Pemda Persoalkan Anggaran

Kamis, 01 September 2016 - 09:43 WIB
Pemda Persoalkan Anggaran
Pemda Persoalkan Anggaran
A A A
Dukungan dan kritikan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dari Komisi XI DPR mewarnai rapat kerja (raker) membahas seputar pemangkasan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Salah satu titik pemotongan anggaran yang mendapat sorotan tajam dari para wakil rakyat adalah pemangkasan tunjangan profesi guru. Pemerintah beralasan pemotongan dana tunjangan profesi guru dikarenakan jumlah guru yang berhak memperoleh tunjangan mengecil dari 1.300.758 orang menjadi 1.221.947 orang.

Mendengar alasan pemerintah soal pemangkasan tunjangan profesi guru yang mencapai sebesar Rp23,4 triliun itu, anggota Komisi XI DPR Evi Zainal Abidin langsung menyambar dengan pernyataan menohok, ”Berarti selama ini pemerintah kecolongan dalam penganggaran,” tegasnya dalam raker di markas wakil rakyat, Senayan, Rabu 31 Agustus 2016.

Evi lalu meminta dilakukan audit khusus dana tunjangan profesi guru. Selain itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus transparan mengungkapkan jumlah guru yang besertifikasi dan berhak mendapat tunjangan.

Selain menyoroti soal pemangkasan tunjangan profesi guru, Komisi XI DPR juga mempersoalkan urusan hukum pemotongan anggaran APBN-P 2016. Pemerintah diminta membuat rancangan APBN-P baru sebelum memutuskan memotong anggaran yang mencapai sebesar Rp133 triliun. Pasalnya APBN-P 2016 sebuah produk undang-undang (UU) sehingga proses perubahannya harus sesuai mekanisme perundangan.

Namun Menkeu Sri Mulyani menilai permintaan DPR tidak perlu, sebab pemangkasan anggaran sudah memenuhi aspek hukum. Menkeu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengutip Pasal 26 dalam UU APBN 2016 yang intinya ”pemerintah diberi kemungkinan melakukan penyesuaian”. Pemerintah meyakini pemangkasan anggaran belanja tersebut tidak akan berpengaruh terhadap kemampuan APBN dalam memutar roda pertumbuhan perekonomian nasional. Alasannya, pemangkasan anggaran tersebut untuk belanja yang tidak prioritas.

Mengapa pemerintah harus memangkas anggaran belanja? Sebagaimana alasan resmi pemerintah yang selalu disampaikan Menkeu Sri Mulyani, penerimaan pajak diperkirakan lebih rendah dari target yang dipatok dalam APBN-P 2016. Kekhawatiran pemerintah memang sangat beralasan, sebab data terbaru yang dipublikasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum lama ini, realisasi penerimaan pajak hingga semester pertama 2016 baru mencapai sekitar 30% lebih dan diprediksi hingga tutup tahun realisasi pendapatan pajak hanya pada kisaran 87%. Artinya dibutuhkan dana segar untuk menutupi kekurangan pendapatan negara tersebut melalui langkah penghematan dan kebijakan pengampunan pajak.

Benarkah pemangkasan anggaran belanja ini tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi? Dari kacamata pemerintah jelas tidak akan berdampak secara signifikan setidaknya terlihat dari sikap optimistis pemerintah yang tetap mematok pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini pada level 5,2%. Namun reaksi sejumlah pemerintah daerah mulai muncul di permukaan. Pemangkasan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp68,8 triliun telah membuat pemerintah daerah (pemda) serbasalah.

Berbagai kesulitan yang kini harus dihadapi pemda sebagai buntut dari pemangkasan anggaran transfer itu. Di antaranya bagaimana menghadapi kontraktor yang sudah memenangkan tender proyek. Karena itu Sekjen Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Nurdin Abdullah berharap kearifan dari pemerintah pusat, jangan hanya memangkas anggaran, tetapi harus ada solusi yang tidak membuat pejabat di daerah kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Selain itu pihak Apkasi meminta pemerintah pusat memberikan jaminan hukum kepada kepala daerah jika ada efek hukum yang timbul akibat pemotongan anggaran tersebut. Nah , ini pekerjaan rumah baru lagi.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0905 seconds (0.1#10.140)