Antisipasi PHK
A
A
A
KABAR pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang mewarnai pemberitaan media massa sejak pekan lalu seperti angin ribut yang spontan menyambar Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Pasalnya, kabar yang berembus tanpa ada prolog sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tiba-tiba melansir ribuan pekerja dua perusahaan elektronik yang sudah malang melintang beroperasi di Indonesia melakukan PHK. Langkah PHK yang kabarnya masih bersumber dari organisasi serikat pekerja itu segera diikuti industri lainnya dengan jumlah yang jauh lebih besar. KSPI menilai pemerintah telah kecolongan karena tidak memantau perkembangan industri secara serius sejak perekonomian Indonesia melambat. Pemerintah dianggap lebih banyak beretorika ketimbang bertindak dalam mengantisipasi munculnya PHK massal.
Tentu orang yang pertama harus tampil menanggapi kabar PHK massal itu tak lain adalah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri. Pembantu Presiden yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tidak menampik terjadinya PHK dari beberapa industri, terutama industri padat karya, tetapi masih dalam kategori wajar. Tindakan PHK sebagaimana ditegaskan Hanif Dhakiri terjadi karena beberapa faktor, di antaranya penggunaan teknologi canggih yang berdampak pada efisiensi tenaga kerja. Namun soal kabar PHK besarbesaran dibantahnya, sebab berdasarkan verifikasi yang dilakukan Kemenaker, tidak ada PHK massal. ”Pabrik tutup ada, pabrik yang buka juga banyak,” tegasnya menanggapi kabar yang diembuskan KSPI.
Rupanya, bola api yang dilambungkan Presiden KSPI Said Iqbal kini ditendang balik pemerintah. Menaker Hanif Dhakiri menuduh pihak penyebar berita PHK besar-besaran yang bisa mencapai 10.000 orang pada awal tahun ini adalah mengada-ada karena tidak memiliki data yang valid. Hanif lalu menantang kalau ada yang punya data tentang PHK massal untuk segera mengklarifikasi by name dan by address. Bahkan Menaker yang selalu terlihat tampil lincah mengklaim saat ini tersedia 184.000 lowongan pekerjaan baru dari 40 perusahaan. Sayangnya, pekerja yang tersedia masih kurang, hanya sekitar 21.000 orang. Meski demikian pihak Kemenaker tidak menutup informasi bahwa memang terjadi PHK, tetapi masih terdapat lowongan kerja yang lebih banyak.
Karena data yang dipublikasikan pihak KSPI dinilai tidak akurat, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani merespons keras dan meminta segera dikoreksi. Pasalnya, kalau kabar PHK besar-besaran itu tidak diluruskan, hal itu bakal berdampak langsung terhadap arus investasi yang sedang dirangsang sedemikian rupa dengan berbagai insentif, terutama penyederhanaan izin dan pengurangan pajak. Franky menyatakan semua perusahaan yang disebut-sebut akan melakukan PHK dalam waktu dekat sudah dikonfirmasi dan jawabannya kebalikan dari info yang dirilis KSPI. Franky balik menantang para serikat pekerja, kalau ada anggotanya yang terkena PHK, laporkan ke BKPM dan mereka akan dipekerjakan kembali sesuai dengan program BKPM.
Sebelumnya pihak KSPI melansir telah berlangsung PHK secara massal, diawali oleh pekerja industri elektronika, yakni Panasonic dan Toshiba, yang jumlahnya ribuan orang. Tidak hanya itu, efek domino PHK segera menyasar sejumlah industri lainnya. Namun Presiden KSPI Said Iqbal menyayangkan karena pemerintah cenderung diam saja. Sehubungan maraknya PHK, pihak KSPI menuding paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah tak lebih dari sebuah retorika dan konsep saja. Secara terperinci, KSPI mencatat total PHK mencapai lebih dari 8.000 orang sejak Januari 2016, Panasonic dan Toshiba 2.145 orang, Samoin yang merupakan perusahaan elektronik dari Korsel 1.166 orang, Starlink 452 orang, dan perusahaan di bidang perminyakan sekitar 5.000 orang.
