Prediksi Ekonomi Optimistis
A
A
A
PERTUMBUHAN ekonomi Indonesia diprediksi pada kisaran 4,9% hingga 5,4% pada tahun ini. Proyeksi pertumbuhan tersebut dirilis oleh tiga lembaga yang berbeda yakni Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund /IMF), Bank Dunia (World Bank), dan Bank Indonesia (BI).
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 4,9% pada 2016. Perkiraan itu lebih tinggi 0,2% dari pencapaian tahun lalu, namun lebih rendah 0,1% dibandingkan pada 2014 yang mencapai sekitar 5%.
Sedangkan Bank Dunia melakukan koreksi atas prediksi pertumbuhan yang sudah diumumkan akhir tahun lalu. Bank Dunia memberi angka sekitar 5,1% atau direvisi turun 0,2% dari proyeksi sebelumnya. Sementara proyeksi BI telah dikoreksi naik dari 5,3% menjadi 5,4%.
Proyeksi itu telah memberi angin segar terhadap dunia usaha. Walau prediksi tiga lembaga yang sangat kredibel tersebut menunjukkan peningkatan dibanding pertumbuhan ekonomi tahun lalu, ketiganya sepakat mengingatkan pemerintah agar tetap melangkah superhati-hati karena pertumbuhan ekonomi global belum sepenuhnya mengembuskan angin segar sebagaimana yang diharapkan.
Kondisi perekonomian dua negara besar yang mengendalikan perekonomian global yakni China dan Amerika Serikat (AS) masih lesu. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu sedang berjuang bagaimana mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang terus merosot belakangan ini.
Sedangkan perekonomian AS masih berfluktuatif dan membuat bank sentral negara tersebut terlihat gamang dalam pengambilan kebijakan. Setidaknya tercermin dari rencana kenaikan suku bunga The Fed yang masih tarik ulur dan berdampak langsung pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Setelah perekonomian Indonesia mengalami perlambatan selama beberapa tahun, sebagaimana publikasi terbaru IMF bahwa pertumbuhan ekonomi akan terakselerasi tahun ini. Hal itu dipicu oleh belanja investasi pemerintah yang semakin lancar dan lahirnya sentimen positif berkaitan dengan reformasi birokrasi yang terkait dengan penyederhanaan dan pemangkasan waktu untuk memperoleh izin usaha.
Sementara itu, BI menyatakan rentang pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5,2% hingga 5,6%, namun bank sentral mengambil angka moderat pada level 5,4%. Proyeksi BI sejalan dengan analisis IMF terkait belanja investasi.
Gubernur BI Agus Martowardojo meyakini belanja investasi pemerintah dan swasta tahun ini akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Namun, pihak bank sentral mewanti-wanti pemerintah untuk memperhatikan kinerja ekspor dan impor yang masih terjadi kontraksi.
Yang menarik dicermati adalah koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia. Meski prediksinya masih di atas 5%, itu mengundang kekhawatiran sebab dalam publikasi Bank Dunia diselipkan beberapa catatan bahwa faktor yang bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi selain datang dari luar juga pengaruh dari domestik yang masih banyak misalnya persoalan harga pangan.
Bank Dunia mencontohkan harga komoditas dan permintaan impor dunia masih rendah. Akibat itu, pendapatan ekspor tidak maksimal untuk membesarkan isi pundi-pundi keuangan negara. Di sisi lain, pihak Bank Dunia mengakui pemerintah telah menerbitkan sejumlah kebijakan jangka pendek, namun pengaruhnya belum besar dalam mengimbangi penurunan pendapatan dari perdagangan komoditas yang harganya sedang anjlok.
Lebih spesifik lagi, dalam laporan yang bertajuk Indonesia Economic Quarterly Edisi Maret 2016, World Bank menyoroti persoalan logistik di Indonesia yang masih mahal. Biaya logistik di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara di kawasan ASEAN.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya pemanfaatan aset-aset logistik. Bank Dunia menyarankan pemerintah mereformasi sektor logistik terkait pengembangan daerah terpencil sekaligus bertujuan mendiversifikasi ekonomi. Selain itu, Bank Dunia juga mengingatkan bahwa persoalan kesenjangan dan ketimpangan di Indonesia makin melebar sehingga perlu penanganan secepatnya.
Masalah kesenjangan dan ketimpangan dapat membuat pertumbuhan ekonomi jangka panjang terganggu. Jadi, pemerintah tetap harus hati-hati meniti tahun ini meski tiga lembaga tepercaya memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam level positif dibandingkan tahun sebelumnya.
IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 4,9% pada 2016. Perkiraan itu lebih tinggi 0,2% dari pencapaian tahun lalu, namun lebih rendah 0,1% dibandingkan pada 2014 yang mencapai sekitar 5%.
Sedangkan Bank Dunia melakukan koreksi atas prediksi pertumbuhan yang sudah diumumkan akhir tahun lalu. Bank Dunia memberi angka sekitar 5,1% atau direvisi turun 0,2% dari proyeksi sebelumnya. Sementara proyeksi BI telah dikoreksi naik dari 5,3% menjadi 5,4%.
Proyeksi itu telah memberi angin segar terhadap dunia usaha. Walau prediksi tiga lembaga yang sangat kredibel tersebut menunjukkan peningkatan dibanding pertumbuhan ekonomi tahun lalu, ketiganya sepakat mengingatkan pemerintah agar tetap melangkah superhati-hati karena pertumbuhan ekonomi global belum sepenuhnya mengembuskan angin segar sebagaimana yang diharapkan.
Kondisi perekonomian dua negara besar yang mengendalikan perekonomian global yakni China dan Amerika Serikat (AS) masih lesu. Pemerintah Negeri Tirai Bambu itu sedang berjuang bagaimana mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang terus merosot belakangan ini.
Sedangkan perekonomian AS masih berfluktuatif dan membuat bank sentral negara tersebut terlihat gamang dalam pengambilan kebijakan. Setidaknya tercermin dari rencana kenaikan suku bunga The Fed yang masih tarik ulur dan berdampak langsung pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Setelah perekonomian Indonesia mengalami perlambatan selama beberapa tahun, sebagaimana publikasi terbaru IMF bahwa pertumbuhan ekonomi akan terakselerasi tahun ini. Hal itu dipicu oleh belanja investasi pemerintah yang semakin lancar dan lahirnya sentimen positif berkaitan dengan reformasi birokrasi yang terkait dengan penyederhanaan dan pemangkasan waktu untuk memperoleh izin usaha.
Sementara itu, BI menyatakan rentang pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 5,2% hingga 5,6%, namun bank sentral mengambil angka moderat pada level 5,4%. Proyeksi BI sejalan dengan analisis IMF terkait belanja investasi.
Gubernur BI Agus Martowardojo meyakini belanja investasi pemerintah dan swasta tahun ini akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Namun, pihak bank sentral mewanti-wanti pemerintah untuk memperhatikan kinerja ekspor dan impor yang masih terjadi kontraksi.
Yang menarik dicermati adalah koreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Dunia. Meski prediksinya masih di atas 5%, itu mengundang kekhawatiran sebab dalam publikasi Bank Dunia diselipkan beberapa catatan bahwa faktor yang bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi selain datang dari luar juga pengaruh dari domestik yang masih banyak misalnya persoalan harga pangan.
Bank Dunia mencontohkan harga komoditas dan permintaan impor dunia masih rendah. Akibat itu, pendapatan ekspor tidak maksimal untuk membesarkan isi pundi-pundi keuangan negara. Di sisi lain, pihak Bank Dunia mengakui pemerintah telah menerbitkan sejumlah kebijakan jangka pendek, namun pengaruhnya belum besar dalam mengimbangi penurunan pendapatan dari perdagangan komoditas yang harganya sedang anjlok.
Lebih spesifik lagi, dalam laporan yang bertajuk Indonesia Economic Quarterly Edisi Maret 2016, World Bank menyoroti persoalan logistik di Indonesia yang masih mahal. Biaya logistik di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan sejumlah negara di kawasan ASEAN.
Salah satu penyebabnya adalah rendahnya pemanfaatan aset-aset logistik. Bank Dunia menyarankan pemerintah mereformasi sektor logistik terkait pengembangan daerah terpencil sekaligus bertujuan mendiversifikasi ekonomi. Selain itu, Bank Dunia juga mengingatkan bahwa persoalan kesenjangan dan ketimpangan di Indonesia makin melebar sehingga perlu penanganan secepatnya.
Masalah kesenjangan dan ketimpangan dapat membuat pertumbuhan ekonomi jangka panjang terganggu. Jadi, pemerintah tetap harus hati-hati meniti tahun ini meski tiga lembaga tepercaya memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam level positif dibandingkan tahun sebelumnya.
(kri)