Jurus Baru Lima Menteri
A
A
A
SALAH satu masalah krusial yang dihadapi pemerintah saat ini adalah kenaikan harga pangan. Sebenarnya ini bukan masalah baru, tetapi sudah menjadi agenda rutin yang selalu terulang setiap tahun menjelang puasa dan Hari Raya Lebaran.
Yang aneh, cara-cara penanganan masalahnya juga tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Misalnya proposal penanganan pengendalian harga pangan yang sudah dibuat para pendahulu yang kemudian di-copy paste .
Agar kelihatan lebih up to date, proposal lama itu pun diedit sedikit untuk disesuaikan dengan waktu kekinian serta ditambah uraian beberapa poin baru yang ditonjolkan untuk membuat beda dengan yang lama.
Melihat situasi harga pangan yang makin tidak terkendali, terutama harga daging sapi dan bawang merah, Presiden Joko Widodo mencoba melakukan langkah yang agak berbeda.
Sejumlah kementerian diminta melakukan gebrakan bersama untuk membedah simpul-simpul di lapangan yang membuat harga-harga kebutuhan pokok melangit tak terkendali pada waktu-waktu tertentu.
Kolaborasi lima kementerian, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perindustrian, sepakat akan memotong rantai pasok distribusi pangan di lapangan yang selama ini dikuasai dan dikendalikan pihak-pihak yang ingin mengambil untung besar (mekanisme pasar bebas) di tengah penderitaan petani, peternak maupun masyarakat konsumen.
Selama ini harga pangan benar-benar murni ditentukan pasar. Karena itu begitu mudahnya pihak-pihak yang memiliki kekuatan modal dan jaringan distribusi yang kuat memengaruhi harga pangan.
Petani, peternak, serta pedagang kecil menengah pun tidak bisa menikmati saat harga pangan melambung. Karena harga pembelian dari petani dan peternak jika naik pun tidak signifikan besarannya. Jauh dari margin yang terjadi di pasar.
Jadi ada pemain besar di balik mekanisme pasar yang tidak tersentuh oleh regulasi pemerintah yang mampu menaik-turunkan harga kebutuhan pokok sesuai dengan keinginannya.
Fenomena seperti daging sapi dan bawang merah yang sedang ramai juga dialami petani tebu. Sudah menjadi kebiasaan menjelang panen, pasar akan dibanjiri gula impor yang akan menekan harga jual tebu ke pabrik-pabrik.
Akhirnya tidak sedikit petani tebu yang rugi dengan harga jual yang tidak seberapa. Sementara kebutuhan hidup petani juga terus meningkat. Inilah mengapa petani dan peternak kecil di Indonesia kurang sejahtera.
Mereka hanya bisa bertahan hidup dengan standar pas-pasan. Itulah mengapa sedikit sekali anak muda yang mau menjadi petani di negeri agraris ini. Di pihak lain, Bulog yang menjadi andalan pemerintah untuk mampu mengimbangi dan memengaruhi mekanisme pasar juga terlihat keteteran menghadapi persaingan.
Sering kali harga beli beras atau bahan pokok lainnya yang ditetapkan Bulog jauh di bawah standar harga dari pedagang lainnya. Ini juga perlu dievaluasi mengapa lembaga yang diharapkan mampu mengendalikan harga kebutuhan pokok ini juga belum optimal kinerjanya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman yakin gebrakan lima kementerian ini adalah proposal baru yang belum pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya. Terobosan yang akan mengandalkan suplai pangan dari feedlot langsung ke 20.000 koperasi UKM di wilayah Jabodetabek akan mampu mewujudkan stabilitas harga pangan seperti diinginkan Presiden Jokowi.
Selain pemangkasan jalur distribusi, pemerintah juga masih mengandalkan jurus lama, yaitu operasi pasar besar-besaran untuk minyak goreng, daging sapi maupun daging ayam yang harganya juga mulai melonjak. Jurus lain sebelumnya juga sudah dilakukan, yaitu impor daging sapi dan bawang merah dari luar negeri. Ini jurus yang lebih klasik lagi.
Kita menyambut baik terobosan baru dari lima kementerian dalam menjamin stabilitas harga pangan. Namun kita patut mencatat beberapa hal yang harus juga dipertimbangkan, yaitu sejauh mana ketahanan dari jurus baru ini menghadapi kuatnya mekanisme pasar. Itu pertama.
