Rumah dan Pemimpin Amanah Rakyat

Kamis, 01 September 2016 - 10:15 WIB
Rumah dan Pemimpin Amanah Rakyat
Rumah dan Pemimpin Amanah Rakyat
A A A
Prijanto
Wakil Gubernur DKI Jakarta 2007-2012

SEGEROMBOLAN serigala bisa kalah dengan segerombolan domba karena segerombolan serigala dipimpin seekor domba, sedangkan gerombolan domba dipimpin seekor serigala.”

Kalimat bijak di atas menunjukkan betapa menentukannya sosok pemimpin dalam organisasi. Maju dan hancurnya negara dan bangsa karena pemimpinnya. Masyarakat keliru memilih pemimpin kehancuran akan terjadi. Karena itulah perlunya konsepsi yang memberikan pendidikan untuk mencerahkan masyarakat dalam memilih pemimpin.

Di dalam hiruk-pikuk pelaksanaan demokrasi pemilihan presiden dengan wakil presiden dan para kepala daerah dan bupati bersama wakilnya, suka tidak suka, percaya tidak percaya, hasil pilihan rakyat sebagian besar tidak memenuhi harapan rakyat. Amanah atau kepercayaan yang dititipkan rakyat telah disalahgunakan. Sikap perilaku dan tutur katanya bak memiliki kelainan jiwa.

Indikasi penyalahgunaan amanah rakyat tersebut dapat dilihat sejauh mana rasa aman dan keamanan serta kesejahteraan dirasakan rakyat. Di sisi lain, betapa banyak penyelenggara negara hasil pemilihan yang terjerat hukum. Kondisi ini akibat parpol tidak menyediakan kader secara benar, sistem dan aturan pemilihan sehingga rakyat salah pilih pemimpin.

Seharusnya rakyat memilih didasarkan pada aspek kejiwaan, karakter, kapasitas, kapabilitas, kredibilitas dan kepemimpinan, tetapi telah bergeser jauh dari norma. Saat ini memilih kandidat atau pemimpin cenderung atas dasar ”wani piro” pada tingkat elite atau sembako dan uang receh yang kental di tingkat kelas menengah ke bawah.

Pemimpin Amanah Rakyat
Mencermati situasi menjelang Pilkada DKI 2017, pada 18 Agustus 2016, sekitar 15 orang dari berbagai kalangan, melakukan rapat lanjutan ketiga di salah satu rumah makan di daerah Kramat Raya, memutuskan berdirinya Rumah Amanah Rakyat. Keputusan tersebut merupakan rapat lanjutan di Balimuda Center Mampang.

Maksud dan tujuan didirikannya Rumah Amanah Rakyat adalah untuk mencerahkan masyarakat memilih pemimpin agar rakyat tidak salah pilih pemimpin. Pemimpin harapan rakyat tentu pemimpin yang memiliki ketaatan atas titipan pemberian kepercayaan dari rakyat untuk memimpin. Pemimpin ini bisa kita sebut sebagai ”pemimpin amanah rakyat”.

Berdasarkan kajian dan wawancara, sosok pemimpin amanah rakyat, yang diimpikan rakyat Jakarta adalah sosok yang memiliki jiwa dan nafas Pancasilais, dengan melaksanakan kepemimpinan secara jujur, bersih, tegas, cerdas dan beradab. Pada tataran moral, seorang pemimpin harus memiliki jiwa dan nafas yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sosok inilah yang disebut sosok Pancasilais, yaitu sosok yang dalam pikiran, sikap dan tindakan, sesuai dengan nilai-nilai yang termaktub dalam Pancasila.

Pertama, pikiran, sikap dan tindakannya mencerminkan sebagai sosok manusia yang beragama, baik dalam kehidupan diri dan keluarganya maupun kepada masyarakat. Kedua, pikiran, sikap dan tindakannya melekat nilai-nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Menjunjung tinggi kewajiban dan hak asasi manusia. Memanusiakan rakyat sebagai manusia.

Ketiga, pikiran, sikap dan tindakannya selalu mengedepankan persatuan dan kesatuan. Karena itulah tidak akan melakukan keberpihakan atau tebang pilih dalam semua aspek kehidupan. Keempat, pikiran, sikap dan tindakannya selalu dalam konteks kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan, bukan nilai-nilai liberalis dan kapitalis. Kelima, sikap, pikiran dan tindakannya selalu mengedepankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak berpikir sektarian pribadi, kelompok maupun golongan. Pemimpin yang selalu berorientasi demi kemakmuran rakyatnya.

Pada tataran operasional kepemimpinan yang diharapkan rakyat, harus mencerminkan kepemimpinan yang jujur, bersih, tegas, cerdas dan beradab. Pertama, jujur, satunya kata dan perbuatan, tidak pernah bohong. Dengan kejujuran, pemimpin selalu membela kebenaran dan keadilan. Kedua, bersih, tidak KKN dalam mengelola uang rakyat dan sesuai aturan, mandiri dan tidak terkooptasi. Ketiga, tegas, patuh dan pegang teguh pranata hukum, tidak tebang pilih, konsisten terhadap ucapan, perbuatan dan pikiran. Keempat, cerdas, mampu mewujudkan rasa aman, keamanan dan kesejahteraan rakyat. Kelima, beradab, sifat, sikap, perbuatan dan tutur katanya memanusiakan rakyat sebagai manusia.


