Angka PHK Melonjak
A
A
A
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin sulit dibendung. Total pekerja yang kehilangan pekerjaan telah mencapai 43.085 orang per September 2015.Angka tersebut melonjak sekitar 62% dari 26.506 orang korban PHK per Agustus 2015. Empat sektor penyumbang terbesar PHK yang meliputi garmen, industri sepatu, elektronik, dan batu bara. Demikian data PHK yang dipublikasikan secara resmi Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).Pemerintah memang tidak menutup mata dengan mengeluarkan kebijakan untuk menahan laju pelemahan perekonomian, namun kebijakan yang bertajuk Paket September I belum bisa menahan gelombang PHK. Kini disusul paket kebijakan baru yang lebih sederhana dan fokus pada penguatan perekonomian nasional atau Paket September II yang diluncurkan awal pekan ini.Angka PHK yang terus menggelembung diakui Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri sebagai dampak pelemahan ekonomi yang menghantam sektor padat karya dan komoditas seperti batu bara. Para pengusaha melakukan PHK dengan alasan seragam yakni pengaruh bahan baku impor yang mahal karena dibeli dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menekan rupiah, dan harga sejumlah komoditas terutama batu bara yang menjadi andalan ekspor Indonesia semakin jatuh.Akibatnya, sejumlah perusahaan padat karya seperti garmen, industri sepatu, dan elektronik mengurangi target produksi dan berimplikasi langsung pada PHK. Sejumlah pemerintah daerah telah melaporkan angka PHK ke Kemenaker di antaranya DKI Jakarta 1.546 orang, Banten 7.294 orang, Jawa Barat 7.779 orang, Jawa Tengah 3.370 orang, Jawa Timur 5.630 orang, dan Kalimantan Timur 10.721 orang.Sementara itu, pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) telah mendekati angka 724.000 orang hingga 28 September 2015. Angka tersebut dipaparkan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang dikutip dari data BPJS Ketenagakerjaan. Untuk periode 1 hingga 28 September 2015 angka pencairan JHT mencapai 210.000 orang dan 27.000 di antaranya masuk dalam kategori korban PHK dan lainnya tercatat mengundurkan diri dari perusahaan tempat bekerja.Dalam situasi perekonomian yang melambat, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution bersikap pasrah bahwa PHK tak bisa dihindari. ”Memang ekonomi melambat itu pasti, dan dampaknya ada PHK itu tidak terhindarkan,” kata mantan gubernur bank sentral itu sehari sebelum pengumuman kebijaksanaan ekonomi paket kedua.Semula kebijakan Paket September I diharapkan memberikan angin segar terhadap dunia usaha untuk jangka pendek. Namun, faktanya sejumlah kemudahan dan penyederhanaan aturan untuk memutar roda perekonomian belum berjalan sebagaimana diharapkan.Kalangan dunia usaha secara gamblang menilai Paket September I sasarannya jangka menengah jadi memang sulit diharapkan untuk segera dirasakan manfaatnya, apalagi kebijakan itu sendiri belum berjalan secara efektif. Secara jujur, Darmin Nasution mengakui kebijakan ekonomi Paket September I yang diterbitkan pemerintah terlalu banyak sehingga tidak fokus.Di atas kertas Paket September I yang menekankan pada investasi, ekspor, properti, dan berbagai penyederhanaan aturan mengundang optimisme. Namun, ada yang terlupakan bahwa sektor tersebut memerlukan investasi baru sehingga membutuhkan waktu. Sementara arus PHK terus merambat menerjang sektor padat karya. Bagaimana dengan kebijakan ekonomi Paket September II?Pemerintah rupanya belajar dari kedodoran Paket September I yang diakui tidak fokus karena terlalu banyak masalah yang segera diselesaikan dalam waktu singkat. Selain itu, pemerintah menyatakan kelambatan Paket September I merespons perlambatan ekonomi juga tidak terlepas banyaknya aturan yang berubah, sementara sejumlah instansi pemerintah belum sepenuhnya memahami perubahan aturan tersebut.Pada Paket September II pemerintah menetapkan target tujuan lebih ringkas dan langsung menyasar persoalan substansi seperti menyangkut masalah perizinan yang sangat tidak bersahabat dengan investor. Kini ujian pertama yang harus dilalui Paket September II untuk jangka pendek, mampukah menahan gelombang PHK yang angkanya terus meroket?
(bhr)