Mengaktualisasikan Makna Beragama

Selasa, 29 September 2015 - 13:27 WIB
Mengaktualisasikan Makna Beragama
Mengaktualisasikan Makna Beragama
A A A
Israel lagi-lagi untuk kesekian kali melakukan tindakan yang menggeramkan. Mereka, tentu saja melalui sekawanan militernya, melakukan penyerangan untuk kesekian kalinya ke Palestina.Targetnya, tentu saja Masjidilaqsha, kiblat pertama umat Islam dan simbol kota suci dua agama, Islam dan Kristen. Penyerangan semacam ini sesungguhnya bukan yang pertama kali. Kita ingat pada 1969 seorang Yahudi bernama Denis Michael Rohan mencoba membakar Masjidilaqsha. Kala itu sejumlah bangunan masjid, termasuk mihrab, berhasil dibakar. Untungnya, api berhasil dipadamkan oleh jamaah salat sebelum menjalar dan membumihanguskan seluruh bangunan masjid.Tindakan Rohan tersebut tak ayal menyulut kemarahan umat Islam. Dari peristiwa itulah kemudian lahir Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang kemudian berganti nama menjadi Organisasi Kerja Sama Islam. Organisasi ini kini beranggotakan 57 negara Islam atau negara yang mayoritas berpenduduk Islam.Kekerasan, dalam bentuk apa pun, tidak akan pernah dibenarkan oleh agama dan kepercayaan mana pun. Karen Amstrong dalam the Battle for God pernah mengatakan bahwa kekerasan bukanlah jalan keluar. Ia justru akar persoalan yang sangat mungkin membuka peluang untuk menyulut dan melahirkan persoalan selanjutnya. Kekerasan adalah awal dan pangkal, bukan akhir dan pungkasan.Ihwal serangan yang dilakukan oleh militer Israel ini, menarik apa yang dikatakan oleh Sheikh Raed Salah, pemimpin gerakan Islam Israel. Ia mengatakan bahwa tujuan utama penyerangan itu untuk merealisasikan agenda-agenda ekstremis yang didasarkan pada partisi masjid berdasarkan waktu dan tempat.Jika memang tujuan utama gerakan ekstremis penyerangan tersebut adalah sebagaimana dikatakan Raed Salah, pada hemat saya, sesungguhnya rencana tersebut tidak akan pernah bisa dilakukan selama masih ada orang-orang yang membela tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem tersebut.Konflik keyakinan yang lebih dominan dibumbui oleh kepentingan politik yang meletus seminggu belakangan membuat kita, umat Islam Indonesia, merasa waswas pada sederetan masalah dengan latar belakang dan nuansa yang sama. Sebuah konflik yang diseret-seret menggunakan baju agama. Padahal, suatu yang sangat paradoksal tatkala agama disandingkan dengan terma kekerasan.Dalam pada itu Ibnu Kholdun (1986) secara terang-terangan mengatakan bahwa Islam, termasuk agama serta kepercayaan lain, bukanlah agama pedang. Ia secara holistik merupakan agama ritus (din syaria(din syariaah), agama ilmu pengetahuan (din ilmi), serta sekaligus agama peradaban dan kebudayaan (din tsaqafah wal hadarah). Islam mengutuk kekerasan. Bahkan tidak ada satu pun aga-ma dan ideologi di dunia ini yang membenarkan cara-cara kekerasan dalam kehidupan.Umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia umumnya ikut merasakan kepedihan yang sangat luar biasa atas kejadian penyerangan yang dilakukan oleh tentara Israel terhadap Masjidilaqsha tersebut. Perdamaian, kebebasan, juga toleransi adalah prinsip utama dalam menjalankan kehidupan di samping tentu saja prinsip maqaasid syarmaqaasid syariah yang terdiri atas hifdud din (menjaga agama), hifdzul aql (menjaga akal), hifdzul nasl (menjaga keturunan), hifdu nafs (menjaga jiwa), dan hifdul mal (menjaga harta). Lima prinsip tersebut merupakan prinsip utama yang harus ditegakkan di mana pun bumi dipijak.Mengutuk KekerasanBanyak opini dan tanggapan keras dari pelbagai pihak dalam menyikapi serangan terhadap Masjidilaqsha ini. Tidak sedikit pula pihak yang mengutuk apa yang telah dilakukan militer Israel. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai bagian dari komunitas internasional dan organisasi umat Islam terbesar di dunia merasa perlu dan wajib untuk memberikan perhatian dan sekaligus berusaha mengupayakan langkah konkret dalam rangka membantu mengakhiri serangan Israel ini.PBNU mengajak seluruh elemen pemimpin negara Islam untuk menyuarakan keberatan sekaligus nota protes terhadap PBB perihal penyerangan Israel ini. Hal ini sangat penting sebab apa yang dilakukan Israel sesungguhnya telah mencoreng dan membuat malu seluruh dunia. Di pihak lain PBNU meminta kepada OKI untuk ikut berupaya menyelesaikan penyerangan yang dilakukan tentara Israel tersebut.OKI harus lebih bersikap proaktif dalam rangka meresolusi konflik yang sudah berlangsung puluhan tahun tersebut. Langkah diplomasi yang berkesinambungan dengan melibatkan OKI juga PBB misalnya sebagai fasilitator yang menjembatani kemungkinan resolusi tersebut setidaknya akan membuka kemungkinan baru upaya perdamaian.Refleksi Pemeluk AgamaPada akhir tulisan ini, saya ingin mengutip secara utuh sajak yang kental akan nuansa sindiran halus nan sarkastis dari penyair Joko Pinurbo terhadap perilaku para pemeluk agama. Dalam sajaknya yang berjudul “Pemeluk Agama” dituturkan “Dalam doaku yang khusyuk, Tuhan bertanya padaku, hambanya yang serius ini/ Halo, kamu seorang pemeluk agama?/ Sungguh saya seorang pemeluk agama yang teguh Tuhan/ Lho, Teguh si tukang bakso itu hidupnya lebih oke dari kamu, gak perlu kamu peluk-peluk/ Benar kamu pemeluk agama?/Sungguh saya pemeluk agama, Tuhan/ Tapi aku melihat kamu tak pernah memeluk/ Kamu malah menyegel, merusak, menjual agama/ Teguh si tukang bangso itu malah sudah pandai memeluk/ Benar kamu seorang pemeluk?/Sungguh saya belum memeluk, Tuhan/ Tuhan memelukku dan berkata/ Doamu tak akan cukup/ Pergilah dan wartakanlah pelukanKu/ Agama sedang kedinginan dan kesepian/ dia merindukan pelukanmu.“ Dalam syair tersebut kemudian kita bertanya sesungguhnya agama itu untuk apa dan siapa? Jawabannya tentu adalah agama untuk perdamaian dan untuk seru sekalian alam.Namun, apakah kondisinya sekarang demikian? Di situlah letak persoalan sehingga pertanyaan untuk siapakah agama sampai saat ini masih relevan diutarakan. Wallahua Wallahualam bisshowabA Helmy Faishal Zaini Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU)
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9332 seconds (0.1#10.140)