Kapal Asing Masih Eksis

Kamis, 04 Agustus 2016 - 10:58 WIB
Kapal Asing Masih Eksis
Kapal Asing Masih Eksis
A A A
Menandai 71 tahun perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana meneggelamkan sebanyak 71 kapal tepat pada 17 Agustus nanti. Kapal yang akan dikaramkan pada delapan lokasi adalah kapal pelaku illegal fishing.

Aksi penenggelaman kali ini bakal terlihat alami karena tidak menggunakan bahan peledak atau ditembak oleh kapal perang TNI Angkatan Laut. Pihak KKP dalam menenggelamkan kapal tersebut hanya membuka keran air yang akan menyebabkan kapal tenggelam dengan sendirinya.

Cara tersebut ditempuh dengan harapan bangkai kapal yang tenggelam itu menjadi rumpon tempat berkumpulnya ikan. Aksi pihak KKP menenggelamkan 71 kapal pada peringatan hari kemerdekaan RI tentu dimaksudkan bukan sekadar seremonial, tetapi mengingatkan kepada semua anak bangsa betapa pencurian ikan di wilayah Indonesia tidak bisa ditolerir lagi.

Data yang dibeberkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam keterangan pers, pada awal pekan ini, terungkap sebanyak 29 kapal asing pencuri ikan yang terjaring sepanjang Juli lalu.

Sebanyak 16 kapal ditangkap KKP dan Barhakam Polri menjaring enam kapal. Selebihnya tiga kapal ditangkap Bakamla dan empat kapal yang ditekuk patroli TNI Angkatan Laut. Kapal asing yang tertangkap tersebut melakukan berbagai pelanggaran, di antaranya menangkap ikan tanpa dokumen sah di wilayah Indonesia, memakai alat tangkap terlarang, dan aktivitas pemboman ikan.

Yang menarik dari 29 kapal asing yang terjaring itu sebanyak 23 kapal diamankan dari perairan Natuna. Hal ini perlu disikapi serius oleh pemerintah mengingat kepemilikan perairan Natuna belakangan ini ramai diklaim oleh negara lain. Mengapa perairan Natuna wajib mendapat perhatian serius?

Pasalnya, perairan yang kaya berbagai jenis ikan masuk dalam nine dash line atau sembilan garis batas di Laut China Selatan yang diklaim sebagai wilayah dari Negeri Tirai Bambu.

Pelaku illegal fishing di Indonesia tak ada matinya meski pemerintah sudah bertindak tegas dengan menenggelamkan kapal dan menjatuhi hukuman penjara kepada awak kapal yang terbukti bersalah. Buktinya para pelaku tersebut menempuh berbagai cara agar tetap bisa leluasa menangkap ikan di perairan Indonesia.

Buktinya, pada saat Menteri Susi Pudjiastuti menggelar inspeksi mendadak (sidak) di Pelabuhan Tanjung Benoa, Bali, Selasa lalu menemukan sejumlah keganjilan terutama kepada kapal­-kapal eks asing yang memalsukan data untuk bisa masuk ke Indonesia seolah­-olah resmi.

Salah satu hasil sidak menteri kelahiran Pangandaran, Jawa Barat itu, penemuan kapal dengan dokumen palsu yang terkait pada ukuran kapal, misalnya dalam dokumen tertulis ukuran kapal 29 GT padahal sejatinya berukuran 50 GT.

Selain itu, sebuah kapal bernama Fransisca 8 menurut versi pemilik berukuran 149 GT, namun Susi tak percaya begitu saja omongan sang pemilik bahkan dia menilai kapal itu berukuran sekitar 230 GT. Mengapa pemalsuan dokumen data ukuran kapal menjadi modus yang ramai dimainkan para pelaku illegal fishing?

Jawabnya sederhana yakni ukuran kapal adalah celah menyiasati aturan yang ada. Pemerintah telah mengatur perizinan kapal berukuran di bawah 30 GT tidak perlu melalui pemerintah pusat, izin cukup diurus lewat pemerintah provinsi.

Selain kemudahan perizinan kapal ukuran tersebut bisa mendapatkan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Fasilitas lain yang bisa dinikmati adalah penyetoran pajak hasil perikanan (PHP) kepada pemerintah lebih rendah. Semuanya itu menjadi daya tarik tersendiri untuk memalsukan dokumen padahal tindakan tersebut masuk dalam kategori pelanggaran pidana.

Sebagai tindak lanjut, Menteri Susi meminta kepada pihak kepolisian dan satuan tugas (Satgas) 115 menyelidiki lebih jauh pelanggaran pidana tersebut. Kita berharap yang diusut bukan hanya pemilik kapal tetapi harus melacak semua pihak terkait.

Sebab tidak mungkin dokumen yang menyangkut data kapal asli tapi palsu itu lolos pada lembaga atau instansi pemberi izin dalam hal ini pemerintah tingkat provinsi. Hasil sidak Menteri Susi yang memergoki berbagai pelanggaran membuktikan bahwa pengawasan dari otoritas perikanan di daerah belum berjalan maksimal bahkan ditengarai masih banyak oknum yang bermain di balik pemberian izin kapal ikan asing.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9616 seconds (0.1#10.140)