakin memburuk.

Kita berharap jangan sampai muncul tindakan seperti kata pepatah: buruk muka cermin dibelah. Jangan pula Presiden mencoba mengooptasi pihak-pihak yang kritis dengan memberi jabatan sebagai satgas ini itu, namun pejabat-pejabat yang suka memberikan laporan ABS tetap dipertahankan. Untuk konteks nasional, kita pun layak berharap, sebelum terlambat, Presiden jangan ragu-ragu untuk segera mengganti pembantu dan bawahan yang selama ini suka memberikan laporan ABS yang nyata-nyata berakibat runyam dan menuai tuduhan bahwa pemerintah suka berbohong.

Sedangkan untuk konteks lokal, semua kepala daerah juga perlu lebih rajin blusukan untuk mendorong bawahan untuk lebih cermat bekerja termasuk lebih cermat memberikan laporan sehingga laporannya tidak melulu ABS.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3799 seconds (0.1#10.140)