Pemimpin Zalim

Di samping ada pemimpin amanah rakyat, ada pemimpin yang sangat tidak disukai oleh rakyat, yaitu pemimpin zalim. Orang yang zalim jelas tidak akan dapat kepercayaan masyarakat. Perilaku zalim sangat jauh dengan nilai-nilai Pancasila dan norma sosial.

Seorang yang disebut pemimpin itu hakikatnya memiliki tugas mulia untuk berbuat agar rakyatnya memiliki rasa aman, dan terwujudnya keamanan serta kesejahteraan. Hal itu bisa dicapai jika si pemimpin meletakkan sesuatu atau perkara sesuai dengan aturan atau tempatnya.

Dengan demikian, lawan dari pemimpin yang meletakkan sesuatu atau perkara tidak sesuai aturan atau tidak pada tempatnya, disebut pemimpin zalim. Sebutan orang-orang zalim ada di dalam Alquran sehingga ketika seseorang mengucapkan zalim, konotasinya lalu ke Islam. Padahal zalim itu bersifat umum (maaf saya tidak tahu persis, tetapi di agama lain pun saya yakin juga ada).

Sesungguhnya penggunaan kata zalim sudah umum, bukan hanya di Islam saja. Zalim melambangkan sifat kejam, bengis tidak berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan atau sengsara. Orang yang melakukan kemungkaran, penganiayaan, memusnahkan harta benda dan bertindak tidak adil, juga disebut zalim.

Sikap dan tindakan zalim pada dasarnya merupakan sifat yang keji dan hina. Sifat yang bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal dan budi untuk membuat kebajikan. Menjadi tidak pas jika sifat, sikap dan tindakan zalim dilakukan seorang pemimpin. Jika terjadi, itulah pemimpin zalim.

Pemimpin Psikopat
Di samping persyaratan moral dan kepemimpinan, diperlukan satu persyaratan yang sangat penting yaitu kesehatan jiwa. Pemimpin tidak boleh memiliki kelainan kejiwaan. Kelainan kejiwaan yang sering kita jumpai adalah watak psikopat. Perilaku keseharian pemimpin bisa diamati dan dinilai, adakah si pemimpin sehat jiwanya.

Dari beberapa tulisan, dapat dijelaskan psikopat tak sama dengan gila, karena seorang psikopat sadar sepenuhnya atas perbuatannya. Namun demikian, pengidapnya sering disebut orang gila tanpa gangguan mental. Psikopat pandai berpura-pura. Tindakan yang dilakukan cenderung dapat merugikan orang lain. Psikopat sering didefinisikan sebagai gangguan kepribadian.

Watak psikopat lainnya tiadanya rasa menyesal jika sudah melakukan kesalahan. Tindakannya cenderung bermusuhan, mudah marah, menyerang orang lain, tidak mengikuti aturan bahkan sering protes. Gejala lain, egoisme yang tinggi, berulang kali melanggar hak orang lain, mengintimidasi, tidak jujur dan kerap salah mengartikan kejadian sekitarnya.

Robert D Hare, ahli psikopati dunia, telah membuat penelitian psikopat sekitar 25 tahun. Robert berpendapat seorang psikopat selalu membuat ”kamuflase” yang rumit, memutar balik fakta, menebar fitnah dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan keuntungan pribadi.

Umumnya, seorang pemimpin tidak bisa serta-merta disebut sebagai psikopat, jika belum dilakukan uji klinis. Pemeriksaan kesehatan jiwa bagi seorang pemimpin harus dilakukan. Dalam kehidupan tentara, hasil psikotes sangatlah menentukan, dan ditempatkan pada prioritas pertama.
Apabila pemimpin mengidap gangguan kepribadian sebagi psikopat atau kita sebut sebagai pemimpin psikopat, dengan beraneka ragam indikasi yang disebutkan di depan, tentu tidak layak disebut sebagai pemimpin. Perilaku psikopat bukan perilaku seorang pemimpin yang diharapkan secara universal.

Memilih Pemimpin
Pemimpin sangatlah menentukan. Sebagai upaya mencegah hancurnya negara dan bangsa karena salah pilih pemimpin, perlu pencerahan kepada masyarakat dalam memilih pemimpin. Masyarakat harus diberikan pencerahan memilih pemimpin berkualitas. Bukan memilih atas dasar pemberian sembako dan uang receh. Budaya semacam ini harus dihilangkan.

Parpol sebagai wadah yang melahirkan kader harus melakukan seleksi internal untuk memilih kadernya. Seleksi meliputi aspek moral, aspek kepemimpinan dan aspek kesehatan jiwa. Khusus kesehatan jiwa, hendaknya jauh sebelum didaftarkan di KPU/KPUD.

Seleksi internal parpol sangatlah perlu sebelum didorong ke KPU/KPUD untuk diikutkan dalam pemilihan. Parpol harus menghilangkan budaya transaksional wani piro untuk seseorang bisa diusung. Rumah Amanah Rakyat di Jalan Cut Nyak Dien No 5 Jakpus, hanya merupakan salah satu alternatif dari sekian banyak cara untuk bangsa Indonesia mendapatkan pemimpin amanat rakyat. Insya Allah.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6295 seconds (0.1#10.140)