Yang kedua, sejauh mana instrumen-instrumen pendukung bisa membuat terobosan ini sukses. Bukan hanya jadi proposal baru cita rasa lama. Kita tunggu.
Yang aneh, cara-cara penanganan masalahnya juga tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Misalnya proposal penanganan pengendalian harga pangan yang sudah dibuat para pendahulu yang kemudian di-copy paste .
Agar kelihatan lebih up to date, proposal lama itu pun diedit sedikit untuk disesuaikan dengan waktu kekinian serta ditambah uraian beberapa poin baru yang ditonjolkan untuk membuat beda dengan yang lama.
Melihat situasi harga pangan yang makin tidak terkendali, terutama harga daging sapi dan bawang merah, Presiden Joko Widodo mencoba melakukan langkah yang agak berbeda.
Sejumlah kementerian diminta melakukan gebrakan bersama untuk membedah simpul-simpul di lapangan yang membuat harga-harga kebutuhan pokok melangit tak terkendali pada waktu-waktu tertentu.
Kolaborasi lima kementerian, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perindustrian, sepakat akan memotong rantai pasok distribusi pangan di lapangan yang selama ini dikuasai dan dikendalikan pihak-pihak yang ingin mengambil untung besar (mekanisme pasar bebas) di tengah penderitaan petani, peternak maupun masyarakat konsumen.
Selama ini harga pangan benar-benar murni ditentukan pasar. Karena itu begitu mudahnya pihak-pihak yang memiliki kekuatan modal dan jaringan distribusi yang kuat memengaruhi harga pangan.
Petani, peternak, serta pedagang kecil menengah pun tidak bisa menikmati saat harga pangan melambung. Karena harga pembelian dari petani dan peternak jika naik pun tidak signifikan besarannya. Jauh dari margin yang terjadi di pasar.
Jadi ada pemain besar di balik mekanisme pasar yang tidak tersentuh oleh regulasi pemerintah yang mampu menaik-turunkan harga kebutuhan pokok sesuai dengan keinginannya.
Fenomena seperti daging sapi dan bawang merah yang sedang ramai juga dialami petani tebu. Sudah menjadi kebiasaan menjelang panen, pasar akan dibanjiri gula impor yang akan menekan harga jual tebu ke pabrik-pabrik.
Akhirnya tidak sedikit petani tebu yang rugi dengan harga jual yang tidak seberapa. Sementara kebutuhan hidup petani juga terus meningkat. Inilah mengapa petani dan peternak kecil di Indonesia kurang sejahtera.
Mereka hanya bisa bertahan hidup dengan standar pas-pasan. Itulah mengapa sedikit sekali anak muda yang mau menjadi petani di negeri agraris ini. Di pihak lain, Bulog yang menjadi andalan pemerintah untuk mampu mengimbangi dan memengaruhi mekanisme pasar juga terlihat keteteran menghadapi persaingan.
Sering kali harga beli beras atau bahan pokok lainnya yang ditetapkan Bulog jauh di bawah standar harga dari pedagang lainnya. Ini juga perlu dievaluasi mengapa lembaga yang diharapkan mampu mengendalikan harga kebutuhan pokok ini juga belum optimal kinerjanya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman yakin gebrakan lima kementerian ini adalah proposal baru yang belum pernah dilakukan pemerintahan sebelumnya. Terobosan yang akan mengandalkan suplai pangan dari feedlot langsung ke 20.000 koperasi UKM di wilayah Jabodetabek akan mampu mewujudkan stabilitas harga pangan seperti diinginkan Presiden Jokowi.
Selain pemangkasan jalur distribusi, pemerintah juga masih mengandalkan jurus lama, yaitu operasi pasar besar-besaran untuk minyak goreng, daging sapi maupun daging ayam yang harganya juga mulai melonjak. Jurus lain sebelumnya juga sudah dilakukan, yaitu impor daging sapi dan bawang merah dari luar negeri. Ini jurus yang lebih klasik lagi.
Kita menyambut baik terobosan baru dari lima kementerian dalam menjamin stabilitas harga pangan. Namun kita patut mencatat beberapa hal yang harus juga dipertimbangkan, yaitu sejauh mana ketahanan dari jurus baru ini menghadapi kuatnya mekanisme pasar. Itu pertama.
Yang kedua, sejauh mana instrumen-instrumen pendukung bisa membuat terobosan ini sukses. Bukan hanya jadi proposal baru cita rasa lama. Kita tunggu.
(dam)