Terlepas dari masalah akurat atau tidak akuratnya data PHK yang dipublikasi pihak KSPI atau bantahan pemerintah yang menegaskan bahwa tidak benar telah terjadi PHK massal, hal ini telah mengingatkan semua pihak untuk melakukan antisipasi atas timbulnya PHK besar-besaran. Di beberapa negara, PHK massal sudah terjadi, terutama pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perminyakan. Mereka melakukan PHK massal menyusul terus merosotnya harga minyak dunia. Pemerintah pun harus menyiapkan jaring pengaman sedini mungkin.
Tentu orang yang pertama harus tampil menanggapi kabar PHK massal itu tak lain adalah Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri. Pembantu Presiden yang berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tidak menampik terjadinya PHK dari beberapa industri, terutama industri padat karya, tetapi masih dalam kategori wajar. Tindakan PHK sebagaimana ditegaskan Hanif Dhakiri terjadi karena beberapa faktor, di antaranya penggunaan teknologi canggih yang berdampak pada efisiensi tenaga kerja. Namun soal kabar PHK besarbesaran dibantahnya, sebab berdasarkan verifikasi yang dilakukan Kemenaker, tidak ada PHK massal. ”Pabrik tutup ada, pabrik yang buka juga banyak,” tegasnya menanggapi kabar yang diembuskan KSPI.
Rupanya, bola api yang dilambungkan Presiden KSPI Said Iqbal kini ditendang balik pemerintah. Menaker Hanif Dhakiri menuduh pihak penyebar berita PHK besar-besaran yang bisa mencapai 10.000 orang pada awal tahun ini adalah mengada-ada karena tidak memiliki data yang valid. Hanif lalu menantang kalau ada yang punya data tentang PHK massal untuk segera mengklarifikasi by name dan by address. Bahkan Menaker yang selalu terlihat tampil lincah mengklaim saat ini tersedia 184.000 lowongan pekerjaan baru dari 40 perusahaan. Sayangnya, pekerja yang tersedia masih kurang, hanya sekitar 21.000 orang. Meski demikian pihak Kemenaker tidak menutup informasi bahwa memang terjadi PHK, tetapi masih terdapat lowongan kerja yang lebih banyak.
Karena data yang dipublikasikan pihak KSPI dinilai tidak akurat, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani merespons keras dan meminta segera dikoreksi. Pasalnya, kalau kabar PHK besar-besaran itu tidak diluruskan, hal itu bakal berdampak langsung terhadap arus investasi yang sedang dirangsang sedemikian rupa dengan berbagai insentif, terutama penyederhanaan izin dan pengurangan pajak. Franky menyatakan semua perusahaan yang disebut-sebut akan melakukan PHK dalam waktu dekat sudah dikonfirmasi dan jawabannya kebalikan dari info yang dirilis KSPI. Franky balik menantang para serikat pekerja, kalau ada anggotanya yang terkena PHK, laporkan ke BKPM dan mereka akan dipekerjakan kembali sesuai dengan program BKPM.
Sebelumnya pihak KSPI melansir telah berlangsung PHK secara massal, diawali oleh pekerja industri elektronika, yakni Panasonic dan Toshiba, yang jumlahnya ribuan orang. Tidak hanya itu, efek domino PHK segera menyasar sejumlah industri lainnya. Namun Presiden KSPI Said Iqbal menyayangkan karena pemerintah cenderung diam saja. Sehubungan maraknya PHK, pihak KSPI menuding paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah tak lebih dari sebuah retorika dan konsep saja. Secara terperinci, KSPI mencatat total PHK mencapai lebih dari 8.000 orang sejak Januari 2016, Panasonic dan Toshiba 2.145 orang, Samoin yang merupakan perusahaan elektronik dari Korsel 1.166 orang, Starlink 452 orang, dan perusahaan di bidang perminyakan sekitar 5.000 orang.
Terlepas dari masalah akurat atau tidak akuratnya data PHK yang dipublikasi pihak KSPI atau bantahan pemerintah yang menegaskan bahwa tidak benar telah terjadi PHK massal, hal ini telah mengingatkan semua pihak untuk melakukan antisipasi atas timbulnya PHK besar-besaran. Di beberapa negara, PHK massal sudah terjadi, terutama pada perusahaan yang bergerak dalam bidang perminyakan. Mereka melakukan PHK massal menyusul terus merosotnya harga minyak dunia. Pemerintah pun harus menyiapkan jaring pengaman sedini mungkin.
(hyk)