Hentikan Trial by the Press

Rabu, 12 Oktober 2016 - 14:20 WIB
Hentikan Trial by the...
Hentikan Trial by the Press
A A A
Frans H Winarta
Guru Besar Fakultas Hukum
Universitas Pelita Harapan

PERKEMBANGAN teknologi saat ini sudah sangat maju sehingga informasi dalam bentuk apa pun sangat mudah diterima dan diakses oleh masyarakat luas, baik melalui media cetak maupun elektronik. Masyarakat aktif mengikuti perkembangan berita menarik yang disiarkan oleh pers karena kemudahan akses tersebut. Informasi berupa berita yang diberikan oleh media tersebut wajib memiliki sisi manfaat bagi masyarakat umum yang mengakses sehingga berita yang diberikan haruslah relevan dan akurat.

Peristiwa hukum, apalagi dalam perkara-perkara yang menarik perhatian publik mulai dari perkara pencurian, pembunuhan, korupsi, hingga terorisme yang terjadi di Indonesia, merupakan bagian dari berita yang menarik bagi masyarakat umum dinilai dari sisi edukasi yang diberikan oleh pers. Masyarakat umum yang awalnya awam mengenai hukum mendapatkan hak-haknya untuk mengerti dan memahami apa yang terjadi melalui berita yang disajikan oleh pers.

Di lain sisi, pers memiliki kesempatan untuk memberikan supervisi bagi jalannya penegakan hukum di negara ini, tentunya dengan tetap mengindahkan nilai-nilai etis dari jurnalistik dan penegakan supremasi hukum. Masyarakat umum bebas memilih berita yang disajikan oleh berbagai macam media massa, namun harus jeli dalam memilih berita apa yang akan diserap dan respons apa yang harus diberikan terkait berita tersebut.

Namun, sebagai penerima berita yang memiliki kapasitas untuk memahami berita tersebut dengan cara yang berbeda-beda, masyarakat umum cenderung tidak bisa objektif dalam memandang sebuah peristiwa hukum. Secara umum prasangka itu akan selalu ada.

Di sinilah pengadilan harus dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Proses hukum haruslah dijalankan sesuai dengan due process of law yang menaungi prinsip-prinsip peradilan yang jujur dan tidak memihak, atau yang sering disebut dengan istilah fair trial. Pengadilan adalah sarana satu-satunya dan terakhir dalam rangka menemukan kebenaran dan menegakkan keadilan.

Persidangan perkara pidana dugaan pembunuhan terhadap Mirna yang sedang berjalan saat ini sangat menarik perhatian publik, bahkan ruang sidang pun selalu penuh baik oleh hadirin sidang maupun jurnalis dari berbagai media massa. Masyarakat umum merasa menjadi bagian dari proses hukum dalam perkara ini. Padahal, berbagai macam prasangka, asumsi, dan penafsiran sebaiknya tidak terlalu diekspos oleh media karena persidangan yang masih berjalan saat ini.

Semua proses dalam persidangan seharusnya dijalankan dalam rangka memenuhi prinsip due process of law antara lain hearing, counsel, defense, evidence, dan imparsialitas serta fair trial. Majelis hakim harus memiliki keyakinan dalam menyatakan apakah perbuatan terdakwa terbukti atau tidak terbukti secara sah dan meyakinkan. Tidak boleh ada keraguan di dalamnya (beyond reasonable doubt) .

Jadi, perdebatan di luar persidangan saat ini tidaklah signifikan dan dapat dikatakan mengganggu proses menggali kebenaran dan menegakkan keadilan. Majelis hakim membutuhkan konsentrasi yang amat tinggi dalam menyusun putusan tanpa terpengaruh oleh pihak mana pun.

Tanggung jawab majelis hakim adalah kepada Tuhan, bukan kepada masyarakat. Karena itu, dalam putusannya selalu disebutkan: "Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". Dua belah pihak dan publik harus menghormati putusan majelis hakim. Jika ada keberatan dari putusan majelis hakim nanti, ada koridor hukum yang bisa dipergunakan, yaitu melalui upaya hukum banding dan kasasi, bukan melalui spekulasi dan komentar yang melecehkan apalagi menghina pengadilan.

Water Lippmann (1922) pernah berkata, "News and truth are not the same thing and must be clearly distinguished". Fungsi berita adalah untuk menginformasikan sebuah kejadian, namun adalah tugas lembaga peradilan untuk menggali kebenaran dan keadilan. Jangan sampai ada pengadilan di luar lembaga peradilan yang akhirnya menjurus pada contempt of court.

Di sini wibawa pengadilan dan hak asasi terdakwa yang menjadi taruhannya. Terdakwa juga memiliki hak untuk tidak diintimidasi dengan prasangka karena prinsip-prinsip fair trial menjamin hak terdakwa untuk berada di dalam perlindungan pengadilan yang adil dan tidak memihak. Ini bagian dari due process of law atau suatu proses peradilan yang adil.

Ke depan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) perlu merumuskan pedoman dan tata cara penyiaran sebuah persidangan. Hal ini diperlukan agar terdapat panduan yang jelas bagi para wartawan yang bekerja di lapangan sehingga tidak melewati batas-batas peliputan yang dapat mengingkari due process of law.

Begitu pula dengan Dewan Pers perlu menyusun panduan serupa sehingga peliputan berita yang dilakukan para wartawan tetap menjamin hak-hak terdakwa dan tidak memengaruhi independensi dan imparsialitas hakim. Peliputan berita hukum tidak seharusnya melenceng dari misi pemberitaan pers dan berisi fakta dan bukan kesimpulan atau pendapat yang tidak sesuai dengan tujuan jurnalis menyajikan fakta kepada masyarakat. Pers juga diharapkan tidak menyajikan berita yang bersifat spekulatif dan provokatif. Pers yang sehat sebagai salah satu pilar demokrasi sangat berperan untuk menentukan kemajuan atau kemunduran hukum dan rule of law di suatu negara, termasuk di Indonesia.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6072 seconds (0.1#10.140)