LPSK Bantu Tujuh Korban Teror Sarinah
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengabulkan permohonan tujuh korban teror bom Sarinah di MH Thamrin, Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016.
Mereka mendapatkan layanan dari LPSK, meliputi bantuan medis dan rehabilitasi psikologis.
Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani mengungkapkan, dari puluhan korban bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, hanya sembilan orang yang mengajukan permohonan bantuan ke LPSK.
Namun, dari sembilan orang, dua di antaranya mengundurkan diri. Dengan demikian, tersisa tujuh pemohon.
“Rapat Paripurna Pimpinan LPSK memutuskan menerima permohonan yang diajukan tujuh korban bom Thamrin,” ungkap Lies dalam siaran pers LPSK yang diterima Sindonews, Rabu 10 Februari 2016.
Menurut Lies, layanan yang diberikan berupa bantuan medis dan rehabilitasi psikologis.
Sebab, setelah mendapatkan pengobatan pascaaksi kekerasan terjadi, banyak rumah sakit yang kebingungan mengenai pihak yang menanggung biaya pengobatan korban.
Dari tujuh pemohon, kata Lies, semuanya diputuskan mendapatkan bantuan medis. Sedangkan satu orang di antaranya juga mendapatkan bantuan rehabilitasi psikologis.
Menurut dia, hak saksi dan/atau korban tindak pidana, termasuk aksi terorisme yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tidak semata-mata terkait bantuan medis dan rehabilitasi psikologis saja, melainkan ada pula bantuan rehabilitasi psikososial yang aspeknya lebih luas lagi.
Untuk itu, Lies mengatakan, sejatinya pemerintah daerah mengambil peran dalam pemenuhan aspek bantuan rehabilitasi psikososial terhadap para korban.
Dengan begitu, perhatian negara, dalam hal ini pemerintah terhadap saksi atau korban kejahatan, seperti aksi terorisme menjadi lebih maksimal. “Pemda juga dapat berperan dalam pemenuhan rehabilitasi psikososial bagi korban,” ujar dia.
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan, para korban yang mengajukan permohonan layanan ke LPSK, sebelumnya sudah mendapatkan pengobatan di sejumlah rumah sakit di Jakarta, seperti Rumah Sakit MMC dan Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Lili mengatakan, jumlah korban bom dan aksi kekerasan bersenjata di Jalan MH Thamrin pada awal Januari lalu mencapai puluhan orang. Namun, kata dia, tidak semua saksi dan korban mengajukan permohonan bantuan ke LPSK.
Menurut dia, LPSK hanya memproses permohonan yang masuk saja sesuaikewenangan yang diamanatkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagaimana telah disempurnakan melalui UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006.
PILIHAN:
Jokowi Kritik Gaya Bahasa Menteri Susi
Mereka mendapatkan layanan dari LPSK, meliputi bantuan medis dan rehabilitasi psikologis.
Wakil Ketua LPSK Lies Sulistiani mengungkapkan, dari puluhan korban bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta, hanya sembilan orang yang mengajukan permohonan bantuan ke LPSK.
Namun, dari sembilan orang, dua di antaranya mengundurkan diri. Dengan demikian, tersisa tujuh pemohon.
“Rapat Paripurna Pimpinan LPSK memutuskan menerima permohonan yang diajukan tujuh korban bom Thamrin,” ungkap Lies dalam siaran pers LPSK yang diterima Sindonews, Rabu 10 Februari 2016.
Menurut Lies, layanan yang diberikan berupa bantuan medis dan rehabilitasi psikologis.
Sebab, setelah mendapatkan pengobatan pascaaksi kekerasan terjadi, banyak rumah sakit yang kebingungan mengenai pihak yang menanggung biaya pengobatan korban.
Dari tujuh pemohon, kata Lies, semuanya diputuskan mendapatkan bantuan medis. Sedangkan satu orang di antaranya juga mendapatkan bantuan rehabilitasi psikologis.
Menurut dia, hak saksi dan/atau korban tindak pidana, termasuk aksi terorisme yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, tidak semata-mata terkait bantuan medis dan rehabilitasi psikologis saja, melainkan ada pula bantuan rehabilitasi psikososial yang aspeknya lebih luas lagi.
Untuk itu, Lies mengatakan, sejatinya pemerintah daerah mengambil peran dalam pemenuhan aspek bantuan rehabilitasi psikososial terhadap para korban.
Dengan begitu, perhatian negara, dalam hal ini pemerintah terhadap saksi atau korban kejahatan, seperti aksi terorisme menjadi lebih maksimal. “Pemda juga dapat berperan dalam pemenuhan rehabilitasi psikososial bagi korban,” ujar dia.
Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli Siregar menambahkan, para korban yang mengajukan permohonan layanan ke LPSK, sebelumnya sudah mendapatkan pengobatan di sejumlah rumah sakit di Jakarta, seperti Rumah Sakit MMC dan Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Lili mengatakan, jumlah korban bom dan aksi kekerasan bersenjata di Jalan MH Thamrin pada awal Januari lalu mencapai puluhan orang. Namun, kata dia, tidak semua saksi dan korban mengajukan permohonan bantuan ke LPSK.
Menurut dia, LPSK hanya memproses permohonan yang masuk saja sesuaikewenangan yang diamanatkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sebagaimana telah disempurnakan melalui UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006.
PILIHAN:
Jokowi Kritik Gaya Bahasa Menteri Susi
(dam)