Investasi Anak vs Kemiskinan

Kamis, 05 November 2015 - 07:25 WIB
Investasi Anak vs Kemiskinan
Investasi Anak vs Kemiskinan
A A A
Investasi orang tua terhadap anak adalah segala usaha, aktivitas, atau alokasi sumber daya keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas anak sehingga diharapkan akan menjadi individu yang produktif dan sejahtera saat dewasa. Investasi dalam perkembangan anak sejak usia dini merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi anak untuk berkembang secara optimal sesuai potensinya. Selain itu, investasi dalam perkembangan anak usia dini juga berkaitan dengan nilai sosial dan moral, serta ada sumbangan ekonomi kelak bila anak dewasa.

Investasi bagi pengembangan anak sejak usia dini diyakini memberikan manfaat besar bagi suatu bangsa, termasuk dalam pengurangan angka kemiskinan. Melalui layanan pendidikan anak usia dini (PAUD), akan dihasilkan generasi yang berkualitas sehingga warisan kemiskinan dari keluarga miskin dapat diputuskan.

Promosi pengurangan tingkat kemiskinan dan pembangunan yang berfokus pada anak mencuat dalam konferensi internasional keempat yang bertema “Perkembangan Anak dan Pengurangan Kemiskinan” yang digelar ARNEC (Asia-Pacific Regional Network Early Childhood) di Beijing 21 Oktober 2015. Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD akan melahirkan bangsa yang cerdas secara komplet, bukan sekadar cerdas intelektual.

PAUD harus menjadi titik sentral strategi pembangunan SDM yang sangat fundamental. Anak usia dini sedang berada dalam periode golden age, pertumbuhan dan perkembangannya sangat cepat, tetapi sekaligus dalam posisi rawan karena ancaman malnutrisi. Keberhasilan anak pada masa mendatang dicerminkan oleh upaya-upaya pendidikan yang diberikan orang tua dan lingkungannya pada masa usia dini.

Saat ini kompetensi sebagian besar guru PAUD masih belum memadai. Banyak di antara mereka tidak berasal dari latar belakang pendidikan PAUD dan belum memperoleh pelatihan yang berkaitan dengan konsep dan ilmu praktis tentang PAUD. Hanya sekitar 16% guru PAUD bergelar sarjana.

Pada 2016 jumlah anak usia 0-6 tahun diperkirakan 35,6 juta jiwa. Kebutuhan PAUD diperkirakan mencapai 550.000 dan kini jumlah PAUD baru mencapai sekitar 170.000. Kesenjangan ini harus diatasi baik oleh pemerintah ataupun usaha swadaya masyarakat agar anak-anak usia balita dapat memperoleh stimulasi untuk mendukung tumbuh-kembangnya.

Pada 2015 ini PT Nestle Indonesia sedang melakukan kegiatan pelatihan (training ) guru PAUD di 17-18 kota. Kegiatan yang bertajuk “Gerakan Senam Tanggap” mengupas materi tentang pentingnya gizi dan stimulasi bagi siswa PAUD. Ini wujud konkret peran swasta dalam membantu PAUD menyiapkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

Di dalam training ini guru-guru PAUD dibekali dengan modul materi gizi dan stimulasi, poster, dan latihan senam tanggap yang kemudian disosialisasikan kepada siswa PAUD dan orang tuanya. Kegiatan senam dipilih agar anak-anak bisa menyukai aktivitas fisik sehingga ancaman obesitas dapat ditekan.

Saat ini sudah banyak anak usia dini mulai dikenalkan dengan gadget oleh orang tuanya. Mungkin gadget bisa mengasah aspek kognitif anak, namun aspek lainnya terabaikan seperti aspek motorik atau sosial. Anak hanya sibuk dengan gadget-nya dan kurang bersosialisasi dan aktivitas fisik juga akan semakin jarang dilakukan.

Indonesia begitu lama mengabaikan PAUD, perhatian baru diberikan pascadeklarasi Dakkar pada 2000. Pemerintah melalui Depdiknas kemudian meresponsnya pada 2002. Dalam usianya yang kini baru menginjak 13 tahun sesungguhnya PAUD di Indonesia sudah relatif berkembang pesat dalam hal jumlah.

Pendidikan anak usia dini akan mengembangkan kecerdasan anak, karakter positif yang menonjol, didukung oleh kesehatan dan gizi yang optimal akan meningkatkan kemampuan seorang anak untuk menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Ini akan mendukung terbentuknya angkatan kerja yang berkualitas, bukan angkatan kerja minim keterampilan seperti yang kini dipunyai, para TKI yang bekerja di negeri jiran.

Melalui PAUD pendidikan karakter dapat ditekankan. Kejujuran, kedisiplinan, etos kerja keras, mau mengakui kelebihan orang lain, legawa menerima kekalahan adalah dagangan langka di republik ini. Bila tidak sejak dini anak-anak kita diperkenalkan dengan karakter positif, bangsa ini akan terus berkubang dengan karakter negatif (ketidakjujuran, hanya pandai mengkritik, malas antre, enggan mengakui kesalahan, dan lainnya).

PAUD hanyalah satu mata rantai untuk mewujudkan SDM yang bermutu. Telah disadari bahwa kualitas SDM yang rendah, meski suatu negara kaya akan sumber daya alam, akan menyebabkan perjalanan bangsa terus tergerus persoalan kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan.

Kemiskinan secara konvensional diartikan sebagai kondisi terbatasnya daya beli sehingga akses terhadap sandang, papan, dan pangan menjadi sangat terbatas. Dalam makna yang lebih luas, kemiskinan juga merujuk pada keterbatasan untuk berinteraksi secara sosial dengan lingkungannya.

Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UNs World Summit on Social Development menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak hanya menyangkut sandang, pangan, dan papan, tetapi juga akses terhadap pendidikan, fasilitas kesehatan, air bersih, dan informasi.

Ada dua jenis kemiskinan. Pertama, kemiskinan absolut yaitu apabila seseorang atau sekelompok masyarakat hidup di bawah nilai batas kemiskinan tertentu. Garis kemiskinan absolut berlaku lintas negara. Artinya, seseorang di mana pun dia tinggal, untuk mempertahankan kehidupannya dia memerlukan sejumlah kebutuhan dasar yang sama. Kemiskinan absolut seringkali digunakan sebagai pembanding kemajuan bangsa-bangsa di dunia, dan juga dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan program pengentasan kemiskinan.

Kedua, adalah kemiskinan relatif. Kemiskinan jenis ini hanya membandingkan posisi kesejahteraan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan masyarakat lain di lingkungannya. Misalnya, pegawai negeri secara relatif lebih makmur kehidupannya daripada para petani.

Kemiskinan merupakan resultant proses ekonomi, politik, dan sosial yang saling berinteraksi. Kelangkaan lapangan kerja atau pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mengunci masyarakat dalam kemiskinan material. Sebab itu, menyediakan kesempatan kerja, melalui pertumbuhan ekonomi makro dan mikro, akan menjadi salah satu exit strategy mengatasi kemiskinan.

Dunia yang kurang adil telah menyebabkan kemiskinan semakin sulit teratasi. Kemiskinan menjadi persoalan dunia, bukan hanya persoalan bangsa Indonesia. Dari 6 miliar penduduk bumi, 2,8 miliar di antaranya hanya berpenghasilan kurang dari 2 dolar sehari. Sekitar 1,2 miliar hidup dengan pendapatan kurang dari 1 dolar per hari. Kalau di negara kaya, hanya 1 dari 100 balita yang tidak dapat melangsungkan hidupnya. Di negara miskin, 20 anak dari 100 balita mati sebelum menginjak usia lima tahun. Mewujudkan pendidikan anak sejak usia dini hingga mereka mampu mandiri kelak harus menjadi kebutuhan karena melalui pendidikanlah mata rantai kemiskinan akan dapat diputuskan.

ALI KHOMSAN

Ketua Program Studi S-3 Ilmu Gizi IPB
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6392 seconds (0.1#10.140)